bagian 8 | write her number

67 10 0
                                    

write her number
.
.
.

SEPULANG dari pasar malam, Neiva bergegas lari ke kamarnya. Ada beberapa alasan yang membuatnya bertingkah demikian. Pertama, ia tak mau lama-lama melihat Sadam. Sejak turun dari bianglala, Neiva berusaha mati-matian untuk menghilangkan perasaan gelisah yang hadir tiba-tiba. Jantungnya bergemuruh . Pipinya memanas. Otaknya tidak bisa berpikir dan percaya kalau hari ini akan tiba. Kedua, ia yakin Surya menyadari ada aura berbeda antara ketika berangkat dengan pulang. Saat berangkat, baik Neiva atau Sadam sama-sama antusias menanggapi obrolan Surya, sedangkan ketika pulang, Neiva benar-benar kehilangan fokus juga semangat. Ketiga, Neiva memang ingin langsung beristirahat.

Perempuan itu membuka lemari besar di sudut kamar. Ia menarik kursi belajarnya, naik ke sana, dan mulai mencari di bagian dalam atas lemari. Tangannya meraba-raba tumpukan dokumen penting yang ada di sana. Ijazah, akta kelahiran, album foto, serta piagam-piagam penghargaan yang tak ia pajang menghalangi tangannya mencari sesuatu yang selama ini menggariskan nasib Neiva. Baru ketika semua dokumen itu ia keluarkan, sebuah buku catatan milik ibunya ia temukan.

Neiva mengambil buku itu dan meletakkan kembali dokumen-dokumen yang ia keluarkan ke tempatnya semula. Setelahnya, ia mulai membuka buku itu. Sudah lama tak ia buka sebab Iv cukup hafal poin-poin penting isinya. Terakhir ia membuka adalah saat sehari sebelum dirinya menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Peserta Didik Baru (MPLSPDB). Kurang lebih empat bulan yang lalu.

Neiva memperhatikan catatan di buku itu. Sebenarnya buku itu berisi pesan-pesan mendiang ibunya kepadanya. Neiva ingin memastikan apakah ada pesan terkait menjalin asmara dengan orang lain. Sebab, sejak dulu Neiva tak pernah berpikir sampai ke sana. Sewaktu SMP dulu, ada seseorang yang mengajak Neiva berpacaran dan berujung mendengarkan ceramah panjang lebar dari ayahnya. Neiva pikir, ketika SMA, mungkin sudah berbeda. Neiva sudah cukup tahu mengenai hal-hal berkaitan asmara di lingkungannya.

Tidak perlu waktu lama bagi Neiva untuk menyusuri buku tebal itu. Catatan itu ia temukan. Soal asmara.

Neiva, anakku. Kelak kamu akan tumbuh dan menjadi gadis manis dan pintar. Ibu yakin, ayah didik dan jaga Neiva sangat baik, merawat Neiva sampai akhirnya Neiva tumbuh menjadi dewasa.

Saat beranjak dewasa, Neiva akan mengalami sebuah proses bernama jatuh cinta. Neiva mungkin berminat untuk menjalin hubungan asmara. It's okay karena itu normal dan wajar, Nak. Lagipula siapa yang nggak tertarik sama Neiva? Putri cantik ibu.

Ibu cuma ingin berpesan. Untuk menjalin cinta dengan orang lain, pastikan hati Neiva nggak ada keraguan. Hati Neiva harus yakin kalau sama orang itu Neiva akan baik-baik aja. Neiva harus yakin kalau kalian bisa bahagia bersama dan saling menemani waktu lagi berduka. Seperti Ibu dan Ayah. Nggak boleh ada kekerasan dan penghianatan.

Kelak kalau Neiva sudah mulai jatuh cinta, ingat itu. Tapi, Ibu juga berpesan, meskipun hatinya yakin, Neiva juga harus melibatkan pikiran, ya? Kita nggak pernah tahu hal buruk apa yang terjadi. Seperti nanti, waktu Ibu meninggalkan Ayah dan Neiva. Neiva tetap harus berfikir logis dan rasional karena kalau Neiva mau tahu, cinta itu bisa membuat manusia buta. Buta hati, ataupun pikiran. Jadi, Neiva tetap harus melibatkan pikiran Neiva, okay?

Selamat jatuh cinta, Neiva anakku. Ibu selalu mencintai Neiva.

Membalik beberapa halaman, Neiva menemukan sebuah daftar tanpa tabel. Hanya ada beberapa.

1. Nilai bagus, semoga nggak sampe turun, punya prestasi di sekolah
2. Ikut sepuluh besar paralel di sekolah.
3. Have a relationship with someone
4. Belajar naik motor pas udah bikin KTP.
5. Nilai akhir di atas 90 ;)
6. Lolos SNMPTN atau SBMPTN. Biar nggak terlalu nyusahin Ayah.
7. Masuk prodi psikologi UNPAD
8. Ikut lomba dan menang
.
.
.
dan seterusnya.

Write the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang