Kalingga 02

509 45 0
                                    

Happy reading...
Jangan lupa vote dan komen juseyoooo

.

.

.

.

Bian menutup pintu kamarnya tanpa menguncinya, ia berjalan pelan menuju meja belajarnya yang terletak di samping jendela, menatap bintang yang bersinar paling terang dan tersenyum, "Nanti malam datang ke mimpi Bian ya bun."

Selesai memandangi bintang-bintang di langit Bian lantas membereskan buku-bukunya sekaligus mempersiapkan buku untuk di bawanya besok ke sekolah, ia akan segera tidur agar tak terlambat bangun pagi, jika tidak maka bisa jadi gendang telinganya akan pecah karena teriakan Kaivan.

Bian merapikan selimutnya dan bersiap untuk tidur, akan tetapi ia teringat sesuatu yang membuatnya bangkit dari posisinya, ayahnya belum pulang dan Bian tak akan bisa tidur sebelum ayahnya pulang, Bian membawa selimutnya dan pergi ke ruang tamu untuk menunggu ayahnya, hal yang sering ia lakukan jika ayahnya pulang terlambat.

"Ayah kapan pulang, Bian rindu." Ujar Bian lirih sembari menggoyangkan kakinya bosan, ia telah menunggu hingga jam menunjukkan pukul sebelas malam tapi ayahnya tak kunjung pulang.

"Ayah kapan sayang padaku? Bagaimana rasanya di peluk ayah? Bagaimana rasanya memiliki saudara yang baik, andai kakak-kakakku menyayangiku pasti menyenangkan memiliki dua kakak yang perhatian, anak bungsu biasanya kan di manja." Bian terus bergumam sembari membayangkan bagaimana kehidupannya jika keluarganya menyayanginya hingga tak sadar ia mulai terlelap.

.

.

Mahendra menyempatkan pulang meski jam telah menunjukkan pukul dua dini hari, dengan menggunakan kunci utama Mahendra membuka pintu perlahan agar tak membangunkan penghuni rumah lainnya, saat melewati ruang tamu Mahendra di buat terkejut dengan putra bungsunya yang tertidur di sofa, Mahendra mendekatinya mengusap pelan surai Bian yang jarang sekali ia sentuh bahkan ia lupa kapan terakhir Mahendra berada di jarak yang sedekat itu dengan Bian.

"Maafkan ayah." Dua kata yang hanya mampu Mahendra ucapan dalam hati, ia berhenti mengusap surai putra bungsunya, ego-nya kembali mengalahkannya lantas ia berbalik dan mulai berjalan meninggalkan Bian yang masih terlelap dengan damainya tanpa terusik kehadiran seseorang yang sedari tadi ia tunggu-tunggu.

.

.

Bian menggeliat dalam tidurnya saat merasakan tepukan pelan di pipinya, "Eungg udah pagi ya?"

"Iya den, pindah ke kamar ya tidurnya bibi bantu." Ujar bi Ratih.

"Kan sudah pagi bi, Bian mau sekolah bukan tidur lagi." Sahut Bian dengan suara seraknya.

"Aden panas, nggak usah sekolah dulu ya, biar bibi yang bilang ke tuan Mahendra." Ujar bi Ratih lembut sembari memegang kening tuan mudanya guna mengecek kembali suhu tubuhnya.

"Eungg? Tidak Bian baik-baik saja, Bian mau sekolah." Sahut Bian sedikit galak agar terlihat menyeramkan tapi jatuhnya malah kayak anak ayam di tinggal induknya dan setelahnya ia berlari sempoyongan menuju kamarnya untuk bersiap ke sekolah tanpa menghiraukan teriakan bi Ratih.

Bian memang mudah sakit hanya karena terkena udara dingin ataupun kehujanan daya tahan tubuhnya yang lemah membuatnya sering sakit, hidup di lingkungan yang tak baik dari ia berusia dua tahun hingga usianya enam tahun, tinggal di panti asuhan sejak ia masih balita dan di bawa pulang oleh ayahnya lantaran panti asuhan yang di tinggali Bian di tutup karena adanya perlakuan buruk dari pihak panti pada anak-anak bahkan adanya peradangan anak membuat Mahendra mau tak mau membawa Bian pulang karena biar bagaimanapun Bian adalah darah dagingnya.

Kevin mencengkeram erat pegangan tangga sembari menyaksikan wajah lugu adiknya, wajah perpaduan antara ayah dan wanita penghancur keluarganya, tapi terkadang Kevin ingin sekali memeluk Bian karena wajah dan sikap Bian yang terlalu mirip dengan mendiang adiknya yang seumuran dengan Bian, Mahendra memiliki tiga anak dari mendiang istri sahnya, namun naas anak ketiganya meninggal di usianya yang ke lima karena penyakit bawaan lahir.

"Ngelamun aja ntar kesambet." Ujar Kenan sembari menepuk pelan bahu kakaknya yang melamun di ujung tangga.

"Ngga ngelamun, ayok tadi kakak nungguin adek buat turun." Sahut Kevin dengan senyuman merekah sembari merangkul pundak adiknya.

Bian tersenyum di ambang pintu kamarnya, menyaksikan bagaimana Kevin yang selalu tersenyum pada Kenan, selalu memperlakukan Kenan dengan lembut dan selalu menjadi tameng buat Kenan, "Semoga saja nanti ada waktu di mana kakak tersenyum untuk Bian."

.

.

Saat jam pelajaran kedua Bian kembali merasa pusing dan lemas hingga meletakkan kepalanya di meja dengan berbantalan tangannya.

"Sssstt Bi jangan tidur njir ketahuan mampu lu." Bisik Kaivan agar Bian kembali fokus pada pembelajaran, namun tak ada sahutan apapun dari Bian.

Kaivan menyentuh lengan Bian dan terkejut karena tangannya juga bersentuhan dengan dahi panas Bian.

"Pak Sugi! Bian pingsan!" Teriak Kaivan heboh membuat seisi kelas beserta pak Sugiono menoleh pada Kaivan.

Setelah mendapat izin dari pak Sugiono, Kaivan segera menggendong Bian, jangan berpikiran jika Kaivan menggendong ala bridal style -_.

'Brughh

"Adoh anjir siapa ini nabrak-nabrak tolong minggir, bawa nyawa loh ini!" Teriak Kaivan heboh saat tak sengaja bahunya bersenggolan dengan seseorang dan tanpa memperhatikan siapa yang ia tabrak Kaivan kembali berjalan agar segera sampai di UKS, Bian berat btw.

Kevin menatap Kaivan dengan Bian di gendongannya yang mulai menjauh, ada sedikit rasa aneh yang menjalar di hatinya saat melihat raut wajah pucat milik Bian, namun saat ego lagi-lagi mengalahkannya Kevin segera melangkah pergi.

.

.

Kaivan masih menunggu Bian yang terlelap sehabis minum obat, hanya demam biasa jadi tak perlu di bawa ke rumah sakit, Kaivan tak ingin kembali ke kelas selain karena khawatir ia juga menikmati bolos halal nya jadi ia tak perlu mengikuti pembelajaran pak Sugiono hari ini.

Bian menggeliat membuat Kaivan mengalihkan atensinya dari ponsel menjadi ke arah Bian yang kini telah membuka matanya.

"Gimana masih pusing?" Tanya Kaivan.

"Engga kog, thanks ya Kai." Jawab Bian yang kini merubah posisinya menjadi duduk.

"Kai, pulang sekolah temenin gue beli sesuatu ya." Pinta Bian memelas.

"Kemana njir?" Tanya Kaivan yang menyerit heran.

"Eumm beli kalo buat kak Kev__"

"Ga! Ga ada beli kalo beli kado lo masih sakit ga usah pecicilan." Tolak Kaivan mentah-mentah bahkan memotong ucapan Bian, bukan bermaksud Kaivan tak ingin membantu Bian hanya saja kondisinya sekarang Bian sedang sakit dan perlu banyak istirahat, alasan lainnya Kaivan malas jika melakukan sesuatu berhubungan dengan keluarga Bian toh juga sia-sia Bian membelikan kado, pasti juga hanya akan di buang seperti tahun-tahun sebelumnya.

Bian menatap Kaivan dengan memelas dan berakhir Kaivan mengalah walaupun sambil misuh-misuh.

.

.

Di sini lah Bian dan Kaivan sekarang, di tempat pusat perbelanjaan kota demi mencari kado untuk kakak pertama Bian.

"Mau beli apa sih?" Tanya Kaivan penasaran sembari menatap Bian yang celingukan.

"Mau headphone hehe." Jawab Bian cengengesan, lantas keduanya segera bergegas mencari headphone yang Bian inginkan.

***
See u next chapter
Thanks for vote dan komennya
🩷🩷🩷
Sorry for typo

감사합니다

Kalingga Biantara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang