13|Keteguhan Hati

52 7 6
                                    

"Tidak hidup berdua dengan lo itu menyakitkan, tapi hidup tanpa bisa memandang lo itu lebih baik nggak hidup, Giwang."


===

Selalu ada sisi yang ingin seseorang sembunyikan atau bahkan hilangkan dari kehidupannya untuk mendapatkan ketenangan, namun tidak semua orang berhasil menghapus kenangan yang melahirkan luka batin yang mendalam. Dua hal yang selalu membuat lelaki berambut pirang ini ketakutan sampai gemetar: ketinggian dan kegelapan.

Namun, selama sisa hidupnya di dunia ini Giwang selalu menemukan kegelapan itu di manapun dia berada. Tidur yang bisa menjadi pelarian siapapun untuk menghindari ketakutan justru menjatuhkan Giwang dalam jurang kegelapan karena mimpi buruk yang selalu menghantui, Giwang mencoba untuk selalu tenang menghadapi ini semua karena tahu trauma ini tidak akan hilang begitu saja. Banyak cara yang sudah dia coba untuk berdamai dengan keadaan dan hanya ada satu cara yang menurutnya paling manjur : Giwang cenderung memposisikan diri menjadi yang paling berkuasa.

Menurutnya dengan kekuasaan maka seseorang akan menjadi lebih disegani, dengan kekuasaan juga Giwang akan menjadi orang yang tidak mudah tersentuh dengan orang lain. Jika dia berhasil membatasi interaksi dengan orang orang yang berada disekitarnya maka dia juga mampu membatasi luka yang mungkin dia dapatkan dimasa depan. Namun Giwang juga tidak pernah lupa kalau jatuh dari sana adalah resiko yang mau tidak mau harus dihadapi suatu saat nanti.

Hampir setiap pagi, Giwang akan terbangun dengan hati yang tidak tenang karena tidur yang tidak nyaman, mimpi yang datang berulang ulang seakan telah membunuh jiwanya yang kemudian menjadikan hidupnya terasa hambar. Hari ini pengecualian, Giwang terbangun dengan suasana yang entah bagaimana terasa lebih damai. Hanya saja tenggorokan yang kering sedikit menggangunya. Dia melirik nakas di sebelah kirinya untuk menatap segelas air yang biasanya selalu ada di sana, tangan lemas itu mencoba meraihnya namun tidak sampai. Padahal Giwang punya kaki dan lengan yang lebih panjang dari orang orang lain seusianya, tp dia selalu menjadi yang terlemah diantara mereka. Rasanya Giwang harus lebih bersabar kali ini, menahan haus untuk beberapa waktu sampai perawat datang lagi.

Giwang menghela napas pelan, membuang pandangannya ke arah yang lain. Netranya hampir membulat sempurna setelah menemukan seseorang tersenyum tanpa dosa sedang berdiri di ujung ranjangnya. "Sadira, lo ngapain?"

Sadira tersenyum begitu lebar mendapati Giwang yang akhirnya menyadari keberadaan si gadis bunga yang sudah menatapnya sejak Giwang membuka mata, "kan udah gue bilang kalo mau jagain lo! Tapi tenang. Gue udah bilang Jalea kok, malah katanya 'nitip Giwang ya.' Jadi ya udah, gue di sini nginep."

"Tapi kan--"

"--nggak apa apa Giwang, gue senang kok bisa jagain lo." Sadira berjalan mengambilkan gelas di nakas, meraba laci untuk mengambil sedotan kemudian mendekat membantu Giwang untuk minum.

"Butuh yang lain lagi nggak?" Tawar Sadira dengan suara yang bersemangat, berharap direpotkan lebih lagi.

Giwang menggeleng. Tak lama setelahnya pintu ruangan ini diketuk dari luar, dibarengi dengan ponsel Sadira yang berbunyi menandakan juga ada pesan masuk. Gadis itu kemudian membukakan pintu setelah menaruh gelas kembali pada nakas.

Tak lama, Sadira datang kembali dengan memeluk sebuah buket bunga yang berukuran lumayan besar, bahkan Giwang yang masih terbaring di ranjang bisa mencium betapa segarnya aroma bunga bunga itu.

"Jeng jeng--" suara sadira dibarengi senyum yang lebar sampai gigi putih nan rapi miliknya terlihat jelas, "--gue minta Mas Tuta rangkaikan bunga ini buat lo, dia ngerjain dari pagi banget."

"Bilangin ke Mas Tuta, terima kasih ya."

Sadira kemudian meletakkan bunga ini di nakas dekat jendela, nakas yang berbeda dari tempatnya meletakkan segelas air tadi. "Gue lihat waktu lo ke toko bunga, lo jatuh cinta sama banyak bunga sampai cuma bunga krisan yang bisa lo katakan waktu gue tawarkan buket."

BERJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang