Kalingga 21

439 35 10
                                    

***

Demam Bian telah sembuh dan sekarang anaknya tengah bercanda di koridor sekolah dengan Kaivan, sesampainya mereka di kelas, Bian di kejutkan dengan adanya Charlie di kelas mereka.

"ChaCha!!" Bian berlari kecil dan menghampiri Charlie yang melambai padanya.

"Kok Charlie bisa di sini?" Bian bertanya bingung, perasaan ia hanya tak sekolah dua hari setelah libur semester mengapa sudah ada Charlie di kelasnya, Kaivan ataupun kedua saudaranya juga tak ada yang memberi tahu apapun.

"Kejutan!" Teriak seseorang di pintu masuk kelas Bian membuatnya berbalik badan dan tersenyum senang melihat siapa yang datang dengan seragam sekolah seperti miliknya.

"Kak Justin, bang Satria???"

Justin, Satria, Kevin dan Kenan berjalan mendekati Bian yang mematung di tempat dengan mulut terbuka.

"Kok bisa kalian semua di sini?" Tanya Bian yang sudah sangat penasaran.

Justin pun menjelaskan jika Justin, Satria dan Charlie pindah sekolah dengan bantuan papa Justin, untuk Satria dan Charlie mereka beruntung bisa masuk menggunakan jalur beasiswa dan mereka sepakat untuk tak memberi tahu Bian dan memberinya kejutan saat ia sudah masuk sekolah.

***
Jam istirahat Bian cs telah berkumpul di kantin sekolah, jika biasanya Bian ke kantin hanya dengan Kaivan atau malah tak pergi ke kantin karena malas bertemu Devano dan antek-anteknya, kini Bian bersemangat pergi ke kantin.

Saat akan memesan cilok Kevin melarangnya dan malah memesankan Bian soto, katanya cilok ga baik buat Bian, saat akan menambahkan sambal ke soto Kenan melarangnya, Bian tak boleh makan makanan yang terlalu pedas itu tak baik buat jantungnya, Bian itu penggemar pedas nomor satu dan sekarang untuk menambahkan sedikit sambal di makanannya saja tidak boleh, berakhir Bian makan soto dengan bibir maju lima senti.

"Udah jangan ngambek gitu, nih ayam kakak buat adek deh." Ujar Kevin sembari menaruh ayam miliknya ke mangkuk Bian, kevin dan yang lain juga memesan menu yang sama agar Bian tak merengek minta menu yang lain karena pengen.

Bian yang tadinya cemberut langsung berbinar ceria, melihat hal itu Kaivan juga menaruh ayam miliknya ke mangkuk Bian.

"Makan aja, gue ngga suka soto pakek ayam." Ujar Kaivan yang tentunya Bian tau jika Kaivan berbohong, biasanya juga rebutan ayam sama dia, masa tiba-tiba ngga suka ayam, sebenarnya Kaivan masih sedikit kesal dengan kedua saudara Bian dan Kaivan hanya tak ingin Bian melupakannya karena telah mendapatkan kasih sayang dari saudaranya dan mendapat teman baru.

"Aduh jadi enak hihihi." Bian terkekeh geli melihat Kaivan yang masih aja sensi dengan kedua saudaranya.

Satria yang berada di samping Bian mengusak rambutnya gemas, meski Bian seumuran dengan Charlie tapi di mata Satria ia terlihat seumuran Leo.

***
Saat jam pulang sekolah Bian, Kevin, Kenan dan Kaivan masih berada di lapangan basket, ulah Bian tentunya, saat bel pulang sekolah Bian buru-buru berlari menuju lapangan basket bahkan meninggalkan Kaivan yang sibuk dengan tasnya yang menyangkut di kursi.

"Dek mending main yang lain deh, main gundu kek apa kek asal jangan basket deh." Bujuk Kevin pada Bian yang memaksa bermain basket.

"Tapi adek pengen kak, udah lama ngga main basket, ini tuh favorit aku." Kekeh Bian, sedangkan Kenan berjaga di samping Bian dan Kaivan yang menghitung nyamuk yang telah ia bunuh di pojok lapangan.

"Nanti sakit loh dadanya, siapa coba yang repot kalo sakit lagi." Tutur Kevin malah membuat Bian salah paham.

"Jadi kalo Bian sakit nyusain gitu? Oke im fine gwenchanayo!." Bian melempar kuat bola yang di pegangnya hingga masuk ke semak-semak di samping Kaivan, beruntung bolanya tak menghantam wajah rupawan milik Kaivan.

"Eh eh ngga gitu, maksudnya itu kasian adek kalo sakit, kan adek jadi susah kan." Sahut Kevin panik, bisa-bisa ia di geprek ayahnya kalo si bungsu ngambek lagi.

"Ya udah, Kai ayok pulang." Bian berjalan meninggalkan kedua kakaknya dengan menghentakkan kakinya, niatnya ingi marah namun malah terlihat lucu.

***
Sesampainya di rumah si bayi koala masih ngambek padahal udah di sogok jajanan seplastik sama Kevin, sampai Mahendra pulang juga anaknya masih ngambek, hingga malamnya Mahendra membawa Bian ke kamarnya untuk tidur bersama.

"Adek kenapa ngambek sama kakak sama mas?" Tanya Mahendra lembut, kini keduanya telah berada di kasur king size milik Mahendra.

"Adek ngga ngambek." Sahut Bian.

"Tapi kog tumben diem aja seharian?, di tanyain kak kev mas Ken diem aja." Mahendra merubah posisinya menghadap Bian.

"Kangen bunda." Jawab Bian lirih nyaris tak terdengar.

Mahendra tersenyum sendu mendengar jawaban Bian, hatinya berdenyut mengingat Mahendra hanya pernah sekali ke makam bunda Bian saat prosesi pemakaman setelahnya ia tak pernah ke sana lagi.

"Hari minggu ke sana ya, ayah temenin." Ujar Mahendra yang membuat Bian langsung menoleh padanya dengan mata melotot lucu.

"Beneran??" Tanya Bian penuh harap.

Mahendra hanya mengangguk dan tersenyum, tangan kanannya mengusap lembut surai putranya.

"Yeyyy!! Sayang ayah!!" Bian berbalik dan mendekap erat tubuh ayahnya.

"Sayang adek juga." Mahendra membalas pelukan Bian sembari mengusap punggung lebar putranya.

"Oh iya, ayah boleh nanya sesuatu?" Tanya Mahendra sedikit ragu, namun ia sudah telanjur penasaran.

"Ayah boleh nanya apa aja, tanya semua hal tentang Bian ayah, Bian akan jawab semuanya karena Bian suka di tanya sama ayah." Jawab Bian kembali membuat Mahendra tertegun.

"Ini luka bekas apa dek?" Tanya Mahendra lembut sembari mengusap bekas luka memanjang di balik piyama yang Bian kenakan, Mahendra tau adanya luka itu saat mengganti pakaian Bian yang basah waktu ia demam dulu.

"Ohh itu, eumm cuma bekas luka terkena setrika hehe." Jawab Bian cengengesan membuat Mahendra melotot, apa katanya tadi cuma terkena setrika, cuma?.

"Ba-bagaimana bisa?"

"Dulu pas masih di panti, Bian tidak sengaja membuat baju ibu pantai berlubang saat menyetrika jadi ibu pantai gosok punggung Bian dengan setrika, beruntung ayah panti segera datang dan selamatkan Bian." Cerita Bian sembari mengingat-ingat hal selanjutnya tapi ia lupa.

Mahendra tercengang mendengar cerita Bian, bagaimana bisa ada manusia sekejam itu, meminta Bian yang masih kecil untuk menyetrika dan melukainya menggunakan setrika, tapi biar bagaimanapun Mahendra lebih marah pada dirinya sendiri, karena kesalahan yang ia perbuat putra bungsunya harus mengalami hal sekejam itu, andai saja Mahendra membawa Bian sejak awal Bian tak perlu merasakan hal sesakit itu.

"Ayah? Mengapa ayah menangis? Bian tidak apa-apa sungguh, Bian sudah lupa rasa sakitnya dan tak lagi sakit." Bian mengusap lembut air mata ayahnya, ia sedikit terkejut karena ayahnya tiba-tiba menangis.

"Tidak apa sayang, maafkan ayah." Mahendra kembali memeluk Bian sembari menyembunyikan air matanya yang mengalir, mendekap hangat putra bungsunya hingga ia mendengar dengkuran halus dari putarnya.

***
See u next chapter guyss

감사합니다













Kalingga Biantara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang