6. Si Lemah Yang Tangguh

318 25 1
                                    

Pada malam hari Jeonghan nampak baru saja masuk ke dalam kamarnya dengan menenteng dua setelan jas berwarna hitam. Ia menuju ke arah lemari dan menggantungkan kedua jas itu di gagangnya. Jeonghan tersenyum simpul memandang jas yang akan Ia dan Jisoo kenakan saat acara kelulusan mereka besok.

"Punya Seungcheol juga udah disetrika?" Tanya Jisoo yang sedang terbaring sambil memainkan ponselnya.

"Udah, tadi langsung Aku kasihin ke kamarnya." Jeonghan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari jas itu.

"Makasih ya udah disetrikain." Jisoo melanjutkan dan dibalas anggukan oleh Jeonghan yang sebenarnya tidak bisa Jisoo lihat.

Jeonghan masih anteng memandangi dua jas hitam itu. Jas hitam peninggalan Bapak yang kemarin baru selesai dikecilkan ukurannya di tukang jahit dekat rumah mereka. Ya, jas yang akan dipakai ketiganya adalah milik sang Bapak, mereka terlalu enggan mengeluarkan uang untuk menyewa apalagi membeli jas baru.
Kemeja putih dan celana bahan hitam yang menjadi pelengkap kostum merekapun dapat Jisoo beli dari online shop dengan diskon besar-besaran spesial tanggal kembar.

Ketika Jeonghan masih berdiri di tempatnya, Jisoo bangkit dari kasur lalu duduk di ujungnya. "Han, ada yang mau Aku omongin," ujarnya sambil menatap ke arah kembarannya itu.

Jeonghan langsung menoleh dan menghampiri Jisoo, "mau ngomong apa, hm?" Kini Ia memposisikan dirinya duduk di samping Jisoo.

Jisoo mengalihkan pandangannya ke jari-jari kakinya, Ia terlihat menimang-nimang sesuatu dalam pikirannya.
Hening yang cukup panjang, Jisoo belum mau lanjut berbicara sedangkan Jeonghan memilih untuk menunggu tanpa harus bertanya kembali.

"Aku gak jadi mau kuliah, Han." Akhirnya dengan suara lirih Jisoo berucap. Jeonghan yang mendengar itu sontak membelalakkan mata.

"Yang bener aja kamu, Soo!" Serunya sambil memegang salah satu sisi bahu Jisoo dan mendorongnya sedikit agar kembarannya itu melihat ke arahnya.

"Maaf...." lirihnya lagi sambil tetap tertunduk, Ia takut untuk menatap mata kembarannya.

"Jisoo liat sini!" Titah Jeonghan yang kini menarik tubuh Jisoo agar sempurna menghadap ke arahnya. Perlahan Jisoo pun mengangkat kepalanya dan menatap mata Jeonghan. Ia bisa melihat wajah kembarannya itu penuh dengan keterkejutan, matanya sedikit memancarkan kekecewaan juga.

"Kenapa? Kamu kan udah daftar tes dan tesnya tinggal seminggu lagi, Soo...." Jeonghan masih menatap lekat Jisoo, Ia menerka-nerka sebenarnya apa yang ada dipikiran kembarannya itu.

"Aku sebenernya gak ikut daftar, Han. Maaf udah bohongin Kamu sama Seungcheol." Jisoo kembali menundukkan kepalanya, tenggorokannya sangat kering, Ia ingin sekali menangis saat itu juga tapi Ia tahan sekuat mungkin.

"Jisoo..." panggil Jeonghan lirih yang membuat Jisoo kembali mengangkat kepalanya.

Saat netranya bertemu dengan milik Jeonghan, air matanya tak dapat Ia bendung lagi. Ia langsung menubruk tubuh kecil kembarannya itu, memeluknya erat.

"Aku takut, Han... Aku takut buat kuliah, aku takut gak sanggup ngejalaninnya.... Aku ini lemah, Aku penyakitan, Aku takut... Aku takut gak kuat selesain kuliah Aku. Aku gak mau usaha Seungcheol ngebiayain sekolahku sia-sia nantinya...." Akhirnya Jisoo mengeluarkan segala ketakutan yang ada di otaknya selama ini.
Ia yang selalu merasa menjadi beban terberat bagi keluarga ini, Ia yang kecewa pada dirinya sendiri karena terlahir sebagai anak yang lemah.

"Soo... hey, dengerin Aku." Jeonghan melepas pelukannya, kedua tangannya meremas sedikit setiap sisi bahu milik Jisoo. Sang pemilik bahu hanya mengangguk ditengah isakannya.

"Jisoo... udah berkali-kali Aku bilang jangan ngucapin hal-hal jelek kaya tadi ke diri kamu sendiri, Aku sedih dengernya, Soo.... Kamu nggak lemah, Kamu anak yang kuat, buktinya Kamu bisa bertahan sampe sekarang, kan?" Jeonghan mengusap lembut air mata di pipi Jisoo.

"Ketakutan Kamu itu cuma bayangan semu, nggak nyata. Selagi Kamu belum nyoba, jangan pikirin kemungkinan-kemungkinan jeleknya, Kamu tinggal jalanin aja, usaha semampumu dan berdoa sama Tuhan buat segalanya berakhir baik. Kamu cuma harus fokus ke itu aja, Soo." Tutur Jeonghan dengan penuh kelembutan.

"Tapi Aku tetep gak mau kuliah, Han...." Jisoo menatap Jeonghan dengan matanya yang masih berderai air mata.

"Kenapa? Jangan takut. Ada Aku, ada Seungcheol, ada adik-adik yang lain yang bakal jagain dan nemenin dalam setiap proses yang Kamu jalanin nantinya. Kamu gak sendirian, Soo...."

"Aku gak mau, Han.... Aku udah kalah sama rasa takut di diriku sendiri... Aku gak bisa maksain diriku lagi. Aku udah gak sanggup buat ngelangkah lebih jauh lagi ke luar sana... Aku mau di rumah aja, bantu apapun sebisaku dari sini. Boleh ya, Han...?" Air mata Jisoo kembali bercucuran, bibirnya sudah bergetar hebat, suaranya menggambarkan seseorang yang sudah sangat putus asa.

Malam ini Jisoo memutuskan untuk mengalah pada kelemahannya. Malam ini Jisoo ingin benar-benar menjadi orang lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia lelah selama hidupnya harus terus menguatkan dirinya yang padahal dari segala sisi begitu lemah.
Tidak, hal ini bukan bentuk dari dirinya yang menyerah untuk bertahan hidup. Justru dengan begini, Ia mencoba mempertahankan hidupnya lebih lama lagi.

Setelah mendengar penjelasan dari kembarannya, yang Jeonghan bisa lakukan hanya kembali memeluk erat tubuh ringkih itu. Oh, betapa Ia ingin merutuki apapun yang membuat Jisoonya seperti ini.

"Boleh Soo... boleh... Kamu boleh ngelakuin apapun yang Kamu mau, Aku dukung apapun keputusan Kamu. Maaf ya, tadi Aku maksa Kamu buat terus ngelangkah padahal Kamu udah capek." Air mata yang sebenarnya sudah ingin merangsek keluar dari tadi tidak bisa Ia tahan lagi. Semuanya mengalir begitu deras, namun Ia tetap berusaha menyembunyikan isaknya. Ia tidak boleh terlihat lemah saat sang adik butuh kekuatan darinya.

Beberapa menit berlalu dan mereka tetap pada posisi saling mendekap satu sama lain. Dekapan itu baru terlepas saat Jeonghan sudah bisa menekan air matanya untuk tidak terus-menerus keluar.

"Mau bicarain ini sama Seungcheol sekarang?" Tanya Jeonghan langsung ketika Ia bisa kembali menatap kembarannya.

"Gak mau... nanti aja abis kelulusan, Aku gak mau ngerusak suasana hati dia besok." Jisoo menjawab dengan lirih.

"Iya yaudah besok aja, nanti Aku temenin ngomongnya, Kamu jangan takut." Ia mengelus lembut punggung Jisoo sambil tersenyum hangat.

"Makasih...." Jisoo membalas juga dengan menyunggingkan senyum.

"Sama-sama. Sekarang tidur ya, kalo lebih malem lagi tidurnya pas bangun nanti matanya bakalan bengkak. Tapi kayanya bakalan tetep bengkak sih...." Jeonghan terkekeh diikuti tawa dari Jisoo.

"Di kulkas ada es batu, kan?" Keduanya kembali tertawa setelah Jisoo melontarkan pertanyaan itu.

"Ada aman, besok pagi aku bawain ke sini. Udah sekarang tidur ya, adikku sayang...." Jeonghan mengubah nada bicaranya seperti sedang berbicara pada Chan. Mendengar itu Jisoo menonjok pelan bahunya. Ia hanya tertawa melihat ekspresi tidak suka di wajah adiknya itu.

Jisoo merebahkan dirinya di kasur, lalu Jeonghan dengan telaten menyelimutinya. Setelah memastikan kembarannya sudah merasa nyaman, Ia sendiri langsung naik ke tempat tidur miliknya.

"Jisoo...."

"Hm?"

"Kalau nanti Aku udah berangkat, terus suatau saat Kamu ngerasa capek lagi, langsung suruh Aku buat pulang, ya?"

"Iya, Han...."

Rumah Cemara [Seventeen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang