15

52 14 5
                                    











"Orangtuaku minta bertemu denganmu." Pernyataan Itachi tersebut membuat Deidara yang tengah memotong buah langsung diam dengan mata membulat terkejut.

"Apa? Coba kau ulangi. Tadi kau bilang apa?" Deidara bertanya untuk memastikan bahwa pendengarannya salah, "Aku tidak salah dengar, 'kan?" 

"Tidak. Aku bilang orangtuaku ingin bertemu denganmu." Deidara sudah akan pingsan mendengar apa yang dikatakan Itachi. Tapi Itachi sendiri malah hanya diam dengan wajah tanpa dosa dan beban, seakan pernyataannya barusan hanya ajakan untuk membeli permen. 

"Itachi, kau serius? Kapan orangtuamu memintanya? Kapan kau bertemu dengan mereka? Jadi mereka tau tentangku? Tentang Sasuke juga?" Pertanyaan beruntun  Deidara ajukan dengan wajah panik. 

"Tempo hari, ketika aku membawa Sasuke ke kantor. Aku bahkan sudah bilang kalau Sasuke putra kandungku." 

"APA?!" Deidara tambah terkejut mendengar apa yang dikatakan Itachi, "Yang benar saja. Lalu bagaimana? Astaga, kenapa kau langsung mengatakannya? Apakah kau tidak bisa menunggu waktu yang tepat? Setidaknya bilang dulu padaku. Bagaimana jika—" 

Belum sempat Deidara menyelesaikan kalimatnya. Itachi membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman lembut. Lelaki itu melumat bibirnya atas bawah bergantian dengan mata tertup membuat Deidata ikut terhanyut dan memejamkan kedua netra birunya, sebelah lengan Itachi menarik tubuh Deidara untuk menempel hingga tak ada jarak antar keduanya. 

Deidara tau ini adalah salah satu cara Itachi untuk menenangkannya. Maka dari itu Deidara mengalungkan kedua lengannya pada leher Itachi guna memperdalam ciuman mereka. 

Tak puas hanya dengan lumatan, kini ciuman mereka sudah melibatkan lidah. Membelit satu sama lain guna menunjukkan siapa yang lebih dominan. Walau sudah jelas siapa yang menang dalam permainan saling melumat satu sama lain tersebut. 

Dengan perlahan, Deidara mendorong Itachi membuat ciuman keduanya terlepas.

Masih dengan mata terpejam, Deidara mengais udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya. 

"Tenang, oke." Ujar Itachi lembut sembari memberikan usapan menenangkan pada pinggang ramping Deidara, "Ayahku memang orang yang kaku, tapi kupikir beliau tidak akan menolak Sasuke karena bagaimanapun dia adalah cucunya. Sedangkan ibuku, beliau sepertinya akan menjadi orang yang paling bahagia karena keinginannya untuk memiliki cucu akhirnya terwujud." 

"Lalu aku? Bagaimana denganku? Apakah mereka akan menerimaku?" Dengan gelisah, Deidara menelupkan wajahnya pada perpotongan leher Itachi. 

"Mereka akan menerimamu, Dei." Ujar Itachi meyakinkan sembari sebelah tangannya memberikan elusan lembut pada pipi Deidara. 

"Bagaimana jika tidak?" Masih dirundung gelisah, Deidara kembali bertanya. 

Selama dulu dia menjalin kasih dengan Itachi, tak sekalipun Deidara pernah bertemu dengan orang tua sang kekasih. Bagaimana wajahnya saja Deidara tak tau. 

Deidara memperhatikan sepasang mata sehitam jelaga milik Itachi, mencoba mencari keraguan, tapi yang ada hanya keyakinan. Meski begitu, rasa takut akan penolakan masih menghantuinya.























.

.

.




























"Pa..." Panggilan Sasuke hanya dibalas deheman lirih oleh Deidara. Pikirannya kini sedang penuh dengan berbagai kemungkinan, "Kemarin Suke bertemu Ibu Daddy, lho."

STORY (ItachixDeidara) On GoingWhere stories live. Discover now