bagian 34 | write the good times

6 1 0
                                    

write the good times

Saat bel istirahat mirip bunyi bel di stasiun itu berbunyi di speaker sekolah, dan Pak Josep sebagai guru Pendidikan Pancasila bersiap meninggalkan ruang kelas, Neiva ancang-ancang mengambil kotak bekalnya di dalam tas bekal yang ia simpan di laci. Remaja perempuan itu memastikan kotak bekal dua tingkatnya itu aman berikut isinya yang ia taruh nasi, ikan kembung goreng, sayur brokoli+wortel, dan buah anggur. Neiva juga menaruh potongan-potongan coklat sebagai snack, membuatnya merasa kotak bekalnya sekarang seperti milik anak seleb-seleb terkenal yang dibagikan di dunia maya. Bedanya, Gilar tidak mau minuman macam-macam karena anak itu bersikeras minum air putih yang ia bawa sendiri.

Gadis itu keluar dari kelasnya bersama dengan anak-anak lain yang punya tujuan sendiri, termasuk dirinya. Sejak kesepakatan awal mereka, Neiva dan Gilar akan bertukar bekal di area UKS yang merupakan titik tengah antara kelas mereka. Aksi itu terkesan seperti transaksi gelap barang mencurigakan, padahal mereka hanya bertukar kotak bekal.

"Harus abis! Ngga mau tahu!" ujar Neiva sembari menyerahkan kotak bekalnya.

Kotak bekal berwarna biru yang berada di tangan Gilar, kini bertukar tempat dengan sebuah kotak bekal bergambar little pony merah muda. Lelaki itu mengecek isinya, cukup banyak untuk porsi makannya sendiri. "Lo kalo ngasih bekel jangan banyak-banyak, Neivaaaa!"

"Kak, lo tuh udah ada jam tambahan sekarang jadi harus makan yang banyak!" balas Neiva tak mau kalah sambil mengecek apa yang Gilar bawakan untuknya. Sekotak mi goreng kaku rasa sambal matah, telur goreng dan sambal matah asli, serta beberapa potong brokoli rebus. Neiva tersenyum, susah payah ia bertukar bekal, tetap saja dapat brokoli lagi.

"Selamat makan, Neiva. Indomie sambal matah sesuai request dari lo," ujar Gilar dengan senyum selebar mungkin.

"By the way, buat besok tuh kan acaranya jam 6. Lo mau balik dulu atau dari sekolah langsung ke Kedai Patjarmerah?" tanya Neiva sebelum pergi.  "Gue kayaknya balik dulu soalnya gaada ekskul pramuka besok. Kita mau ketemu di mana?"

"Gue samperin ke rumah lo aja besok jam 4. Gimana?"

Neiva mengangguk setuju. "Naik bis aja, lo jangan nyetir sendiri."

***

Menuruti keinginan Neiva, jam 4 sore Gilar sudah berada di rumah perempuan itu setelah melalui perjalanannya dengan bis. Ia memasang estimasi menunggu dan lama perjalanan ke tempat event tersebut dua jam. Jika nantinya mereka datang terlalu cepat, setidaknya mereka bisa jalan-jalan ke tempat lain dulu untuk menunggu waktu sampai acara tersebut dimulai.

Ia sama sekali tidak melihat Surya hari ini, barangkali karena pria itu masih bekerja. Namun, Gilar sudah memastikan kalau Neiva boleh ia bawa pergi sore ini dan berjanji tidak akan pulang terlambat. Surya bahkan mengancam Gilar menyeretnya keliling kompleks jika anak laki-laki itu ingkar janji. Kalau saja pria itu tidak bekerja, mungkin ia akan dengan senang hati menawarkan diri mengantar dua anak remaja itu seperti yang telah ia lakukan sebelum-sebelumnya.

Gilar baru duduk sebentar di teras saat Neiva membuka pintu rumahnya. Perempuan itu keluar dengan riasan tipis dan setelan blouse biru oversize dengan celana jins panjang. Anak itu juga membawa sling bag putih yang tampak familiar di mata Gilar--karena Neiva memang sering membawanya.

Demi Tuhan, Neiva tidak memakai macam-macam tapi rasanya ia ingin terus memandangi perempuan itu lagi dan lagi.

"Udah nyampe dari tadi, ya?" tanya Neiva, sedikit takut membuat kakak kelasnya itu menunggu lama.

Write the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang