5❗

4.3K 549 33
                                    

Ni fanfic rame? Janji ga kaget? ga janji🫰

Mungkin ini akan sedikit sakit..." Ucap Felix.

Felix mendekatkan wajahnya ke arah leher [M/n].

"MMH-!" [M/n] langsung menggigit bibir bawahnya untuk menahan suaranya.

"Setidaknya nodanya sudah menghilang."

[M/n] sendiri mukanya udah merah abis pas natap ke Felix. Napasnya juga sedikit terengah-engah.

"Akuu ga suka kalau mereka menodaimu seperti itu." Felix memeluk [M/n] dengan erat.

Di sisi lain, dia mencari kesempatan, tangannya menyusup ke dalam baju [M/n] dan meraba-raba punggungnya.

"Ngh.."

[M/n] sebenarnya cukup menikmatinya. Kenapa [M/n] ga lawan Felix? Jelas karna Felix pujaan hatinya.

"Sekarang hanya begini. Lain waktu, silahkan persiapkan dirimu, [M/n]." Felix menyeringai lalu meninggalkan [M/n] yang masih terbaring di kasur kamarnya sendiri.

[M/n] terbengong beberapa menit.

"Apa-apaan tadi... Padahal dia udah katain itu beberapa kali." Detak jantungnya masih belum beraturan.

————————————

Saat ini [M/n] lagi menggabut di ruang kerja Claude.

"Bosan!" Rengeknya di sofa.

"Claude ga asik, padahal dulu kecil masih ikut-ikut aku ke mana-mana."

Claude melirik ke arah [M/n]. "Sekarang udah ga pengangguran." Ucapnya.

[M/n] yang ngerasa tersindir langsung berlari ke depan meja Claude. "Maksudmu aku pengangguran?! Orang yang gada kerjaannya?" Kesalnya.

"Iya, kendalikan emosimu." Claude melirik ke arah [M/n], reflek salfok ke sebuah tempat, di lehernya. Claude itu orangnya udah berpengalaman, dengan sekilas dia udah tau itu sebab penyebabnya.

Claude berdiri langsung memegang bagian leher [M/n] yang membuatnya merinding.

"Siapa?" Aura sekitar Claude langsung menggelap.

"A-Apa?!" [M/n] menepis tangan Claude dengan kuat, lalu kembali merapikan bagian kerahnya.

Claude langsung melirik ke tersangka utamanya, Felix.

Felix hanya senyum-senyum.

"Keluar." Ucap Claude.

[M/n] langsung geleng-geleng ke arah Felix dengan cepat.

Felix bingung harus memihak yang mana.

"Keluar." Perintah langsung dari Claude, Felix terpaksa menurutinya.

[M/n] hanya bisa menunduk melihat itu.

Saat Felix keluar, Claude langsung memegang bahu kanan [M/n] dengan tangannya.

"Kau gila? Belum umurnya kau melakukan hal seperti itu."

[M/n] ingin sekali membalas ga ngaca? Tapi apa dayanya yang mulai ciut.

"Kalau kau emang butuh teman untuk ini, ada aku." Claude menyeringai.

"Ha?" [M/n] reflek melihat ke arah Claude. Tapi tiba-tiba dia ter teleport ke kamarnya sendiri.

"Apa? Teman untuk ini?"

"Untuk apa?" [M/n] sama sekali ga ngerti maksud Claude.

Terdeteksi, Claude brocon

——————

"Athy suka menggambar?" Tanya [M/n] ke Athy yang lagi gambar sesuatu dengan crayon.

Saat ini lokasinya di istana Ruby.

"Iya! Athy suka gambar. Ini Lily, ini Felix, kalau yang ini kakak!" Athy memberikan sebuah gambar ke [M/n].

"Makasihh, Athy punya bakat menggambar!" Pujinya.

"Hehehe, Athy pengen gambar mama... Apa kakak tau gimana penampilan mama?"

[M/n] terdiam sebentar.

"Selama itu aku masih di akademi, jadi aku... Sama sekali ga kenal sama Diana." Ucap [M/n] sambil tersenyum, suaranya mengecil sedikit.

"Tapi kakak tau nama mama?" Athy mulai curiga.

"I-Itu karena Felix ada menulisnya di surat!" [M/n] dengan panik membantahnya.

"Kakak beneran gatau mama?" Athy terlihat kecewa.

[M/n] tentu saja merasa kasian, apa lagi mengingat keponakannya ini tumbuh tanpa sosok ibu.

[M/n] akhirnya membuat keputusan, lalu hela naaps berat.

"Baiklah, baiklah. Tapi jangan kasi tau siapa-siapa ya. Rambut Diana mirip seperti Athy... Matanya berwarna merah jambu, sangat cantik berkilauan." [M/n] sedikit merenung.

"Tadi kata kakak ga kenal mama? Tapi kenapa kelihatannya..."

"Sebenarnya dulu kakak dikenal sebagai pangeran yang nakal. Aku sering diam-diam pergi main keluar, sampai para pelayan dan pengawal panik."

'Di novel, [M/n] hanya diceritakan sekilas sih. Aku gatau ada hal seperti ini.' Pikir Athy.

"Saat main di desa, aku ga sengaja ketemu Diana di sana. Pendapat pertamaku, dia sangat cantik, untuk sementara aku merasa terhipnotis oleh matanya yang berkilauan itu."

"Bukannya kakak suka sama Felix dari dulu?" Tanya Athy yang merasa ini seperti adegan perselingkuhan.

"Dulu Felix sangat sulit didekati. Dengan tingkah-tingkahku dulu untuk cari perhatiannya, rasanya dia mulai risih. Saat bertemu Diana, aku sempat berpikir untuk menyerah mengejar Felix."

"...Apa kakak suka sama mama?" Athy sedikit syok.

"Maaf, maaf. Aku hanya menyukainya selama beberapa hari itu kok, setelah itu rasanya aku belum bisa menyerah untuk mencari perhatiannya Felix. Tapi berkat Diana aku jadi tau kalau perasaanku ke Felix itu ga main-main sih."

Athy hanya mengangguk-angguk.

'Siapa sangka.' Pikir Athy.

—————————

"Hari yang melelahkan." Ucap [M/n] saat udah kembali ke kamarnya.

Tiba-tiba tubuh [M/n] merasa panas.

"Ugh... Ini lagi.." gumam [M/n] yang membuka laci mejanya untuk mengambil obat.

"Setiap bulan pasti tubuh ini tiba-tiba panas. Merepotkan sekali, aku jadi harus membawa obatnya ke mana-mana..." [M/n] setelah minum 3 pil langsung merebahkan dirinya di kasur.

"Untung aja udah kembali ke kamar..."

Felix lope lope -[M/n]  { Felix X [Malereader] }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang