Lima

134 9 0
                                    

Disinilah Karel sekarang, di dalam ruangan tempat di mana Tara di rawat. Sore tadi harusnya Karel mengantarkan Tara pulang ke rumahnya tapi tidak jadi karena Tara pingsan, suhu tubuhnya juga panas sekali maka dari itu Karel langsung saja membawanya ke rumah sakit.

Hari ini harusnya ia bahagia karena ia dan Tara resmi berpacaran tapi malah seperti ini.

Tara masih tertidur dan Karel sedari tadi tetap di posisi yang sama duduk tenang di samping Tara sambil memandangi wajah tenang gadis yang kini menyandang sebagai kekasihnya itu. Oh, jangan lupakan tangan Karel yang terus saja menggenggam tangan Tara.

"Hari pertama jadian, harusnya kan kita tuh seneng-seneng, Ra. Minimal pelukan, atau kalo mau ciuman juga gak apa-apa, eh lo malah sakit." Tangan kanan tetap di posisi menggenggam tangan Tara sedangkan yang kiri beralih untuk mengusap lembut rambut wanitanya.

Ia perhatikan terus wajah itu, cantik. Semuanya sempurna di mata Karel, tidak ada minus sama sekali. Setelah puas memandangi wajah kekasihnya, ia berdiri lalu mengecup singkat kening Tara.

"Cepet sembuh, Ra."

Baru akan duduk tiba-tiba pintu ruangan terbuka lalu muncul kedua orang tua Tara, Karel langsung berdiri kemudian menyalami keduanya. Tadi Karel kebingungan untuk menghubungi orang tua Tara, ponsel Tara terkunci dan Karel tidak punya nomornya.

Ia pun menghubungi Grace dan memberi kabar tentang keadaan Tara. Untungnya Grace ternyata punya nomor maminya Tara, langsung saja Karel memintanya lalu langsung mengabari beliau.

"Terimakasih kamu sudah bawa anak saya ke sini," ucap Satya-Papi Tara.

"Sama-sama, om."

Pintu kembali terbuka, menampilkan pemuda yang akhir-akhir ini tengah Karel perhatikan gerak-geriknya.

****

"Lo Tirta kan?" Ujar Karel memulai pembicaraan.

Yang di ajak bicara tidak menanggapi, ia malah fokus memakan makanannya. Karel terus memperhatikan pemuda di depannya ini, sangat santai.

"Gak usah basa-basi, langsung ke inti aja."

Sebenarnya Tirta sudah tau akan kemana arah pembicaraan mereka, tapi tak apa Tirta akan pura-pura tidak tahu, dan sepertinya sedikit mengerjai pemuda menyebalkan di depannya ini akan seru.

"Lo ada hubungan apa sebenernya sama cewek gue?"

"Cewek lo?"

"Gak usah pura-pura deh. Gue perhatiin lo sering juga anter jemput cewek gue."

"Cewek lo yang mana?"

"Tara."

Tara? Pacaran sama cowok ini? Tirta sampai terbatuk mendengarnya.

"Dia cewek lo?" Karel jelas melihat tatapan ketidaksukaan dari lawan bicaranya tersebut.

"Iya lah. Gue bilang ke lo ya, lo kalo mau anter jemput mending cari cewek lain aja deh jangan cewek gue, kayak gak ada cewek lain aja."

"Suka-suka gue lah. Mau gue anter jemput ke kampus atau pergi kemana pun ya terserah gue, dia juga oke-oke aja tuh. Lagian ya jauh sebelum lo sama dia kenal, gue udah deket duluan sama dia. Jadi lo gak ada hak larang-larang gue." Rasanya kepala Karel sudah mengeluarkan asap, emosinya sudah memuncak melihat senyum remeh yang Tirta tunjukan kepadanya.

"Gue ada hak. Dia pacar gue, sedangkan lo? Lo gak ada hubungan apa-apa sama dia." Karel menyeringai, tapi setelah melihat lawan bicaranya tertawa ia jadi mendatarkan lagi ekspresinya.

"Gak ada hubungan?" Tirta tertawa lagi.

"Yakin banget lo? Hubungan gue sama dia justru lebih deket daripada hubungan dia sama lo."

KATARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang