write on my heart
.
.
.GADIS itu bangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Ia memimpikan banyak hal buruk semalam. Ia bermimpi kekasihnya meninggal padahal mereka baru saja menghabiskan waktu bersama. Dari seluruh mimpinya, ini mimpi paling buruk yang pernah ia punya.
Neiva terperanjat ketika pintu kamarnya diketuk. Sebuah ketukan yang setiap hari membangunkannya pagi-pagi. Parah, ia bangun kesiangan hari ini dan belum menyiapkan sarapan untuk ayahnya yang hendak berangkat kerja!
Cepat-cepat, ia membuka pintu itu. Ayahnya berdiri di sana, dengan setelan kemeja dan celana hitam, membuat pria itu lebih gagah dari biasanya. Wajah lelaki itu tidak menunjukkan raut senang, memperkuat keyakinan Neiva kalau laki-laki itu kesal karena ia bangun kesiangan.
Pria itu kemudian bertanya, "Neiva belum siap-siap?"
Gadis itu menggeleng. "Aku minta maaf ya, Ayah. Aku bangun kesiangan nggak sempat bikin sarapan," katanya dengan menyesal. Yang diajak bicara hanya diam, memperhatikan anak gadisnya yang terlihat kacau. Gadis itu kemudian melanjutkan, "Aku tahu Ayah nggak bakal terima alesan ini tapi semalem Neiva abis mimpi buruk, Ayah."
Surya masih menggeleng. Ia yakin anaknya sekarang benar-benar sedang stres berat. Anak itu tidak mandi malam kemarin, masih memakai pakaian yang sudah kusut, rambutnya acak-acakan, wajahnya penuh dengan bekas air mata. Bahkan Surya cukup syok karena mata Neiva benar-benar sangat bengkak sekarang.
"Neiva siap-siap sekarang, ya. Ayah tungguin."
"Kita mau ke mana, Ayah?" tanya anak itu dengan tatapan polos.
"Mau ke rumah Sadam. Kamu nggak mau ikut?" tanya ayahnya dengan suara bergetar.
Dalam bengkak matanya, Neiva berbinar. Senyumnya mengembang lebar. Mimpinya semalam itu ... seharusnya ia tahu kalau itu tidak berarti apa-apa. Buktinya sekarang ayahnya mengajaknya ke rumah Sadam, menemui lelaki itu. "Oh iya, semalem nggak jadi ke rumah Tante Feli. Itu kenapa ya gara-gara aku ketiduran ya?"
Surya hanya mengangguk, tidak mau anaknya berceloteh terlalu lama. Sambil menunggu Neiva mandi dan bersiap, Surya menyiapkan kue yang telah disiapkan Neiva dan Sadam kemarin, yang mereka taruh di kulkas. Ia juga membawa kotak hampers yang belum sempat diberikan kepada Felicia dan Ingga karena acara mereka batal semalam.
Selain makanan-makanan itu, Surya juga membereskan barang-barang milik Sadam yang tertinggal di rumahnya. Anak itu membawa sebuah tas, berisi baju yang hendak ia gunakan semalam untuk acara ulang tahun pernikahan orang tuanya. Namun, anak itu malah meninggalkannya di sini. Di sofa ruang tamunya.
Selesai bersiap, Neiva menghampiri ayahnya yang menunggu di ruang tamu. Gadis itu tampak lebih segar dari sebelumnya, membuat Surya merasa sedikit lebih baik, namun juga iba. Gadis itu bahkan tidak tahu hari ini mereka datang ke rumah Sadam untuk apa. Anak itu justru kini memakai dress berwarna hitam putih yang tidak cocok untuk ia pakai hari ini.
"Neiva ganti bajunya, ya, Sayang. Ada baju yang lebih panjang? Kalo bisa Neiva ambil kerudung," nasihat ayahnya.
Gadis itu hanya mengerutkan dahi. "Kemarin Sadam mau aku pake ini. Acaranya ganti jadi pengajian ya, Ayah? Kalo gitu aku ganti baju dulu."
Tanpa menunggu lama, anak itu ganti menggunakan gamis berwarna hitam panjang yang ia punya. Neiva juga memakai selendang untuk menutupi kepalanya karena ia tidak terbiasa berkerudung. Merasa penampilan Neiva sudah jauh lebih baik, Surya akhirnya mengajak anak itu untuk berangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Write the Stars
Teen Fiction[13+] Di buku catatannya, Neiva dengan tanpa beban melukis garis-garis perjalanan hidupnya untuk masa depan. Rencana yang matang, otak yang gemilang, ayah yang mendukung, meyakinkan bahwa dirinya mampu mengalami garis-garis nasib yang ia buat sendir...