2. Mimpi, Masa Depan dan Pengorbanan

428 31 0
                                    

Seminggu berlalu setelah kepergian Bapak, rumah yang kehilangan satu dari duabelas penghuninya masih terasa muram.
Biasanya, sejak subuh rumah itu sudah berisik oleh peralatan dapur ulah dari Mingyu yang membuat dagangan risol mayonya seligus memasak sarapan untuk semua orang. Lalu sekitar pukul enam, lima pintu kamar akan terbuka satu per satu. Seokmin, si pemuda bangir akan menjadi yang paling pertama berlari ke kamar mandi. Sering kali Ia lupa membawa handuk dan berakhir berteriak meminta tolong siapapun untuk mengambilkannya.

Jeonghan dan Jisoo yang berbagi kamar bersama dengan Seungcheol biasanya keluar bersama. Jeonghan akan langsung ke kamar Hansol dan Seungkwan untuk membangunkan mereka, sedangkan Jisoo akan menuju dapur untuk membantu Mingyu.

Bapak akan menjadi yang selanjutnya bangun dengan keadaan sudah rapi. Jika Bapak sudah keluar kamar, Jeonghan akan langsung meminjam kamar mandi Bapak untuk mandi dan disusul oleh Seungcheol untuk menunggu antrian.

Pintu kamar yang berisikan empat orang yaitu Jun, Soonyoung, Wonwoo dan Jihoon akan menjadi yang terakhir terbuka. Mereka akan langsung berjajar di depan pintu kamar mandi, Jihoon akan menggedor-gedor pintunya sambil meneriaki Seokmin untuk mempercepat mandinya. Kadang ada kejadian dimana salah satu dari mereka ada urusan mendesak dengan WC, mengakibatkan kamar mandi berisikan dua orang yang satunya mandi dan yang lain berjongkok menyelesaikan hajatnya.

Sekitar pukul setengah tujuh pagi, sebelas orang akan sudah duduk rapi mengitari meja makan. Bapak akan melihat satu per satu anak-anaknya lalu berkata "Seungcheol, bangunkan adikmu yang satu itu." Lalu Seungcheol akan bangun dari duduknya sambil mencebik. "Kebiasaan banget, tuh anak," dan ujarnya sambil lalu.

"Minghao 'tuh kudu dibangunin sama Mas Seungcheol dulu, baru deh mau bangun. Padahal udah berapa kali tadi aku bangunin dia." Seokmin merutuk sambil memajukan bibirnya.

Tak lama Seungcheol kembali ke kursinya lalu berkata, "Kita makan duluan aja, Pak. Minghao mau sarapan di sekolah aja katanya."
"Haduh, selalu aja gitu." Jihoon menimpali.

"Sudah, jangan banyak mengomel pagi-pagi, tidak baik. Ayo kita mulai sarapannya." Bapak menengahi lalu Beliau mulai meraih tangan Seungcheol dan Jeonghan yang duduk di kanan kiri beliau. Semuanya lalu mengikuti untuk menggenggam tangan orang di samping mereka sambil memejamkan mata.
"Terima kasih Tuhan, karena pada hari ini Engkau telah memberikan kami berkat berupa makanan dan minuman ini, berkati makanan ini, supaya dapat menjadi berkat dan kekuatan bagi tubuh kami. Amin." Doa selesai Bapak panjatkan dan semua orang serempak mengamini. Setelahnya semua mulai menyantap makanan yang sudah tersaji di atas meja.

Begitulah sedikit gambaran pagi hari di rumah bercat putih pucat itu sebelum Bapak meninggalkan mereka.
Kini, pagi mereka lebih sunyi. Tidak ada Mingyu yang sudah berisik di dapur sejak subuh, tidak ada Seokmin yang berlari menerjang pintu kamar mandi. Jihoon pun tak akan meneriaki Seokmin dan hanya akan menunggu dalam diam seperti yang lain.
Jeonghan akan tetap membangunkan Hansol dan Seungkwan, tapi Ia tidak perlu lagi menunggu bapak keluar kamar untuk memakai kamar mandinya. Jisoo hanya akan duduk di kursi meja makan sambil menunggu giliran mandi.
Minghao tidak perlu lagi menunggu dibangunkan Seungcheol karena Ia akan bangun ketika Seokmin membangunkannya selesai mandi.
Dan kini, tugas Bapak untuk memimpin doa sebelum sarapan sudah beralih ke tangan Seungcheol.

• • •

Pukul sebelas malam, Seungcheol duduk sendirian di kursi meja makan. Ditangannya ada mug putih berisikan susu coklat panas, matanya menerawang jauh ke depan hingga tiba-tiba ada suara lembut yang menginterupsi lamunannya.

"Cheol...." Itu suara Jeonghan, Ia menghampiri Seungchoel perlahan dan memposisikan dirinya duduk di depan Seungcheol.

Seungcheol sedikit berjengit karena kaget. "Oh, Han. Kok belum tidur?" Tanyanya.

Rumah Cemara [Seventeen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang