10|Paksaan

46 5 0
                                    

Tapi untuk apa juga para penguasa ini membawa anak lelaki tampan untuk mereka hidupi?

===

Tidak ada yang baik baik saja diantara mereka bertiga didalam ruangan pengap ini, semuanya bertahan untuk tetap sadar. Namun mereka jelas tahu, Giwang yang entah bagaimana adalah yang paling tersiksa oleh ini semua.

"Mana yang sakit?" Sadira duduk disamping Giwang, menatapnya penuh perhatian. "Ini nanti kalo Jalea tahu lo terluka gimana? Khawatir banget pasti, lo kan nggak ada kabar apapun."

Giwang menggeleng. Meskipun masih sayu netranya dia tidak mau terlihat lemah didepan orang lain, Giwang tidak mau menjadi dirinya yang dulu. Dirinya dulu yang selalu kalah dengan keadaan, yang selalu dikalahkan oleh mereka yang lebih besar.

"Haus nggak?"

"Sadira... " Panggil Gatras yang kemudian hanya diabaikan.

"--gue mintain minum lagi ke mereka, bentar." Sadira kemudian beranjak, meninggalkan Giwang bersama Gatras yang bersandar pada dinding di pojok ruangan.

Gatras menatap Giwang yang tertunduk memejamkan mata, bibir keringnya sedikit terbuka untuk membantunya bernapas normal. Lelaki itu menepuk sahabatnya, membuat Giwang hanya membuka mata mengumpulkan kesadaran lalu perlahan melirik penasaran. "Sini, sandaran bahu gue!" Kata Gatras sembari bergeser mendekat, tubuh Giwang yang memang lemas sudah sepantasnya menerima tawaran Gatras.

"Mereka paksa gue buat bilang kalo lo sponsor aktif mahasiswa aksi dua tahun terakhir... padahal mereka tahu aksi setahun terakhir gue yang atur semua, nggak gampang mengecoh mereka."

"Ya lo siapa? Latar belakang lo nggak mungkin dipercayai sama mereka."

Keduanya berbicara dengan nada yang rendah biar tidak didengar Sadira, nanti bisa jadi gadis itu berteriak lagi untuk mengganggu para petugas disini setelah tahu apa yang dialami Giwang dan Gatras. Tapi siapa sangka kalau tekad gadis itu sama besarnya dengan keberanian yang dia miliki untuk menghancurkan kaca penyekat di seberang pintu. Sebenarnya pemandangan kedua lelaki ini sejak tadi adalah si gadis yang berjinjit untuk mengintip celah di pintu, menendang beberapa bagian tembok yang sekiranya bisa dia dobrak, mengumpat, dan sekarang sedang meninju kaca sekat yang ditembakpun sepertinya hanya retak saja.

"Tapi Sadira nggak, mereka cuma minta Sadira menceritakan situasi BEM dan Universitas Artemis. Mungkin juga karena Sadira lebih galak membuat mereka malas menanggapi." Jelas Gatras pada Giwang meskipun lelaki berambut pirang itu tidak menanyakannya.

"Suruh duduk tuh Sadira, capek sendiri nanti." Kata Giwang pada Gatras yang hanya dibalas helaan napas berat.

Si kepala ceri itu mendekati gadis bunga, sedikit membungkuk tubuhnya demi menahan sakit didada kirinya. Bisa dia lihat dengan jelas gadis itu mulai mengayunkan lagi tangannya dengan kuat, Gatras tidak kalah cepat menangkap genggaman tangan itu, "duduk Sadira!"

"Nggak mau Gatras!"

"Giwang yang suruh lo duduk." Ucapan andalan Gatras untuk membujuk Sadira yang tentu saja membuatnya langsung mendekati Giwang dan berjongkok disampingnya.

Melihat gadis itu berjalan kesal mendekat membuat Giwang mampu menyunggingkan satu sudut bibirnya. Lihat itu! Bahkan si gadis bunga juga sedang mengomel tanpa suara sampai bibirnya bergerak jelas. "Sadira, gue nggak apa-apa. Nurut sama Gatras aja." Ucap Giwang untuk mencairkan suasana.

"Ih, Nanti kalo Jalea nanya ke gue apa yang harus gue jelasin ke dia coba? Kan kita nggak barengan."

Ucapan Sadira ini membuat Gatras menatapnya dengan senyum terpaksa. "Ya tinggal jujur, bilang kalo memang nggak barengan ... Jalea lagi yang lo pikirin Sadira! Bisa jadi Gue nih yang mati gara gara capek ngurusin lo!" Gatras menimbrung, membuat Giwang tersenyum sempurna.

BERJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang