[M/n] seperti biasa diam di kamarnya baca buku.
Ia masih menunggu kawan-kawannya untuk comeback ke kamarnya.
Lalu tiba-tiba pria berambut hitam muncul di kursi depannya. [M/n] hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus ke buku.
"Oh, udah balik, tumben cepat."
"Iya, kemarin. Tadi aku udah dengar cerita tuan putri, katanya pangeran kita ini kehilangan ingatannya?"
[M/n] hanya diam tidak menjawabnya.
"Mau sampai kapan kau bermain peran seperti ini?" Tanya Lucas yang terlihat tidak peduli.
"Sampai aku puas."
"1 Obelia heboh dibuatmu. Tapi kenyataannya malah hanya berpura-pura, kalau ketahuan mampus aja sih."
"Aku tidak sepenuhnya berakting. Niatku memang ingin pergi dari Obelia."
"Hm? Kau memang sulit dimengerti. Mungkin karena itu aku menyukainya." Ucap Lucas lalu menghilang.
"Sepertinya kau bersenang-senang ya, [M/n]." Seseorang kembali muncul setelah Lucas pergi.
"Kau tidak melupakan janji kita, kan? Nyawa kakakmu dan dia masih berada di tanganku~"
"Aku tau. Aku akan melakukan yang kau minta, bersabarlah sedikit."
"Hahahaha, aku tidak sabar melihat kehancurannya." Lalu ia menghilang.
"Ck. Kenapa orang-orang seenaknya datang dan pergi dari kamarku? Tidak sopan."
"[M/n]!!" Teriak Kay yang mendobrak pintu kamarnya.
'Lagi...' [M/n] segera mengatur ekspresinya.
"Maaf ya, kami tadi terpaksa menceritakan tentang Zevan. Lagian kan salahmu juga ceplas ceplos." –Kay.
"Gapapa si, lagiankan Zevan ga ganggu gua lagi, udah lama juga ga lihat dia." Ucap [M/n] sembari tersenyum.
"Dibanding itu, gimana tadi? Dia izinin ga buat pergi?"
Mereka menggeleng bersamaan. "Kakakmu itu terlalu keras kepala, susah."
[M/n] hela napas pelan, dia menatap mata Kay, lalu memegang dagunya dan tersenyum simpul. "Kay, bantu gue pergi dari sini ya?" Mata [M/n] menyala seakan menghipnotis orang yang di depannya ini.
Kay terdiam di sana.
Alaric melihat itu reflek memegang pergelangan tangan [M/n] yang sedang berada di dagu Kay.
[M/n] sedikit meringis walaupun rasanya tidak sakit.
"Ma-Maaf, reflek." Ucap Alaric yang sepertinya juga terkejut.
[M/n] langsung memegang pergelangan tangannya itu.
Kay masih terlamun di sana.
"Tanganmu ga luka kan?" Tanya Simon sekarang yang buru-buru samperin [M/n].
[M/n] tersenyum sedikit. "Gapapa kok, hanya merah dikit." Sepertinya [M/n] sedikit mengdrama, aslinya mah ga sakit cuman merah doang tangannya.
Simon memegang tangan [M/n]. "Apanya yang merah? Udah memar ini."
"Apa maksud lu tiba-tiba cengkram tangan dia?" Tanya Simon sepertinya amarahnya udah meluap-luap.
"Kan gua ga sengaja, memar gitu Kay juga bisa bantu sembuhin."
"Emang bisa disembuhin, tapi bisa-bisanya lu ngelukain temen sendiri. Ga habis pikir gua."
[M/n] diam-diam tersenyum tipis. Sebenarnya pergelangan tangannya awalnya gapapa, cuman dia cengkram sendiri sampe memar tadinya saat ada kesempatan, dan berakhir Alaric yang disalahkan.
Daripada ladenin Simon, dia memilih menoleh ke Kay. "Oi, lu gapapa, kan?" Tanya dia.
Kay yang dari tadi melamun akhirnya sadar, jantungnya berdegup kencang. 'Apa-apaan? Tadi gua gabisa ngerasain apa-apa seakan tubuh gua melayang.' Kagetnya yang menoleh ke arah [M/n].
"Lu ga denger gua?!" Simon kelihatan mulai emosi gegara Alaric mencuekin dirinya.
"Gua juga udah minta maaf! Lu mau nya apa si?!" Alaric kelihatan juga udah mulai kepancing.
Kay langsung melerainya.
"Udah, udah. [M/n], mengenai pertanyaan lu tadi. Maaf, gue gabisa bantu. Gimanapun kakak kandung lu itu ga setuju sama ini, kalo kata gue mending lu diam di sini aja."
[M/n] hanya mendecih pelan. "Yaudah kalo gamau, gue sendiri aja." Ucapnya.
"Woi lu di sini aja cok, usah kemana-mana. Lu kan gapunya tujuan sama ingatan." Alaric langsung mencegahnya.
"Siapa bilang gue gapunya tujuan? Gue ada tujuan sendiri, makanya mau pergi dari sini."
"Lu kalo hilang nanti kami yang disalahin." Ucap Alaric lagi.
[M/n] akhirnya mengangkat pergelangan tangannya. "Memangnya ini gegara siapa? Bisa aja gue ngadu ke Raja yang disebut kakak gue."
Alaric reflek terdiam.
"Gue tau lu punya dendam, tapi ga gini juga kali." Ucap [M/n] lagi, dia seakan-akan mau memojokkan temannya itu.
"Udahlah, malas gue debat sama kalian, hidup gue, gue yang urus." [M/n] akhirnya pergi dari kamarnya.
"Ini salah lu Ric. Lagian ngapain lu tiba-tiba nyerang dia?" Ucap Simon yang hanya bisa pasrah liat [M/n] seperti ngambek gitu.
"Namanya juga reflek, tadi matanya ngeri bet. Lu juga ngerasain kan, Kay?"
"Iya sih, tadi gue sempet kehipnotis bentar rasanya... Aneh, ini ga mirip sama [M/n] sama sekali, apa hilang ingatannya juga berpengaruh?"
"Auranya juga beda woi..." Alaric mulai ngeri sendiri.
"Usah lu ucapin yang macem-macem, ingatannya kalo balik juga balik semua kek semula sifatnya, sekarang fokus balikin ingatannya aja." –Simon.
"Siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Felix lope lope -[M/n] { Felix X [Malereader] }
Literatura FaktuEND Saudara dengan Claude, dan jatuh cinta dengan Felix di pandangan pertama~~ kerjaannya tiap hari hanya gangguin Felix dan berusaha membuat Felix tertarik dengan dirinya. Di sini seorang [M/n] ingin menjadi TOP, tapi malah menjadi seorang BOT keti...