SKSB 36

644 146 17
                                    

Mata Gendhis  terlihat berkaca-kaca. Tak disangka jika perasaannya semakin dalam justru disaat dia ingin benar-benar melepaskan. Menyibukkan diri dengan segudang pekerjaan dan aktivitas bisa mengalihkan pikirannya, tetapi hanya sesaat. Perasaan rindu itu kembali muncul ketika dia sendiri di kamar.

"Aku nggak bisa kayak gini terus, 'kan, Dila?"

Dila, teman kerjanya adalah satu-satunya orang yang bisa dia percaya saat ini. Pekan ini dia sengaja meluangkan waktu untuk pulang bertemu ibunya dan Rezky. Selain melepas rindu dengan kedua orang yang paling dia cintai, Gendhis juga menyempatkan diri bertemu Dila. Mereka janjian di sebuah restoran cepat saji malam itu.

"Aku capek, Dila. Aku capek dengan perasaanku sendiri."

"Ibumu gimana?"

"Ibu nggak tahu, beliau pikir aku sudah bisa lepaskan perasaan itu dan ...."

"Dan?"

"Beliau punya kesimpulan kalau aku punya hubungan istimewa dengan Mas Rega."

Dila menyesap smoothies-nya. Dia tahu tidak mudah bagi Gendhis untuk bisa melupakan dan menghapus rasa yang tumbuh untuk Dewa, tapi dia juga tidak ingin jika rekannya itu menjadi duri dalam hubungan orang lain.

"Dis."

"Heum?"

"Kenapa kamu nggak mencoba membuka hati untuk Mas Rega?"

Gendhis menoleh.

"Kamu sendiri yang bilang Mas Rega baik, dia juga sangat perhatian padamu dan ... kupikir dia juga nggak kalah ganteng sama Pak Dewa," tuturnya sembari menarik turunkan alisnya mencoba menggoda rekannya.

Tak menyahut, Gendhis hanya tersenyum tipis. Rega memang baik, dia juga perhatian dan dengan cepat sukses mendapatkan simpati dari ibunya juga Rezki. 

Akan tetapi, entah kenapa sulit baginya mengubur rasa yang masih melekat untuk Dewa, meski dirinya terus berusaha. 

"Kenapa, Dis? Atau kamu memang tidak bisa lepas dari bayangan Pak Dewa?"

"Nggak. Justru aku ingin lepas dari itu." Dia diam sejenak lalu mengambil napas dalam-dalam. "Dila."

"Ya?"

"Apa aku bisa mencintai Mas Rega?" tanyanya lirih.

"Maksud kamu?"

"Iya, apa aku bisa memberikan perasaan seperti apa yang dia berikan ke aku?"

Kening Dila berkerut. Dengan mata menyipit dia memajukan tubuhnya lebih dekat menghadap ke Gendhis.

"Wait! Apa Rega sudah mengatakan kalau dia mencintaimu?"

Gendhis mengangguk samar. Kemarin dalam perjalanan pulang, ada hal yang sama sekali tidak pernah dia duga. Rega mengajak mampir ke sebuah restoran. Mereka berdua duduk menikmati makan siang dan saling bertukar cerita. 

Di sana, pria berkulit bersih itu mengutarakan apa yang ada di hatinya.

"Dis."

"Ya, Mas?"

"Aku boleh bilang sesuatu?"

"Boleh, bilang apa, Mas?"

"Kalau aku serius gimana?"

"Serius, maksudnya?"

Rega tersenyum, pria di sebelahnya itu terlihat sedikit tegang meski sama sekali tak mengurangi ketampanan di parasnya.

"Aku tahu semua ceritamu, tapi nggak ada salahnya, 'kan kalau aku mencoba mengatakan ini?"

"Mas Rega mau bicara apa? Jangan bikin saya bingung deh."

Setidaknya Kita (Sempat) Bersama (Sudah Terbit Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang