Part 6 | Pertemuan Yang Tak Disengaja

120 33 20
                                    

Bunga matahari. Bunga yang disukai oleh Arunika. Bunga yang selalu Arunika berikan kepada sang Ibu, Suni. Bunga yang selalu membuat harinya tersenyum senang. Bunga yang selalu memberikan keceriaan serta rasa sayang yang tulus kepada mereka yang diberikannya.

Galen melangkahkan kakinya memasuki toko bunga. Setelah mendengarkan cerita dari sang nenek, Galen bertekad untuk mendatangi rumah Arunika dengan membawakan sebuket bunga matahari.

Meskipun tidak bisa memberikannya secara langsung, dengan datang membawa bunga dan mendoakan saja sudah lebih dari cukup.

"Selamat datang di Grace Florist. Ada yang bisa saya bantu, Mas?" Salah satu pegawai perempuan itu menghampiri Galen seraya bertanya.

Galen menatap seluruh bunga yang terpajang di toko bunga itu. Ada bunga mawar merah, mawar putih, tulip, dan masih banyak lagi jenis bunga yang ia tidak ketahui namanya.

Galen menatap pegawai yang menghampirinya. "Saya mau beli buket bunga matahari, Mbak," ucapnya.

Pegawai itu mengangguk. "Baik. Mau yang ukurannya seperti apa, Mas?" tanyanya kepada Galen.

Galen menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tidak mengerti akan hal itu. Wajar saja, dirinya baru pertama kali menginjakkan kakinya ke toko bunga, jadi masih belum paham akan ukuran dari buket itu sendiri.

"Emang ada ukuran apa aja ya, Mbak?"

"Ada ukuran yang kecil, sedang, dan besar, Mas," ujarnya memberitahu perihal ukuran yang ada di toko bunga itu. "Kalau yang kecil itu terdapat 3 tangkai bunga matahari, yang sedang ada 5 tangkai bunga matahari, dan yang besar ada 8 tangkai bunga matahari. Masing-masing ukuran akan ada bunga aster yang mengelilingi bunga mataharinya," lanjutnya seraya menjelaskan isi buket tersebut.

Galen berpikir sejenak. Ia bingung harus membeli ukuran yang mana. Kalau beli yang kecil, dia tidak ingin memberikan bunga pertamanya ke sang Ibu yang ukuran kecil. Sedangkan kalau beli yang besar, ia tidak bisa membawanya karena menggunakan kendaraan roda dua.

"Saya beli yang ukuran sedang aja, Mbak."

Akhirnya setelah berpikir panjang Galen pun memutuskan untuk membeli ukuran sedang. Tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar.

Pegawai itupun mengangguk. "Baik, Mas. Tunggu sebentar ya, saya rangkai dulu buketnya." Pegawai itupun lantas pergi mengambil bunga matahari dan peralatan lainnya untuk merangkai buket bunga pesanan Galen.

Setelah menunggu 30 menit, buket itupun sudah selesai di rangkai. Galen pun segera membayarnya dan meninggalkan toko bunga itu menuju makan sang Ibu. Arunika.

*****

Galen menatap tempat yang menjadi peristirahatan terakhir manusia dengan seksama. Ah! Rasanya sudah begitu lama ia tidak menginjakkan kakinya di sini. Galen lantas melangkahkan kakinya menuju salah satu gundukan tanah dengan papan nisan bertuliskan "Arunika binti Surya".

Galen berjongkok disebelah makam Arunika. Meletakan sebuket bunga matahari yang ia beli ke atas gundukan tanah. Tak lupa, Galen juga berdoa dan menyirami gundukan tanah itu dengan air dan juga bunga mawar.

Galen tersenyum seraya mengusap papan nisan. Membayangkan kalau yang ia usap merupakan wajah jelita Arunika. Membayangkan kalau ia bisa memberikan bunga matahari itu secara langsung. Ah! Betapa senangnya Arunika disaat anak laki-lakinya memberikan bunga kesukaannya.

"Ma, Galen udah di sini," katanya seraya tersenyum, "Galen ke sini bawain bunga kesukaan mama, lho," lanjutnya.

Galen menunduk. Menyembunyikan senyuman miris yang terbit di bibirnya. "Seandainya Galen tau lebih awal kalau mama suka bunga matahari, pasti Galen udah bawain bunga itu setiap hari selama mama masih ada di dunia."

GALENDRA [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang