20🍓

2.1K 304 8
                                    

"[M/n], lu kembali dulu aja ke kamar." Ucap Simon.

[M/n] sendiri hanya menurutinya, karena memang hawanya tidak enak.

"Saya akan menceritakan secara singkat." –Kay.

"Sebelumnya, [M/n] juga pernah hilang ingatan seperti ini. Tapi kali ini berbeda, dulu dia ga ingat sama siapapun, bahkan menggila di sana sampai harus diikat dan memblokir sihirnya."

"Tapi syukurlah kami dapat membuat [M/n] ingatannya kembali seutuhnya. Setelah dia pulih, kami menanyakan siapa yang melakukan ini."

"Akhirnya dia menjawab Zevan."

Claude terbelalak kaget mendengar nama itu.

"Zevan selama inilah yang membuat kehidupan akademi [M/n] tidak tenang. Ia bukan orang akademi, tapi terus-terusan menyelinap ke dalam. Sebenarnya... [M/n] sudah berkali-kali terluka karenanya, kami juga tidak tau apa yang diinginkan pria itu."

"Bagaimana ciri-ciri Zevan?" Tanya Claude sekarang.

"Dia memiliki warna rambut lebih dominan hitam, tapi ada kemerahan di sana, dan memiliki warna mata abu-abu."

'Yang benar aja.'

————————————

[M/n] sekarang sedang berjalan sendirian di istana. Dia celingak-celinguk di sana, bingung harus ke mana karena memang dia diusir tanpa tujuan.


[M/n] berjalannya melihat kiri kanan tanpa melihat depan atas bawah. Sampai dia menabrak seseorang.

Duak.

"A-Anda baik-baik saja? Maaf atas kelancangan saya."

[M/n] menatap orang yang sedikit lebih tinggi darinya itu.

'Bocah Alphaeus? Anjir kok udah segede ini perasaan masih bocil, bukannya dia masih sekitar umur 17?'

[M/n] sedikit cengo melihatnya.

"Aku baik-baik saja..."

"Nama saya Izekiel Alphaeus, senang bertemu anda untuk kedua kalinya." Senyumnya.

'Lah? Kedua? Kapan? Di mana?'

[M/n] hanya cengar cengir karena lupa di mana mereka pernah bertemu. "Iya, kau juga habis pulang dari akademi juga ya? Bagaimana di sana?"

"Menurut saya itu tempat yang bagus, orangnya juga baik-baik semua. Saya sekarang hanya liburan semester, minggu depan saya kembali lagi ke akademi."

"Memang sangat sulit ya... Liburannya pun cuman sebentar saja." [M/n] sebagai alumni-nya mengerti itu, memang sangat sibuk dan menyulitkan di akademi.

Tiba-tiba [M/n] mengingat sesuatu.

Ternyata pertemuan mereka ada waktu Izekiel berusia sekitar 10 tahun, dia yang merekomendasikan Izekiel untuk masuk akademi itu.

'Yah itu kan udah lama, yakali aku bisa langsung ingat.'

Sebenarnya Izekiel sedikit kecewa karena dia masih belum lulus dan [M/n] udah lulus duluan. Lagian, tujuan dia masuk akademi ya itu...

"Saya mendengar anda kehilangan sebagian ingatan."

[M/n] terdiam sebentar. "Ya, be-begitulah."

"Tapi anda masih mengingat saya, ya? Saya merasa tersanjung."

"Untuk murid-murid di akademi aku sih masih bisa mengingatnya."

"Kalau begitu saya tidak menyesal sudah masuk akademi." Senyumnya yang membuat [M/n] tertegun sebentar, senyuman penuh maksud.

"Ha-hahaha." [M/n] tertawa canggung. "Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa ada di sini?"

"Hanya mengikuti ayah saya ke sini. lagipula, saya memang ingin bertemu anda."

"Benarkah? Mau ngobrol lebih lama?" Ajak [M/n] duluan. Jujur saja, [M/n] memang penasaran sama kehidupan akademi Izekiel sejak dia lulus, apakah Izekiel bakal jadi lulusan terbaik juga?

"Saya mau, tapi mungin lain kali. Saya merasa... Sebentar lagi saya akan diusir." Ucap Izekiel yang melihat ksatria rambut merah jalan dengan tatapan datarnya.

"Pangeran, sudah saatnya anda kembali ke kamar untuk istirahat." Ucap Felix tapi masih menatap dingin ke arah Izekiel yang tersenyum seperti biasanya.

[M/n] reflek sinis.

"Gamau." Ucapnya singkat.

"Anda harus banyak istirahat agar cepat sembuh."

"Aku ga sakit kok."

"Kata tuan Rovein benar. Anda harus banyak istirahat agar ingatannya cepat pulih." Kata Izekiel.

[M/n] hanya menunduk dengan muka yang kelihatan sedikit kesal.

"Yaudah deh karna Izekiel yang minta." Ucapnya.

Felix sepertinya sudah mulai kesal.

[M/n] berjalan melewati Izekiel lalu berbalik sebentar. "Ayo, kau ngapa–?"

Mulut [M/n] tiba-tiba gabisa dibuka, dia langsung panik.

"Iya. Ayo kembali ke kamar anda." Ucap Felix dengan sedikit urat di lehernya karena menahan amarah.

Felix menarik lengan [M/n] dengan kasar untuk menuntunnya kembali ke kamar.

"Tuan Rovein, anda harus menjaga sikap." Ucap Izekiel pelan tanpa berniat menghentikan Felix, karna dia emang bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Felix.

Setelah agak jauhan, akhirnya [M/n] bisa berbicara setelah berteriak cukup lama dengan suaranya.

"A-Apa-apaan kau?!" [M/n] langsung menghempaskan tangan Felix dari lengannya lalu jaga jarak.

Felix mukanya masih datar, lalu berjalan perlahan mendekati [M/n].

[M/n] bergidik ngeri. Ia mundur sampai buntu

"Walaupun anda sedang hilang ingatan, saya tidak akan bertoleransi dengan itu." Felix langsung memojokkan [M/n] di dinding lorong kerajaan yang sepi itu.

Mereka benar-benar dekat sekarang.

"Memangnya kau siapa? Bisa bersikap seenaknya seperti ini." Ucap [M/n] yang menatap tajam ke mata Felix.

"Saya?" Felix sedikit menyeringai lalu mendekat ke arah telinga [M/n]. "Kekasih anda." Bisiknya tepat di telinga [M/n] lalu sedikit menggigitnya pelan.

[M/n] mukanya emang udah merah daritadi, sekarang malah makin merah, mungkin kepalanya bisa keluar asap seperti di kartun-kartun.

Felix melihat itu merasa sedikit puas, lalu berjalan mendahului [M/n].

[M/n] terbengong sebentar, lalu meleyot, dia terduduk di lantai sambil melihat kepergian Felix yang semakin jauh.

'Apa aku sedikit keterlaluan tadi?' Pikir [M/n].

Felix lope lope -[M/n]  { Felix X [Malereader] }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang