Part 12

95 29 42
                                    

"Manusia itu abu-abu. Nggak tertebak. Begitupun dengan hati. Kalau kemarin aja bisa saling membenci, nggak menutup kemungkinan kalau sekarang saling mengasihi, 'kan?"

*****

Ruangan itu dipenuhi dengan warna putih dan rose gold yang terlihat indah di mata. Akan tetapi, bagi Galen, ruangan itu sangat menyeramkan.

Tubuh Galen sedikit bergetar. Rahangnya mengeras. Begitupun dengan wajahnya yang terlihat kaku. Tak lupa, kedua tangannya yang terus ia kepal sekuat tenaga—menyalurkan rasa takut yang hinggap di hatinya.

Tadi, saat ia baru saja memasuki rumah, sang nenek berkata bahwa kakeknya ingin membicarakan hal penting kepadanya. Hal itulah yang membuat Galen berada di sini. Di ruangan yang paling ia hindari.

Galen tau apa yang akan terjadi ke depannya. Galen tau apa yang ingin ditanyakan oleh sang kakek.

Suara langkah kaki mulai terdengar. Disertai dengan pintu berwarna gold yang perlahan terbuka, menampilkan sosok kakek tua dengan baju polo berwarna putih dan tongkat yang dipegangnya untuk membantunya berjalan.

Surya, suami dari Suni yang merupakan ayah kandung dari Almarhumah Arunika, ibunya. Sejak kecil, Galen diasuh oleh Surya dan Suni, tanpa campur tangan Arunika. Hal inilah yang membuat Galen tidak bisa menolak permintaan kakek dan neneknya itu, karena bagaimanapun, mereka berdualah yang sangat berjasa dalam hidupnya.

Surya mendaratkan bokongnya di sofa single yang ada di hadapan Galendra. Tatapannya menghunus tajam ke arah kedua netra Galen.

"Sudah berapa kali saya ingatkan, Galendra?" Pertanyaan yang disertai nada tegas keluar dari mulut Surya, membuat bulu-bulu halus di sekujur tubuh Galen berdiri.

Galen meremat kedua tangannya dengan tak beraturan. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam, tak berani menatap sang Kakek.

"Jawab saya, Galendra!" bentaknya.

Dengan tubuh yang sedikit bergetar, dilihat dari tangannya yang terus bergetar, Galen mendongak menatap Surya. "Maaf, Kek." Galen berkata lirih.

Surya menghela napas kasar, menatap cucunya dengan tajam. "Buat apa kamu mencari manusia brengsek itu?" tanyanya dengan tangan yang menggenggam kuat-kuat tongkatnya. "BUAT APA GALEN!?" Surya berteriak. Ia juga melempar satu gelas kaca yang ada di meja hingga jatuh dan hancur di lantai.

Ada sesak yang hinggap di hati Surya. Perasaan sakit kala mengingat kejadian yang menimpa anaknya, Arunika. Surya merupakan seorang ayah. Katanya, cinta pertama seorang ayah adalah anak perempuannya. Begitulah Surya. Surya sangat menyayangi dan mencintai anak perempuannya, terutama Arunika.

Diantara anak-anaknya yang lain, Arunika lah yang sangat ia sayangi. Setelah hari itu, hari di mana Arunika pergi, Surya merasa hancur. Hancur berkeping-keping. Surya ... merasa gagal menjadi seorang ayah.

Kedua mata Galen terlihat sendu. Menatap penuh harap ke arah Surya. "Galen mau tau siapa ayah biologis Galen, Kek," katanya dengan suara yang tersendat, "apa itu salah?" lanjutnya bertanya kepada Surya.

Surya mengalihkan pandangannya. "Buat apa? Hanya untuk membuka luka lama? Iya!?"

"Setidaknya ... satu kali dalam seumur hidup, Galen bisa merasakan rasanya dipeluk seorang ayah ...." Galen berkata lirih.

GALENDRA [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang