08|Orang Tuanya

44 4 2
                                    


"Dan kalau Giwang memang membutuhkan bantuan, suatu hari nanti dia pasti akan membayar lunas sebagai pembalasan"

Amina

===

Giwang, Gatras, juga Sadira hilang kabar sejak kekacauan aksi mahasiswa di depan gedung rektor Universitas Artemis menyebar luas kurang dari lima jam. Semua orang menyadarinya karena ketiga orang ini adalah satu serangkaian yang tidak mungkin melarikan diri dari aksi. Mereka mencari namun beberapa orang bersaksi kalau si pirang itu tak berkutik saat diangkat masuk ke dalam mobil milik mereka, si gadis yang datang ingin menolong malah ikut terculik, begitu pula Gatras yang ditarik paksa setelah sempat terjatuh karena pukulan kencang di dadanya.

Juga dengan kepanikan para orang tua yang mendengar kabar ini, terutama Papuy yang sudah curiga saat aksi hari itu dimulai putri kesayangannya itu tumben sekali mengabaikan pesan juga panggilannya beberapa kali.

"Temui Bu Amina, putranya itu teman Sadira, bisa jadi mereka juga ditangkap." Kata Mamuy yang sedang menyimak siaran berita di televisi.

Pintu rumah mereka terbuka dengan kasar, Tuta datang dengan napas yang tidak beraturan. "Sudah pasti Sadira ditangkap bersama Gatras dan Giwang putra Ibu Amina, Pa, Ma."

"Cuma bertiga?"

"Nggak Pa-- harusnya ada beberapa mahasiswa lain juga tapi belum jelas siapa aja, sebenarnya Mas nggak cari tahu sebanyak itu."

"MAS? KAKAK TERTANGKAP?" Naldo berjalan menuruni tangga, langkahnya cepat, "--kalo ada Kak Giwang berarti kakak sengaja itu."

"Kenapa sengaja? Biasanya Sadira nggak mau kalah sama siapapun." Mamuy.

"Ih Mamuy ini kayak nggak tau aja! Kak Dira kan suka sama Kak Giwang Ma, kalo cuma mau kabur bawa diri sendiri aja pasti kakak bisa. Mungkin kakak sengaja ikut mereka karena ada Kak Giwang."

Papuy menatap Naldo dan Tuta bergantian, "kalo begitu aman dong, lagipula ada Gatras juga yang sama Sadira."

Naldo mengangguk menyetujui pernyataan Papuy, lelaki yang tingginya hampir sama dengan Mas Tuta hanya saja tubuhnya memang lebih terisi dan kulitnya sama bersih dengan Mamuy ini memang selalu percaya dengan putrinya.

"Papa temui Ibu Amina aja, suaminya juga di markas besar jadi lebih tau mahasiswa ini dibawa kemana-- Mama telponkan sekretarisnya dulu." Mamuy lantas megambil ponselnya kemudian berjalan memisahkan diri.

Dulu orang - orang sangat menentang bagaimana pasangan ini mendidik putra putrinya. Pasalnya Papuy pernah mengajak Tuta yang saat itu masih SMP untuk ikut menyaksikan dirinya membela seorang klien di pengadilan, Mamuy pernah membawa Tuta juga untuk diajak liputan sebuah berita pembunuhan, bukan hanya kasus itu yang gempar tapi pasangan yang dianggap gila ini juga menjadi buah bibir. Kalau Sadira, gadis ini sudah dibekali bela diri sejak berusia lima tahun dan Papuy Mamuy juga menyekolahkannya secara berpindah pindah karena sering terlibat perkelahian, entah itu dengan lelaki atau perempuan. Dan si bungsu Naldo juga tidak jauh berbeda karena saat masih di sekolah dasar, anak - anak seusianya memiliki banyak mainan juga buku cerita bergambar tapi Naldo memilih buku - buku yang menjelaskan hukum, dia memiliki beberapa novel namun bukan tentang cerita bajak laut atau semacamnya melainkan kasus - kasus besar yang dinarasikan ulang.

Mengajak anak - anaknya untuk berdiskusi dan menyelesaikan sebuah masalah secara langsung menjadikan ini salah satu cara mereka mendidik secara langsung demi menemukan jalan keluar. Tidak heran jika keluarga hukum ini begitu erat dengan dukungan satu sama lain.

Disisi lain, Amina dengan Robi juga sedang berhadapan dengan Bimasena. Tentu membahas Giwang yang hilang kabar.

"Itu, sudah eyang berikan informasi kepada Robi. Selesaikan segera! Mereka tidak kenal ampun, meskipun itu Giwang, meskipun itu putra Amina atau Hengkara." Ucap Bimasena, bicaranya masih terdengar tenang meskipun jauh didalam hatinya sang eyang juga khawatir dengan nasib cucu kesayangannya.

"Aksi itu sebagai bentuk protes mahasiswa Artemis karena rektor tidak bertanggung jawab dengan dosen yang membuat beberapa kesalahan, tapi seharusnya tidak melibatkan aparat sampai sejauh ini, kan?" Robi.

"Mereka mencari sponsor mahasiswa, ini sebuah celah. Kamu ini seperti nggak pernah berurusan dengan mahasiswa saja, Robi!" Eyang menegur.

"Sejak sepuluh tahun terakhir tidak ada aksi anarkis eyang, jadi mulai saat itu juga saya tidak terlibat lagi dengan mahasiswa."

"Artemis bukan hanya universitas biasa, beberapa dosen yang butuh pengawal dari Protech mau membayar sampai ratusan juta hanya untuk dua sampai tiga jam penjagaan--" Amina menimbrung, "--tentunya mereka mau kerahasiaannya juga terjaga."

"Mereka selalu mencurigakan."

Akan terlalu lama mereka kalau hanya membahas apa yang terjadi dibelakang Universitas Artemis, sedangkan Eyang tahu target dari ini semua hanya untuk menangkap beberapa mahasiswa yang mereka curigai. Hari ini sudah menjadi kepastian yang akan datang, namun Giwang tidak pernah mau menyerah meskipun sudah beberapa kali Eyang peringatkan.

"Ayah mau langsung ke lokasi?"

Amina dan Robi sudah keluar dari rumah Eyang, langkahnya terhenti sesaat di depan mobil untuk memperjelas situasi dan rencana mereka.

Robi mengangguk, "perlu negosiasi dulu, aku nggak bisa diam dan menunggu aja di kantor."

"Setelah ini aku juga mau bertemu dengan Pak Dandy, putrinya juga hilang saat aksi."

"Pak Dandy, pengacara?"

Amina mengangguk, "mereka salah memilih lawan." Senyum tipis dapat Robi lihat diwajah istrinya.

"Aku juga akan memastikan berapa mahasiswa yang tertangkap, nanti aku kabari setelah negosiasi." Robi memeluk Amina, mengelus pundaknya pelan untuk sekedar memberikan ketenangan. Hubungan mereka semakin hangat setelah banyak masalah yang memaksa untuk menyelesaikannya bersama.

Sedangkan Dandy kini sedang duduk menyilangkan kaki sembari menikmati kopi yang dihidangkan untuk menemaninya menunggu empunya tempat datang.

"Selamat siang Pak Dandy, maaf membuat bapak menunggu." Amina berjalan mendekat, menjabat tangan pengacara terampil yang sudah dia kenal sejak enam tahun lalu. Namun kali ini adalah perdana pertemuan mereka untuk menyelesaikan masalah putra putrinya.

"Selamat siang Bu Amina, saya dijamu dengan sangat baik sampai tidak terasa sedang menunggu." Puji Dandy sembari menerima jabatan tangan Amina dengan senyuman.

Amina ikut tersenyum, kemudian mereka duduk. Sekali lagi, mereka tidak punya banyak waktu. "Sejauh ini saya belum bisa memberikan informasi yang berarti, tapi suami saya sedang memastikan dimana putri bapak berada."

"Pak Robi ya? Memang lelaki perkasa sepertinya selalu bisa diandalkan setiap saat ya kan, bu?"

Amina kembali tersenyum, Dandy ini serasa sudah mengenal Robi sejak lama sekali. "Sepertinya Pak Dandy tidak terlalu khawatir dengan putri bapak yang ditangkap?"

"Sebenarnya saya lebih khawatir dengan orang - orang yang membawa putri saya, Bu--" Dandy menyeruput kopi untuk membantunya membasahi tenggorokan yang hampir kering, "--putri saya itu cerewetnya bukan main."

"Saya sudah membayangkan bagaimana bapak akan khawatir, namun Pak Dandy malah terlihat lebih tenang."

"Anak - anak saya sudah sering sekali terlibat masalah, ini bukan pertama kalinya bagi saya, Bu. Lagipula saya juga percaya dengan anak - anak saya, apalagi Sadira yang memang tidak pernah mau kalah dengan siapapun--" Dandy menyondongkan diri agar bisa lebih dekat, begitu pula Amina yang ikut menyondongkan tubuhnya kedepan, "--dan Sadira pegang sabuk hitam, Bu."

Amina ikut tenang, tersenyum menanggapi ucapan Dandy yang membanggakan putrinya. "Kalau begitu putra saya yang akan aman karena memiliki teman yang tangguh seperti putri bapak ini."

"Mereka akan aman, Bu Amina tenang saja."
"Gatras dan Sadira pasti akan membantu siapapun yang membutuhkan, apalagi untuk temannya sendiri."

"Dan kalau Giwang memang membutuhkan bantuan, suatu hari nanti dia pasti akan membayar lunas sebagai pembalasan--" sekarang Amina yang menyondongkan diri dan diikuti Dandy secara spontan, "--putra saya calon pengusaha yang tidak suka berhutang."

Rasa - rasanya orang tua ini tidak mau kalah dalam membanggakan anak - anaknya.


tbc.

===

Terima kasih!🙇🏻❤️‍🩹
Sampai jumpa chapter depan yaa...

BERJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang