Kalingga 04

480 46 2
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote dan komen juseyoooo

.

.

.

Bian memasuki rumah dan mendapati kedua saudaranya serta teman-teman mereka tengah mengadakan pesta kecil-kecilan di ruang keluarga, dengan mengeratkan genggaman tangannya pada tali tas yang ia bawa dan pandangan menunduk Bian berjalan tergesa menuju kamarnya, ia tak ingin menganggu pesta saudaranya.

Dengan lesu Bian menutup pintu dan menguncinya, suasananya hatinya mendadak buruk dan ia memilih mengunci pintu kamarnya agar tak ada siapapun yang mengganggunya walaupun ia yakin seratus persen tak kan ada yang menghampirinya.

Bian membuka album berukuran sedang dengan sampul berwarna biru dengan gambar berlian di tengahnya, album yang berisi foto-foto ayah, bunda, fotonya dengan bundanya dan beberapa foto kedua saudaranya yang ia ambil secara diam-diam dan beberapa fotonya dengan Kaivan.

"Pelukan bunda pasti hangat kan ya? Di foto ini bunda peluk-peluk Bian, cium-cium Bian, bunda sayang kan sama Bian? Tapi kenapa bunda ninggalin Bian? Harusnya dulu Bian ikut bunda aja kan ya, kalau sekarang Bian takut bunda, Bian takut pergi sebelum merasakan pelukan Ayah." Bian mengusap air matanya yang terjun tanpa izinnya, ia benci menangis tapi terkadang ia tak bisa mengendalikan air matanya.

Bian menutup album di tangannya dengan kasar dan melemparkannya ke meja belajarnya, ia mengusap air matanya dengan kasar dan bergegas menuju kamar mandi.

Selesai dengan mandinya Bian segera merebahkan tubuhnya tanpa mengeringkan rambutnya, meringkuk di balik selimut tanpa memikirkan perutnya yang memberontak kelaparan, "perut diamlah, lagipula aku tak akan mati hanya karena tak makan malam kan?"

Bian akhirnya terlelap dengan kondisi perut lapar dan rambut basah, namun ia tetap terlelap dengan nyenyak.

.

.

Paginya Bian terbangun dengan rasa pusing yang menjalar di kepalanya, agaknya Bian sedikit menyesal tertidur dengan kondisi rambut basah.

"Pagi-pagi udah ingusan aja, eh! Loh! Kog merah?? Anjir darah!" Bian terlonjak kaget saat mengetahui cairan yang keluar dari hidungnya bukannya ingus melainkan darah.

"Anjirlah ini pasti gara-gara kemarin kebentur bola basket yang di lempar kak Ken." Bian Memang sering mimisan apabila kepalanya terbentur keras, entah apa penyebabnya tapi Bian tak ingin memeriksakannya, lagi pula ia tak merasakan sakit pada bagian apapun kecuali saat ini yang kepalanya terasa pusing dan mungkin penyebabnya karena ia tertidur dengan rambut yang basah, dan soal Bian yang terbentur bola basket Kenan tak sengaja, ia hanya bermain basket bersama teman-teman sekelasnya saat akan melempar bola pada ring basket bola yang ia lemparkan meleset dan mendarat mulus pada kepala Bian, Kenan memang tak meminta maaf namun dengan diam ia membawa Bian yang dalam kondisi pingsan menuju UKS.

Bian mengehela nafas sembari menatap selimut putihnya yang terkena noda darah dari hidungnya, ia menoleh pada meja kecil di samping tempat tidurnya dan mengambil ponsel yang tergeletak tak berdaya, ia akan menghubungi Kaivan agar mengizinkan pada guru jika Bian tak masuk hari ini, ia ingin mengunjungi makam bundanya.

Dengan terhuyung-huyung Bian membawa selimutnya menuju kamar mandi untuk ia cuci nanti, sekaligus untuk mandi, selesai dari kamar mandi Bian mengambil tas sekolahnya dan jaket hitam sertanya topi hitamnya, memastikan tak ada siapapun yang mengetahuinya keluar rumah, setelah yakin Bian segera bergegas keluar melalui pintu belakang, tak lupa sebelum pergi ia mengunci pintu kamarnya agar tak ada siapapun yang melihat noda darah pada selimutnya.

Sebelum sampai di pemakaman Bian menyempatkan membeli buket bunga lily putih, "bunganya cantik ya, kayak bunda."

Dengan langkah riang Bian berjalan menuju pemakaman, ia tak sabar bertemu dengan bundanya, sudah lebih dari sebulan ia tak mengunjungi makam bundanya.

"Bundaaa, Bian datang bawa bunga cantik untuk bunda cantik!" Bian berlari dari arah pintu masuk pemakaman menuju ke salah satu makam yang terlihat terawat dan di tumbuhi bunga di sekelilingnya.

"Bunda apa kabar? Bunda pasti bahagia kan di sana? Kalo kabar Bian baik-baik aja, eumm tapi ga terlalu baik sih bunda."

Bian meletakkan tas yang di bawanya untuk menjadi bantalan, lantas ia mencari posisi tidur yang nyaman di samping makam bundanya.

"Bundaaa kepala Bian sakit, tadi Bian juga mimisan tapi Bian ga papa kog, bunda jangan khawatir ya, Bian kan kuat."

"Bundaa, Bian bobok sama bunda ya, sebentar aja, Bian pengen peluk bunda pas tidur." Bian memeluk makam bundanya dan mulai memejamkan mata, dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya, tak perduli jika saat bangun nanti tubuhnya akan sakit, Bian lelah, ia hanya ingin tertidur dengan memeluk bundanya.

.

.

Kevin tengah melamun di kantin sekolah, bahkan ia tak sadar jika sedari tadi Kenan mengambil bakso di mangkoknya, tadi ia bertemu dengan Kaivan saat menuju ke kantin, tapi yang membuatnya heran adalah Kaivan pergi ke kantin dengan temannya yang lain bukan Bian, saat pagi pun ia dan yang lain tak mendapatkan sapaan selamat pagi dari anak itu, Kevin sebenarnya tak perduli sekalipun Bian menghilang dari bumi, hanya saja seperti ada yang berbeda.

"Kak? Kak kev?? KAKAK!!" teriakan Kenan membuat Kevin terlonjak dan hampir saja melempar sendok yang di pegangnya.

"Dek! Bisa ngga sih ga usah ngagetin." Dumel Kevin.

"Ya lagian di panggil dari tadi malah ngelamun, mikir apa sih?"

"Mikir pr matematika belum di kerjain hahaha." Elak Kevin.

"Loh kog baksonya ilang!!?" Lanjut Kevin yang melongo melihat mangkok baksonya hanya tersisa kuahnya saja.

"Hahaha Ken yang makan." Sahut Kenan cengengesan.

Kevin mengusak pelan rambut Kenan, "untung adek"

Kenan begitu bersyukur memiliki kakak yang sangat menyayanginya, bagi Kenan kakaknya adalah pengganti ibunya yang telah tiada.

Dari kejauhan Kaivan menggenggam sendoknya dengan erat, ia tak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan Bian, jika Bian hasil dari sebuah kesalahan tak seharusnya Bian yang menanggung semuanya, yang salah adalah ayah mereka bukan Bian tapi mereka bersikap seolah-olah semuanya adalah salah Bian.

.

.

Bian menggeliat dan merasakan punggungnya akan patah, rupanya Bian tertidur terlalu lama, bangun dengan rambut acak-acakan, mata sembab dan kulit pucat membuat Bian lebih mirip dengan zombie.

"Hoammm, bundaaa Bian lapar." Bian mengucek matanya dan mengambi tas yang tadinya ia gunakan sebagai bantalan, mengambil kotak makan bentuk koala dan menaruhnya di samping makam.

Bian membuka kotak makan itu dan mengambil satu potong sandwich dari dalamnya, tadi sebelum sampai di pemakaman Bian menyempatkan mampir di minimarket untuk membeli makanan.

Bian memakan makanannya sampai habis sembari bercerita panjang lebar pada makam bundanya, bercerita dengan bundanya adalah hal favorit bagi Bian, ia merasa bebannya hilang setelah bercerita dengan bundanya.

***

See u next chapter
Terimakasih untuk vote dan komennya
🩷🩷

감사합니다


Kalingga Biantara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang