"Pasang sabuk pengamanmu!" titah Dewa saat mereka berdua berasa di mobil."Kita ke arah mana ini?" tanyanya setelah mendengar suara klik dari sabuk pengaman Gendhis.
"Ke arah selatan, Mas."
"Oke."
Mobil meluncur membelah jalanan. Seperti biasa menjelang sore banyak kendaraan mulai memadati jalan, hingga kemacetan tak bisa dihindarkan.
"Robi bilang kamu sudah melepas UMKM yang kamu pegang?" Dewa menoleh sekilas lalu kembali fokus mengemudi.
"Iya, Mas. Sudah saya serahkan ke yang lain."
"Kenapa?"
"Saya khawatir tidak bisa membagi waktu saja, tapi saya tetap mengontrol sebulan sekali."
Dewa mengangguk paham.
"Jadi sekarang seluruh waktumu untuk restoran?"
"Iya, Mas."
"Kokinya? Kamu?"
Tersenyum tipis, Gendhis menggeleng. Dia lalu menjelaskan jika bagian dapur ada sendiri, sementara untuk quality control ibu dan dia yang pegang.
"Karena Ibu ingin mempertahankan resep aslinya, jadi tetap ditonjolkan originalitas setiap resepnya."
Kembali dia mengangguk paham. Suasana mobil kembali senyap. Gendhis menarik napas perlahan lalu menatap ke luar jendela. Sedangkan Dewa lebih fokus menyetir. Hingga tiba di pertigaan.
"Kita belok mana?"
"Kiri, Mas. Kira-kira seratus meter dari sini kita sudah sampai."
"Oke!"
Jalanan menuju restoran Gendhis juga cukup macet, itu karena memang lokasi sekitar restoran tersebut ada banyak kantor.
"Kamu cari lokasi ini sendiri?" tanya Dewa yang terlihat penasaran.
"Mas Rega. Saya sempat dihubungi Mas Rega waktu itu."
Dewa menoleh mendengar nama Rega.
"Rega? Kamu bilang kamu dihubungi?"
"Iya, Mas. Jadi saya pernah bicara ke Mas Rega tentang impian saya. Waktu itu Mas Rega menyambut baik dan berjanji akan membantu mewujudkannya. Sampai suatu ketika Mas Rega menemukan lokasi ini. Seperti itulah kurang lebih ceritanya."
Dewa menarik napas dalam-dalam. Lagi dan lagi dia merasakan gejolak cemburu yang membara.
Cemburu saat Gendhis bercerita tentang bagaimana Rega memperhatikan perempuan di sampingnya itu. Cemburu saat Gendhis menyebut nama pria yang benar-benar membuat dirinya tak bisa berbuat banyak terlebih ketika Gendhis memutuskan untuk bertunangan dengannya.
"Lalu? Apa Rega nggak marah kalau tahu kamu bersamaku sekarang?"
Bibir Gendhis menyungging senyum.
"Kenapa harus marah?"
"Iya sebagai pria dia pasti tidak suka kalau ... istrinya berada satu mobil dengan ...."
"Istri?" potong Gendhis.
Dewa mengangguk. "Iya. Kamu."
"Saya tidak pernah menikah dengan Mas Rega, dan saya bukan istri dari siapa pun."
Kening Dewa berkerut mendengar penuturan Gendhis. Tentu saja clue dari Dila tadi berputar-putar di kepalanya, meski tadi dia belum yakin, tetapi apa yang dikatakan Gendhis membuat hati kecilnya bersorak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setidaknya Kita (Sempat) Bersama (Sudah Terbit Ebook)
Aktuelle LiteraturMemiliki trauma terhadap pria membuat Gendhis berusaha menutup hatinya meski sang ibu menginginkan agar Gendhis segera memiliki kekasih. Sang ayah yang meninggalkan dia, kakak dan ibunya begitu saja telah menorehkan luka di hatinya. Namun, hati tet...