Kalingga 03

523 46 6
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote dan komen juseyoooo

.

.

.

Bian mengendap-endap menuju lantai atas untuk ke kamar Kevin, di tangannya telah ada sebungkus kado yang di bungkus dengan rapi dan sepucuk surat penuh kasih sayang di atasnya.

"Selamat ulang tahun kakak Kevin, Bian sayang kakak selamanya, semoga kakak cepet sayang Bian." Ujar Bian lirih sembari menaruh kado yang di bawanya di depan pintu kamar Kevin.

"Jangan buang kado dari adek eh Bian, eumm kakak... Bian harap suatu saat nanti kakak mau panggil Bian dengan sebutan adek ya kak setidaknya satu kali dalam hidup Bian."

Bian segera berlari menuruni tangga saat mendengar pintu kamar Kevin akan terbuka, padahal ini tengah malam tapi mengapa kakaknya itu terbangun.

.

.

Kevin merasa haus tapi botol minum di kamarnya telah kosong, mau tak mau ia harus ke dapur karena rasanya sangat haus, dengan malas ia membuka pintu namun saat akan melangkah melewati pintu ada sesuatu yang menabrak kakinya.

"Shit! Siapa sih naroh barang sembarangan??" Kevin menoleh pada kotak yang baru saja ia tendang, mengambilnya dan membawanya ke dapur hingga ia kembali ke kamar.

Kevin tau kado di tangannya itu dari Bian, ia terlampau hapal dengan cara Bian memberinya kado namun kali ini Kevin tak langsung membuangnya seperti biasanya, melainkan menyimpan kotak kado serta surat dari Bian pada almari paling bawah miliknya.

"Apa dia tak lelah terus memberi hadiah padahal selalu ku buang, dasar manusia aneh, ck! Lagian terserah dialah kenapa harus memikirkannya." Kevin beranjak menuju tempat tidurnya dan segera mengarungi alam mimpi kembali.

Sedangkan Bian yang sedari tadi bersembunyi di balik tangga tersenyum senang bahkan sampai memperlihatkan deretan gigi rapihnya.

"Akhirnya kak kevin mau menerima hadiah dariku, semoga hal ini menjadi awal baik buat kehidupanku." Ujar Bian lirih sembari melompat riang menuju kamarnya, sepertinya malam ini Bian akan tidur nyenyak.

Paginya Bian terbangun dengan senyuman  yang mengembang saat teringat Kevin membawa hadiah yang di berikannya ke kamarnya, "udara pagi ini sejuk banget hihihi."

Setelah merenggang otot-ototnya Bian segera menuju kamar mandi dan bersiap ke sekolah, hari ini Bian yang akan menjemput Kaivan.

"Selamat pagi ayah!"

"Selamat pagi dan selamat ulang tahun kak kevin."

"Selamat pagi kak Ken dan semoga harimu menyenangkan!"

"Oh iya satu lagi, selamat pagi bibi cantik, ngga usah bikinin Bian sarapan ya, soalnya Bian mau sarapan di rumah Kai."

Seusai mengucapkan selamat pagi pada penghuni rumah yang hanya di balas oleh bi Ratih, Bian segera berlari kecil menuju pintu utama dengan sedikit melompat riang.

"Selamat pagi paman Han!" Sapa Bian riang yang membuat satpam rumah mereka terkejut, beruntung kopi yang di seruputnya tidak menyembur ke muka ganteng Bian.

"Astaga den, paman kaget atuh."

"Hahaha maafin Bian ya paman, Bian terlalu bersemangat hari ini."

"Habis dapet rejeki dari mana den keliatan bahagia banget?" Tanya paman Han penasaran.

"Dari Tuhan hahaha" Bian menjawab sembari berlari keluar gerbang, membuat paman Han geleng-geleng tetapi bersyukur karena tuan mudanya bisa tertawa bahagia seperti itu, terlalu banyak penderitaan yang di rasakan Bian membuat paman Han turut bersedih.

Paman Han tentu paham dengan Bian karena beliau telah bekerja dengan keluarga Mahendra bahkan sebelum Kevin lahir, walaupun dari luar Bian selalu tersenyum dan terlihat bahagia paman Han paham jika Bian hanya mampu memendam kesedihannya sendirian, di benci oleh kedua saudara tirinya, tak di anggap oleh ayahnya dan kehilangan ibunya, tak jarang paman Han memperlakukan Bian seperti anaknya, beliau hanya ingin Bian tetap merasakan ada seseorang dalam pihaknya.

.

.

Hari mulai petang begitu juga dengan sang surya yang mulai berganti tugas dengan bulan dan bintang, senja yang menguning dengan awan tipis sebagai pelengkapnya menjadi teman Bian dalam menelusuri jalan pulang, Bian pulang terlambat karena ia mengikuti ekskul musik hari ini, Kaivan tak mengikutinya jadi ia pulang lebih dahulu.

Bian berlajan sembari bersenandung kecil, pandangannya menelisik sekitar hingga teralihkan pada sosok anak kecil dengan berpakaian lusuh tengah duduk di pinggir jalan dengan kucing di pangkuannya, merasa hal tersebut menarik perhatiannya ia mulai berjalan pelan mendekati anak itu.

"Haii adik manis." Sapa Bian sembari ikut duduk di samping anak itu.

"Ha-hai juga, kakak siapa ya?" Tanya anak itu takut-takut sembari mengeratkan pelukannya pada kucing di pangkuannya.

"Heii jangan takut, kakak bukan orang jahat kog." Bian mengusap pelan surai anak itu agar anaknya sedikit tenang, Bian memang tak berniat jahat kog, ia hanya merasa melihat dirinya sendiri dulu.

"Nama kakak Bian, kalo nama kamu siapa?" Tanya Bian selanjutnya saat anak itu tak lagi terlihat takut dengannya.

"Eumm namaku Leo, dan dia Ruby." Jawab Leo sembari menunjuk kucing di pangkuannya.

"Nama yang bagus, oh iya Leo kenapa di sini sendirian?"

"Leo tidak sendiri, Leo bersama Ruby dan juga ibu, tapi ibu sedang mengumpulkan sampah untuk di jual, kakakku sakit dan kita belum makan." Leo menunjuk ke arah ibunya yang berada tak jauh darinya yang tengah mengumpulkan botol-botol bekas untuk di jual.

Bian tersenyum sendu merasa prihatin dengan keadaan Leo, lantas ia mengambil dompet yang ada di tas sekolahnya, mengambil seluruh lembar uang berwarna merah yang tersisa dalam dompetnya, hanya ada sekitar lima ratus ribu dan Bian rasa itu cukup untuk membantu Leo.

"Leo ambil uang ini ya, kasih ke ibu untuk beli obat buat kakak, dan juga makanan untuk Leo dan juga Ruby."

"Tapi ini uang saku kakak kan pasti, nanti kakak jajan apa kalo uangnya di kasih ke Leo." Sahut Leo yang masih enggan menerima uang dari Bian.

"Leo tenang saja, kakak nanti bisa minta uang jajan ke ayah kakak, ayahnya kakak kerja di gedung besar dan memiliki rumah besar jadi Leo jangan khawatir kakak kehabisan uang." Ujar Bian membuat Leo berbinar dan segera menerima uang dari Bian.

"Terimakasih kakak baik, ibu pasti akan sangat senang dan kakakku akan segera sembuh." Leo segera berlari menghampiri ibunya tak lupa dengan kucing di gendongannya, meninggalkan Bian yang tersenyum hangat, tak apa jika Bian besok tak memiliki uang saku, ia masih bisa membawa bekal dari rumah.

"Astaga! Udah jam segini ternyata, haduhh Bian terlambat pulang." Bian segera berlari agar tak semakin terlambat untuk pulang, namun baru beberapa langkah kakinya berlari ia berhenti.

"Memang siapa yang perduli jika aku pulang terlambat?" Tanya Bian pada dirinya sendiri sembari terkekeh kecil, lantas ia kembali berjalan namun dengan langkah biasa.

Bian mengehentikan langkah kakinya saat melihat gerbang rumahnya terbuka dan banyak motor berjejer di halaman rumahnya, hingga suara klakson mobil mengagetkannya, saat Bian menoleh ternyata itu mobil ayahnya dan ia segera menyingkir untuk memberi jalan.

"Baru pulang?" Tanya Mahendra yang berhenti di samping Bian berdiri, tak lupa membuka sedikit kaca mobilnya agar ia bisa melihat dengan jelas anak bungsunya yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Iya ayah, maaf Bian terlambat pulang." Sahut Bian menunduk.

"Tak apa, segeralah masuk rumah." Mahendra segera menutup kaca mobil dan melaju ke parkiran, meninggalkan Bian yang tersenyum hangat.

"Ayah, aku bahagia ayah bertanya padaku."

***

See u next chapter
Sorry for typo

감사합니다

Kalingga Biantara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang