11 - TM

482 26 2
                                    

Usai kepergiannya, Bryan berusaha bangkit, untungnya tak terlalu pusing dan menyakitkan hingga ia bisa mendudukkan diri dan mengambil barang-barang pribadinya di tas. Lekas, pria tersebut mengecek ponselnya, kalau-kalau ada pesan dari seseorang.

Nyatanya, memang ada, pesan dari sang ibu.

"Bagaimana liburan kamu ke Raja Ampat, Sayang?" Begitu pesannya.

Bryan menjawab cepat. "Great, Mom." Sambil mengirim foto kolase di lokasi yang dimaksud. "Di sini aku less digital, maaf baru membalas."

Lalu tak lama, pesan masuk kembali.

"It's okay, Honey, take your time. Xoxo." Bryan menghela napas sedih, sembari memijat kening sebentar. "Ah, uh ...." Dia lupa, jidatnya sepertinya benjol, ada gundukan menyakitkan di sana kala menyentuhnya.

Mata Bryan berkaca-kaca, ini menyakitkan.

Lalu, Bryan beralih ke pesan bertuliskan My Babe di sana. Dua pesan terakhir berbunyi, "Sebaiknya kita akhiri ini, Bryan, aku gak mungkin bersama pria sepertimu."

"Sayang, aku bisa memperbaiki ini, aku mohon jangan tinggalkan aku! Kita akan bertunangan kan?" Lalu pesan beruntun lain, sayangnya tak ada balasan lagi setelah itu. "Tolong, kenapa kamu gak mau nerima aku apa adanya? Sayang? Sayang!"

Tak lama, dokter datang dan mengurus keadaan Bryan, syukur saja dia hanya didiagnosis terkena benturan hingga benjol karena jatuh, meski faktanya dia dilempar anaknya sendiri hingga pingsan dengan robot dino. Terlepas itu, Bryan tak mau mengomentari.

Kini, Bryan dirawat, dia kelihatan cukup baik tetapi saat ini, diam dan hanyut ke dalam isi pikirannya.

"Thalia ...." Dia bergumam nama wanita yang pernah singgah di hatinya sampai hatinya berkata bosan di sana. "Maaf ...."

"Gak dimaafin, but okay." Bryan terkejut akan penuturan itu, dia menoleh dan terkejut akan keberadaan Thalia yang ada di ambang dinding kain yang jadi penutup antar pasien. "Maaf, gue gak naruh ke VIP, kalau lo mau VIP ya lakukan aja."

"Thalia ...." Thalia kini duduk di samping Bryan yang terus intens memperhatikan wanita cantik berpakaian modis itu. "Kamu ...."

"Gue ke sini cuman tanggung jawab, karena secara teknis anak-anak gue yang bikin lo begini." Thalia melipat tangan di depan dada. "Dan to the point, gue mau tau alasan lo, kenapa lo dateng lagi ke kehidupan gue setelah tujuh tahun lamanya. Gak mungkin banget, kan, cuman nyesel? Mustahil mustahil, atau lo gak rela anak-anak gue, gue besarin, bukannya diaborsi? Takut ketahuan tunangan lo itu? Sorry, gue bukan ortu berengsek kek elo, kan gue udah bilang cukup anggap aja kami semua mati. Gak akan ada efek samping ke kehidupan lo, kan, kalau kami tutup mulut?"

Mata Bryan kembali berkaca-kaca, dia menggeleng.

"Lah, nangis mulu, cengeng amat sih," kata Thalia, mendengkus, dia sama sekali tak kasihan, makin melihat wajah pria ini makin muak rasanya. "Jawablah, harusnya sih lo gak usah nyamperin, seumur hidup juga gue gak bakalan balikan sama lo, ewh."

"Aku ingin kalian kembali, Thalia, aku ingin bertanggung jawab dengan semua yang aku lakukan sama kamu, aku ... aku nyesel."

Thalia mengangkat sebelah alis. "Air mata buaya, gue muak sama itu. Mustahil banget setelah tujuh tahun lo baru dateng, kalau emang nyesel harusnya dari lama lo lakuin, tapi kan lo tunangan ya, hm hm hm otak gue mulai konslet nih!"

Thalia berpikir sejenak.

"Oh, atau jangan-jangan lo ada masalah sama tunangan lo, gegara gue dan anak-anak? Ck ck ck ck, niat nyingkirin kami dengan nyari simpati? Wah wah wah, gak bisa dibiarin, gue cekik lo sekarang juga nih!"

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang