"Papa, apa nanti ada banyak teman baru?" Sasuke, bocah kecil yang kini tengah duduk anteng di kursi penumpang itu bertanya antusias pada sang Papa yang tengah mengemudi.
"Tentu, Sasuke akan mendapat banyak teman baru di daycare." Jawab Deidara.
Akhirnya setelah mencari kebeberapa tempat, Deidara mendapat daycare yang hanya berjarak sepuluh menit dari tempatnya bekerja jika menggunakan mobil. Dengan fasilitas dan jarak yang tak terlalu jauh, Deidara akhirnya mendaftarkan sang anak di sana.
"Uhh, Suke tidak sabar." Anak itu terlalu bersemangat hingga melonjak bahagia dengan kedua tangan terkepal erat di depan dada.
Deidara menghentikan kendarannya ketika sudah sampai di tempat tujuan. Memutari mobil lalu membuka pintu pada kursi penumpang. Anaknya itu karena terlalu bersemangat sampai melompat turun membuat Deidara berteriak kecil karenanya.
"Hati-hati, sayang." Ujarnya memperingatkan.
"Hehe, Suke terlalu bersemangat Papa." Anak itu hanya menjawab dengan cengiran lebar.
Tangan kecil itu digandeng oleh Deidara memasuki area daycare. Ketika sudah sampai di depan pintu, lelaki dengan tatanan rambut dicepol tinggi itu berjongkok guna menyamakan tingginya dengan sang anak.
"Papa tinggal, oke. Jangan nakal, menurut pada ibu pengasuh." Nasehat Deidara pada sang anak. "Nanti akan Papa jemput kalau pekerjaan Papa sudah selesai."
Sasuke kecil mengangguk dengan semangat. Sepertinya anak itu sudah tak sabar ingin bertemu teman-teman barunya.
Sebagai salam perpisahan, Deidara memberikan kecupan pada dua pipi gembil anaknya. Lalu memberikan sang anak pada seorang staff perempuan yang sudah menunggu dengan senyum ramah.
....
Belum ada setengah hari Deidara meninggalkan sang anak di tempat penitipan. Pihak daycare menelponya dan mengatakan bahwa Sasuke menangis tak bisa ditenangkan, anak itu terus saja meminta pulang.
Terang saja diberi kabar demikian, Deidara langsung bergegas menjemput sang anak dan meninggalkan pekerjaanya untuk sejenak. Mengemudi dengan tak tenang karena takut sesuatu yang buruk terjadi pada putra tunggalnya.
"Kenapa Sasuke menangis? Coba sini cerita sama Papa." Deidara bertanya lembut pada sang anak yang kini ada dipangkuannya.
Sebenarnya Deidara tak enak hati pada bosnya jika harus meminta ijin pulang karena sekarang sedang banyak pekerjaan membuatnya membawa Sasuke ke butik untuk ditenangkan di ruang istirahat karyawan. Ruangan ini sepi, hanya ada mereka berdua sebab jam istirahat telah usai.
"Hiks...hiks... Mau Papa." Sejak tadi jawaban sang anak hanya itu. Membuat Deidara cukup kebingungan dan menebak-nebak kiranya apa yang membuat Sasuke menangis. Dirinya sudah memeriksa seluruh tubuh sang anak, tapi tak ada luka satupun.
"Iya, inikan sudah dengan Papa." Ujarnya sembari memberikan elusan lembut pada punggung Sasuke yang dengan nyaman bersandar di dadanya. "Kalau Sasuke tidak bisa cerita sekarang tak apa. Tapi berhenti menangis, ya. Papa bingung kalau Sasuke menangis terus."
Setelah berkata demikian, sang anak dalam pelukannya mengangguk lalu suara tangisan berangsur-angsur berhenti.
Hening menyelimuti keduanya hingga terdengar suara pintu terbuka dan menampakkan seorang wanita cantik berambut pirang.
"Bagaimana Sasuke?" Temari, bertanya setelah mendudukan tubuhnya di samping Deidara.
"Belum mau cerita. Tapi setidaknya dia sudah tidak menangis." Jawab Deidara.
"Hey, tampan. Mau pergi dengan Bibi tidak ke cafe seberang. Kita makan es krim." Mendengar kata es krim, Sasuke langsung menegakkan posisi duduknya dan mengangguk semangat.
Anak itu kalau mendengar kata es krim memang langsung bersemangat membuat Deidara tak habis pikir. Tadi menangis sampai sesenggukan, tapi sekarang begitu bersemangat seakan tak terjadi apa pun.
"Ayo, Bibi. Kita beli es krim. Bolehkan, Pa?" Tanyanya pada sang Papa dan dibalas angguka oleh Deidara.
"Tapi ingat. Jangan banyak-banyak karena di rumah nanti pasti Sasuke minta lagi." Deidara memberikan peringatan.
"Maaf karena merepotkanmu." Ucap Deidara pada Temari dengan raut wajah tak enak hati.
"Tenang saja. Tidak masalah untukku mengajak Sasuke jalan-jalan." Ungkap Temari menengkan. "Lagipula aku suka. Shikadai sudah tak mau aku ajak pergi karena dia lebih suka bersama Shikamaru."
Setelah berkata demikian, wanita itu melangkah pergi menyusul Sasuke yang sudah lebih dulu keluar dari ruangan ini.
Terlihat bocah lelaki berwajah tampan itu sudah bediri di depan pintu masuk butik dengan wajah cemberut dan tangan bersidekap di depan dada.
"Bibi Temari, ayo cepat. Nanti es krimnya habis." Ujar Sasuke ketika wanita yang dikenalnya sebagai teman Papanya ini sudah berdiri di depannya.
"Es krimnya banyak. Sasuke tak perlu takut kehabisan." Temari mengelus rambut anak itu lalu mengambil salah satu tangan kecilnya untuk digandeng.
Empat tahun mengenal Deidara, dan ikut menyaksikan perkembangan Sasuke hingga sekarang membuat Temari paham akan kebiasaan bocah kecil ini yang akan berlari antusias jika itu menyangkut apapun yang disukainya—atau mungkin semua anak kecil seperti itu.
Tapi jika dibandingkan dengan Shikadai, Sasuke ini lebih aktif dan ekspresif. Ekspresinya bisa dibilang sesuai dengan isi hati, jika sedang senang maka kedua mata hitamnya akan berbinar, jika suasana hatinya sedang mendung maka kedua sinar dimatanya akan meredup. Tidak seperti Shikadai yang setiap ekspresinya menunjukan seakan dirinya malas dengan kehidupan. Bahkan terkadang Temari harus menebak apa yang kiranya sedang dirasakan sang anak.
Perjalanan dari butik ke cafe hanya memakan waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki. Temari membuka pintu cafe dan terdengar bunyi lonceng bergemerincing.
Tempat ini tak begitu ramai, hanya ada beberapa orang. Seperti dua mahasiswa yang duduk berhadapan dengan laptop masing-masing. Lalu ada tiga orang lelaki yang tengah mengobrol. Tak heran jika hanya ada sedikit orang, ini sudah lewat jam makan siang ngomong-ngomong.
"Bibi..." Sasuke memanggilnya dengan dua tangan terjulur ke depan. Temari yang mengerti maksudnya langsung mengangkat tubuh kecil itu untuk digendong.
"Sasuke mau yang mana?" Tanya Temari ketika mereka sudah ada di depan tempat es krim berbagai rasa dengan etalase kaca sebagai pembatas.
"Suke mau cokelat, tobeli dan vanilla." Tunjuk kecilnya ditempelkan pada etalase kaca sembari menunjukkan es krim mana saja yang diinginkannya.
"Emm, Sasuke lupa kata Papa ya. Tidak boleh banyak-banyak." Temari mengingatkan.
Tapi anak itu malah mengalungkan kedua lengan kecilnya pada leher Temari dan tiba-tiba saja berbisik, "Suke tidak lupa, Bibi. Tapi boleh, ya. Ini rahasia kita, Bibi Temari jangan bilang-bilang Papa. Kalau boleh nanti Suke beri satu kecupan di pipi untuk Bibi Temari."
Mendengar apa yang dikatakan bocah 4 tahun ini membuat Temari terkekeh, anak ini sedang mencoba menyogoknya, "Baiklah, tapi karena ini rahasia. Beri Bibi Temari dua kecupan di pipi kanan dan kiri."
Tapi Temari tak ada pilihan lain selain menyetujui. Lagipula siapa yang dengan bodoh menolak kecupan dari bocah kecil nan lucu macam Sasuke.
T B C .........
YOU ARE READING
STORY (ItachixDeidara) On Going
Fanfiction"Dy, suke boleh tidak beli manda?" "Manda apa?" "Ular seperti milik Papa Mitsuki." "Untuk apa Sasuke beli ular?" "Untuk Suke pelihara, Pa." DLDR Boylove, Mpreg