Pagi yang cukup cerah dengan sinar matahari yang masih terasa hangat di kulit, suasana yang sangat cocok untuk lari pagi. Itulah yang sekarang sedang dilakukan Seungcheol saat ini. Taman komplek cukup sepi karena ini hari Selasa dan Seungcheol baru akan bekerja nanti siang, maka setelah sarapan Ia memutuskan untuk sedikit berolahraga karena sudah lama sekali Ia tidak melakukannya. Padahal dulu ketika Ia masih seorang pelajar, setiap akhir pekan selalu Ia habiskan untuk olahraga. Ya, sekarang berbeda karena sepulang kerja yang Ia inginkan hanyalah tidur.
Baru tiga kali putaran Ia mengelilingi taman, tapi Ia sudah sangat kewalahan untuk bernafas. Ternyata staminanya sangat menurun, Ia harus lebih rajin lagi berolahraga setelah ini.
Seungcheol memutuskan untuk beristirahat sejenak di salah satu bangku taman yang tadi Ia jadikan tempat menyimpan tumbler air minumnya. Iapun minum beberapa teguk dari tumbler itu.
"Wah..." nafasnya masih sangat memburu, "biasanya kuat sampe tujuh puteran, ini baru tiga puteran udah capek banget, gila." Ia berceloteh pada dirinya sendiri sambil mengusap keringan dengan ujung kaos yang dipakainya.
Seungcheol merebahkan punggungnya pada bagian belakang bangku, pandangannya terfokus pada air mancur kecil di tengah-tengah taman. Entah apa yang memicunya, otaknya seketika memutar kejadian-kejadian beberapa bulan belakangan.
Dimulai dengan tragedi penusukan Minghao di bengkel. Malam itu benar-benar seperti mimpi buruk, Ia masih ingat saat memacu motornya gila-gilaan tengah malam ke rumah sakit. Pikirannya sudah berkeliaran kemana-mana, takut adiknya terluka parah dan dalam kondisi kritis. Tapi untungnya lukanya ternyata tidak terlalu parah dan operasi berjalan dengan lancar. Selama tiga hari Ia benar-benar memforsir dirinya untuk bekerja dan mengurus Hao di rumah sakit, waktu itu hampir saja Ia drop sampai pernah tidak kuat bekerja dan berakhir tidur seharian di klinik pabrik.
Saat ini Minghao sudah sepenuhnya pulih, lukanya hanya menyisakan bekas. Namun kejadian itu ternyata menyisakan sedikit trauma padanya, Ia tidak bisa memegang pisau bahkan melihatnyapun membuat tubuhnya lemas seketika.
Hal ini masih menjadi PR untuk Seungcheol, Ia ingin membawa Hao ke tenaga ahli untuk mengobati traumanya ini, tapi Hao bilang itu tidak perlu dan Ia akan berusaha menyembuhkannya sendiri. Seungcheol tahu sebenarnya adiknya itu hanya tidak ingin membebaninya lagi meskipun pada kenyataannya Ia sama sekali tidak keberatan jika itu menyangkut kebaikan dan kesehatan untuk adiknya.
Minghao pun sekarang sudah kembali bekerja di bengkel dengan syarat dari Seungcheol yaitu Hao hanya boleh bekerja di akhir pekan. Hao menuruti dan beruntungnya lagi bapak pemilik bengkel tidak masalah tentang hal itu, Hao bisa kembali bekerja dan hanya saat akhir pekan.Seungcheol kembali meneguk air dari tumblernya, kini nafasnya sudah normal kembali, tapi Ia belum mau melanjutkan agenda jogginya dan malah lanjut memutar kembali memori beberapa bulan terakhir itu.
Setelah kejadian Minghao, beberapa hari setelahnya di pagi hari Ia melihat berita yang menampakkan sosok salah satu adiknya, Jun. Mengingat kejadian pagi itu Seungcheol mendengus, lagi-lagi Ia harus memacu motornya dengan kecepatan penuh, namun kali itu di pagi hari yang bahkan mataharipun belum terlihat cahayanya.
Sampai sekarang Ia masih mengingat dengan jelas nada bicara dan tatapan merendahkan dari petugas polisi tempo hari. Ia tersenyum getir, memang tidak bisa dipungkiri bahwa status yatim piatu begitu hina di hadapan beberapa atau bahkan kebanyakan orang. Mungkin orang-orang beranggapan anak yang tidak memiliki orang tua lengkap hidupnya seenaknya dan tidak terdidik karena tidak adanya sosok orang tua. Padahal sebelum Ia menjadi piatu saat kelas delapan dan menjadi yatim saat akan lulus SMA, orang tuanya sudah sangat cukup memberinya pembelajaran yang akan terus menjadi pedoman untuknya menjalani hidup. Hal ini berlaku juga bagi semua adik-adiknya karena bapak dan ibu tidak pernah membedakan anak kandung dan anak asuh mereka. Contohnya saja selama sekolah, uang saku Seungcheol sama dengan uang saku untuk Jeonghan dan Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Cemara [Seventeen]
FanfictionBangunan bercat putih kusam yang mereka tuju ketika ingin pulang.