write the plan
KELAS ini masih sama. Suasananya masih sama, isinya anak-anak yang rajin membuka buku meskipun ini hari pertama masuk sekolah. Buku-buku tebal untuk persiapan UTBK menjadi pemandangan yang tak terlihat asing sejak semester kemarin. Orang-orang yang biasanya berangkat menjelang bel masuk sudah duduk di kursi masing-masing. Barisan yang selalu absen salat jumat bahkan sekarang selalu ke masjid sekolah setiap jam istirahat pertama untuk salat duha dan mengaji. Katanya, kelas 12 adalah masa-masa semua orang mendadak bertaubat dan setelah mengalaminya, Gilar percaya itu.
Laki-laki itu meletakkan tasnya di sebelah Azka, tempat biasa ia duduk. Sama halnya dengan beberapa temannya di kelas, Azka sedang berlatih mengerjakan soal-soal--meskipun ia yakin nilai rapornya baik dan masuk eligible untuk SNBP, ia tetap harus mempersiapkan diri dibanding menyesal nantinya. Menyadari teman sebangkunya sejak kelas 10 sudah datang, Azka mengambil sesuatu di laci mejanya. Sebuah paperbag yang Gilar yakini adalah oleh-oleh.
"Dari Mbak Rahayu, titip salam juga buat Tante Tania katanya," ujarnya sambil memberikan paperbag itu kepada Gilar.
Rahayu adalah kakak sulung Azka sekaligus Ibu Romi yang jarang terlihat karena sibuk bekerja sebagai pramugari dan jarang pulang. Ayahnya sama sibuknya sehingga Romi ditinggal di rumah sang Kakek agar lebih terawat. Setahu Gilar, saat libur tahun baru kemarin, orang tua Romi akhirnya mendapat cuti dan bisa berlibur bersama anaknya barang 2 hingga 3 hari. Mungkin, paperbag ini hasil oleh-oleh dari mereka mengingat Gilar belum bertemu Romi lagi sejak mereka ke rumah Neiva bersama.
"Makasih, lho! Nanti gue sampein ke Bunda." Tanpa mengecek isinya, Gilar menaruh paperbag itu di laci agar tak menimbulkan tanda tanya dari teman-temannya. Ia lantas membuka ponsel, mengabari ibunya kalau ia sudah sampai di sekolah sekaligus mengirim gambar oleh-oleh yang baru saja dia dapatkan dari Azka.
Kini, Gilar bisa melihat muka teman sebangkunya itu berubah. Laki-laki itu menyipitkan matanya sambil tersenyum tengil, membuat Gilar bertanya-tanya setan apa gerangan yang mengganggu anak ini pagi-pagi.
"Gue denger-denger kemaren lo jadi tahun baruan di rumahnya Neiva-Neiva itu. Udah deket banget keliatannya?" ledek Azka, menjadi salah satu kesempatan karena temannya itu tidak pernah terlihat dekat dengan lawan jenis, kecuali Riani. Itu pun tidak sedekat itu.
"Lo diajak ngga mau!"
Azka berdecak. "Gue ngga kenal Neiva? Satu-satunya momen kita ngobrol pun waktu di pasar malem. Kenalannya Neiva mah si Romi!"
"Ngga sedeket itu. Lagian ada Bara sama Savana juga kemaren, bukan cuma gue." Gilar membela diri.
Meskipun Gilar sudah sadar dan paham dengan perasaannya sendiri, ia tidak mau itu ketahuan Azka. Temannya itu rese kalau menyangkut hal-hal seperti ini. Biasanya ia akan melakukan hal memalukan yang membuat Gilar stres sendiri karena tingkah laku heboh temannya itu. Ya ... meskipun itu tidak terlalu penting karena Neiva juga sudah tahu. Tapi, siapa tahu perempuan itu akan semakin ilfeel kepadanya apabila Azka turut merecoki mereka.
"Jadwal baru keluar hari ini kan? Berarti hari ini jam kosong?" tanya Gilar, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Mungkin. Tapi hari ini jadwal tutor gue, jadi lo ngga boleh kabur!"
Jadwal tutor yang dimaksud Azka adalah belajar bersama mengenai soal-soal dan materi ujian sekolah. Dulu, sebelum ada bimbingan belajar pasca KBM, mereka sering berkumpul lagi di kelas dalam rangka belajar bersama. Hal-hal seperti ini sudah mereka lakukan sejak kelas 10. Seperti sebuah tradisi, kebiasaan ini dilaksanakan turun-temurun hingga sekarang, oleh kelas tertentu saja. Namun, semenjak ada bimbingan belajar dari sekolah, maka kegiatan tutor sebaya itu dilaksanakan malam hari via video conference. Semua orang bisa ikut dan tidak, mengingat tiap orang punya kesibukan lain. Namun, untuk jadwal tutor sudah tetap dan jika berhalangan hadir, hanya perlu bertukar jadwal untuk anak yang mendapatkan jadwal di minggu yang sama. Berhubung hari ini jam kosong, maka kegiatan itu bisa mengisi jam kosong yang sia-sia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Write the Stars
Teen Fiction[13+] Di buku catatannya, Neiva dengan tanpa beban melukis garis-garis perjalanan hidupnya untuk masa depan. Rencana yang matang, otak yang gemilang, ayah yang mendukung, meyakinkan bahwa dirinya mampu mengalami garis-garis nasib yang ia buat sendir...