bagian 25 | write the disaster

38 5 0
                                    

write the disaster
.
.
.

SEBETULNYA, Neiva awalnya sedikit kasihan dengan Gilar yang tiba-tiba seperti anak pungut di antara mereka berempat. Kakak kelasnya itu tidak jadi pulang, justru sekarang duduk di kursi depan bersama Randi yang sedang menyetir, sementara Neiva dan Nadia hanya memperhatikan interaksi mereka dari belakang yang entah kenapa tiba-tiba bisa langsung seakrab itu. Jika dipikir-pikir, masing-masing dari mereka memang social butterfly jadi mau tidak mau Neiva dan Nadia harus mengakui kalau keakraban mereka sekarang adalah hal yang wajar.

"Lo mau daftar di mana abis lulus, Ran?" tanya Gilar penasaran.

"Mau di FTMD ITB kalo lolos. Kalo nggak lolos ya, paling ambil Teknik Mesin di kampus lain. Lo gimana, Lar?" tanya cowok itu balik.

"Gue rencananya mau masuk kedokteran. Bunda gue dokter juga soalnya. Nggak tahu jadi tertarik aja buat mengikuti jejak beliau," katanya.

"Lo half blood atau pure blood berarti, Kak?" tanya Nadia iseng, membuat Neiva melirik sepupunya dengan lirikan tajam. Sebenarnya istilah half blood, pure blood, dan muggle ini mereka dapatkan dari film Harry Potter, di mana merupakan klasifikasi anak-anak di Hogwarts berdasarkan keturunan. Di lingkungan mahasiswa kedokteran, biasanya istilah ini dipakai dengan tujuan yang sama. Pure blood biasanya untuk anak yang kedua orang tuanya memang sama-sama dokter, half blood hanya salah satu, sedangkan muggle merupakan anak yang tidak berasal dari latar belakang kedokteran sama sekali.

Masalahnya Nadia jadi membicarakan orang tua dan masalahnya lagi.... ayahnya Gilar kan sudah meninggal.....

"Half blood."

"Kenapa lo ngikutin nyokap lo, bukan bokap lo? Biasanya cowok-cowok seringnya ngikut bokap," tanya Nadia lagi, iseng. Kali ini Neiva bukan hanya memberikan lirikan tajam, namun juga mencubit lengan sepupunya itu karena bertanya macam-macam.

Gilar menoleh ke belakang, melihat Nadia yang masih nyengir tanpa rasa berdosa. "Ngikutin bokap gue? Jadi umbi?" balasnya dengan bertanya balik.

"EH ANJRIT GILAR!"

Karena terkejut, Randi mengerem mobilnya mendadak, membuat seisi mobil terhuyung ke depan. Untungnya, kondisi jalanan tidak dalam waktu-waktu ramai, sehingga aksi mereka tidak mendapatkan teguran ataupun menyebabkan kecelakaan. Neiva di tempatnya mendadak gemetar, tidak merasa nyaman dengan situasi ini. Untung gue masih selamat. Untung nggak kenapa-kenapa.

"Sorry, Kak, kalo pertanyaan gue kurang ajar," ujar Nadia merasa sedikit bersalah.

Randi kembali melakukan mobilnya, kali ini lebih berhati-hati karena ia membawa anak orang di dalamnya.

"Santai. Lo sendiri, mau lanjut ke mana abis ini, Nad?" tanya Gilar ramah.

Yang ditanya hanya menatap sepupunya, meminta dicarikan ide karena sebetulnya ia sendiri tidak punya cita-cita yang terarah. Ia hanya suka menjalani kehidupan yang normal, berorientasi pada masa sekarang, dan tidak perlu susah memikirkan masa depan. Nadia tidak tahu apa cita-citanya dan ingin masuk ke mana setelah lulus SMA.

"Nadia mah, nggak usah ditanya. Dia lulus SMA mau langsung nikah katanya!" sahut Randi dengan asal. Masih memfokuskan pandangannya ke jalan raya, Randi kembali bertanya, "Btw kan lo tuh kelas 12, Neiva baru kelas 10. Kalian kenal dari mana deh? Dulu waktu SMP satu sekolah?"

Write the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang