22; Pulang

3.7K 277 220
                                    

Hega marah banget, dia balik ke gedung sekretariat UKM tanpa mau nungguin Jaffan di belakang. Cowok gemini itu setengah nyeret Nafisha yang masih nangis-nangis buat dibawa ketemu sama para pengurus inti UKM Fotografi, dia bikin Yasinta dan kawan-kawan syok bukan main. “Gue tau lo emosi, tapi apa harus sampe mukul kayak gitu?? Nafisha cewek, Ga!!” Seru Yasinta sambil bantuin Nafisha buat duduk dulu. Dia awalnya mau tegas, tapi lihat si cewek udah dilabrak sebegininya sama Hega, dia jadi nggak tega.

Sementara itu, si gemini sidekap tangan, emosi yang masih bercokol menguasai bisa aja meledak lagi dan malah terlampiaskan ke makin banyak orang. Hega berusaha tahan, sekalipun Yasinta sama anak-anak inti UKM sekarang melirik dia penuh penghakiman. Buku-buku jarinya memutih, kepalan tangan sang jauza erat banget dan kakinya yang dibalut sepatu terus aja mengetuk ubin keramik. Dalam hatinya, Hega menghitung angka mulai dari satu, entah bakal sampai berapa untuk meredakan emosi, tapi kini udah tiba di tiga belas. Padahal dulu dia denger kata orang sepuluh hitungan aja udah cukup.

Hega nggak merasa bersalah sama sekali. Suara tangisan dan racauan maaf Nafisha terdengar bak simfoni di telinganya. Dia mungkin udah melanggar didikan Bapak sama Ibu yang menyuruh buat lemah lembut ke perempuan, tapi menurutnya bikin perhitungan itu sah aja kalau kelakuan perempuannya kayak lelembut, persis di situasi yang sekarang dihadapinya.

“Lo nggak punya hak main hakim sendiri.” Yasinta noleh, tatapannya dingin dan bisa kalian lihat banget kalau cewek itu udah hilang respect sama Hega. “Cuma gara-gara cowok, lo sampe gini, Ga? Gue gak kenal lo lagi ... lo bukan Hega yang humble, humoris, dan tanggung jawab kayak dulu.”

“Apa yang lo pikirin tentang gue itu hak lo ... kalau ternyata gue beda sama bayangan lo, ya itu salah lo yang terlalu berekspektasi.” Tanggapan pedas Hega bikin Yasinta makin nggak habis pikir, terlebih si gemini malah naikin intonasi bicaranya setelah itu. “Gara-gara cowok gue sampe gini, iya, terus kenapa? Jaffan udah lamar gue, dan cewek sialan itu pikir dia masih punya kesempatan?” Hega tuding Nafisha dengan telunjuknya, dia melangkah maju sampai Yasinta refleks mundur.

“Dia sengaja bohong ke semua orang demi bisa pergi sama tunangan gue, terus masih punya audacity buat ngaku-ngaku itu cowoknya ... punya otak gak, sih?”

“Hega--”

“Mulut sampahnya itu enak banget ngatain gue lonte yang cuma mau pansos dengan jadian sama Jaffan. Dia enteng nyeletuk kalau gue cowok murahan dan sasimo karena friendly. Masih banyak lagi omongan besarnya yang kalau gue bilang di sini cuma bakal bikin makin emosi!”

Yasinta diem.

“Siapa yang nggak marah dibilang kayak gitu—dan dia sampe berani ngatain gue gak diajarin sopan-santun sama orang tua ... tau apa lo tentang keluarga gue?! TAU APA?!” Hega kembali beralih ke Nafisha dan buat cewek itu kesentak, peluk lengannya sendiri sambil mencicit kata maaf dengan lirih. Si gemini marah sampai dia bisa dengar suaranya sendiri seakan menggema dan berdenging di telinga. Ada banyak yang mau dia luapkan, tapi nggak bisa. Pusing banget.

“Ga, lo tenang dulu.” Yasinta akhirnya melunak karena lihat tension yang kini melingkupi mereka. Terlebih Hega, kalau memang bener cowok itu udah mau lamaran sama Jaffan, maka pantaslah dia segitunya khawatir dengan ancaman orang ketiga. “Jaffan mana, sih?!” Dumel cewek itu karena sang leo nggak kunjung muncul ketika dia dibutuhkan buat nenangin pacarnya.

“Gue mau resign.” Nafisha mendadak nyeletuk, sukses bikin mereka semua di sana kerutin alis. “Konyol. Lo udah mau demisioner tinggal beberapa bulan lagi. Ditambah jobdesc lo sebagai kadiv acara belum jalan.” Wakil ketua duluan menyanggah keinginan si cewek.

“Ya udah kalo gitu SP 3 aja langsung, biar gue dikeluarin! Itu juga yang lo pada mau, ’kan?!”

“Lo kenapa, sih, kita belum ngomong apa-apa udah main playvict aja!”

[4] Stubborn Love | ft. NaHyuck (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang