Part 14

46 16 1
                                    

Siang ini sekolah tampak ramai, banyak murid yang berkeliaran di kooridor kelas. Ada yang menuju ke kantin, perpustakaan, dan juga kelas lain.

Pagi tadi—sehabis jam pelajaran kedua, guru-guru memberikan sebuah kabar yang membuat siswa-siswi merasa bahagia—hari ini, guru-guru akan mengadakan rapat karena adanya akreditasi sekolah. Maka dari itu, siswa-siswi hanya diberikan tugas saja. Akan tetapi, tidak semua kelas diberikan tugas oleh guru, hanya beberapa saja.

El memasuki kelas dengan tangan yang menggenggam mangkok plastik berisikan mie instan dan menduduki bangkunya. El lantas menghirup aroma yang sangat memabukkan perutnya itu. Ah, rasanya sangat tidak sabar untuk menyantap makanan sejuta umat itu.

"Buset. Udah makan aja lo," ucap Kenzo sembari menatap temannya yang sedang asyik makan.

"Laper ngab," jawabnya sembari mulut yang terus mengunyah makanannya.

Kenzo menggeleng heran ke arah El. Pasalnya, tadi pagi El sudah makan nasi dan ayam goreng yang ia bawa dari rumah. Lalu, sekarang dirinya memakan beberapa gorengan dan siangnya dia bilang lapar? Terbuat dari apa perut si El ini?

Kenzo lantas membalikkan tubuhnya ke belakang—meja Farroz, melihat temannya yang sedang duduk dengan raut wajah yang terlihat murung. Ah, cowok itu duduk sendiri karena teman sebangkunya—Dewa tidak masuk, karena menjaga ibunya di rumah sakit.

"Lo kenapa dah?" tanyanya heran.

Farroz menatap temannya sekilas, "Apaan?" jawabnya dengan wajah yang datar.

Rendra bergidik ngeri, "Datar amat, kenapa sih?"

El menepuk pundak Rendra, "Biasalah, orang kalau lagi cemburu begitu."

Galen yang baru saja duduk di bangkunya merasa heran saat mendengar penuturan El. "Cemburu kenapa?" tanya taidak mengerti.

El menelan makanannya sebelum berbicara, "Tadi pagi dia lihat Sarah sama Daniel di parkiran, kayaknya sih mereka berangkat bareng," jelasnya.

"Makanya, anak orang jangan digantung," celetuk Galen yang membuat wajah Farroz semakin kesal.

Rendra tertawa kencang, tak kuat melihat ekspresi temannya saat ini. "Udah, Roz, nggak usah galau. Nih, mending lo mainin gitar gue, daripada galau mulu." Ujarnya sembari memberikan gitar berwarna cokelat—yang langsung diterima oleh Farroz.

Farroz lantas mulai memetikkan senar gitar dan menyanyikan sebuah lagu yang menggambarkan perasaannya saat ini.

Tanpa sadarku, lama telah menunggu
Banyaknya wanita, tak tenang hariku
Cantik paras dan manismu cukup menggoda
Tapi mengapa hati ini takkan bisa, menahan hasratku tuk temukan hal yang baru

Ragu, aku belum ingin denganmu
Maafkan ku harus menjauh
Bukan salahmu hanyaku masih, ingin sendiri dulu

Jangan salahkan arti semua ini
Tak ada maksud, ku hanya ingin mencari nyamannya hati
Mau kumaju, tapi pikirku kupercuma
Menyerah kutakut kehilangan dirimu
Separuh hatiku, masih ingin denganmu

Tapi, ku ragu
Aku belum ingin denganmu
Maafkan kuharus menjauh
Bukan salahmu hanya kumasih, ingin sendiri dulu

(Luthfi Aulia - Ragu)

"Buset lagunya," ucap El menggeleng tak percaya saat mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh Farroz.

"Kalau masih ragu mending mundur, jangan tarik-ulur perasaan cewek," ujar Galen tiba-tiba.

Di antara mereka, hanya Galen yang tidak suka jika teman-temannya mempermainkan perasaan wanita— karena itu mengingatkannya akan perasaan sang ibu yang juga seorang perempuan.

Pandangan Galen tertuju pada jendela yang memperlihatkan seorang gadis yang tengah berjalan melewati kelas Galen. Semburat senyum muncul di bibir tipis milik Galen. Ia lantas keluar kelas, menghampiri gadis yang terlihat dekat dengannya akhir-akhir ini.

"Mau ke mana lo, Len?" teriak El saat menyadari temannya yang melangkah keluar kelas.

*****

Galen menatap punggung milik Kalea. Surai hitam ke cokelatan sebahu itu terlihat sangat indah. Terlebih, ditambah aksesoris yang terjepit di rambutnya—menambah kesan cantik gadis itu.

Senyum yang terbit di bibir Galen pun tidak menghilang sejak tadi. Ia terus mengikuti langkah kaki milik Kalea. Kemana pun Kalea pergi, ia terus mengikutinya.

"Kalea."

Gadis yang dipanggil namanya berhenti melangkah. Kalea membalikkan tubuhnya dan mendapati Galen yang berada sangat dekat dengannya.

Kalea berjengit kaget, "Galen?"

Galen membalasnya dengan senyuman.

"Ada apa?"

Seketika Galen tergugup. Ia juga tidak tau kenapa memanggil Kalea. Bahkan kakinya melangkah begitu saja ketika melihat gadis itu melewati kelasnya.

"Lo nggak bisu, kan, Len?"

Galen menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia lantas menatap lekat wajah Kalea.

"Nanti malam ada acara?"

Kalea mengernyit. Tumben sekali cowok di hadapannya ini menanyakan hal seperti itu. Namun, sedetik kemudian Kalea menggeleng. "Nggak ada. Kenapa?"

"Itu ...."

"Kenapa sih?"

Kalea melambaikan tangannya dihadapan Galen. Sedangkan pemuda itu hanya diam, menatap lekat pada sosok perempuan yang kini bersikap sedikit salah tingkah.

"Kalea...," panggilnya dengan suara yang terkesan lembut.

Menelan sedikit ludahnya, tiba-tiba jantung Kalea berdetak dua kali lebih kencang.

"Y-ya?"

Lidah Kalea semakin keluh kala jemari Galen kini tanpa kurang ajar bertaut dengan jemarinya sembari berkata.

"How about we plan a special date night just for us?"




Bersambung...

Hari ini dikit dulu ya, aku lagi sibuk parah

Jangan lupa jejaknya bebb🫶🏻



Jakarta, 08 Januari 2024

GALENDRA [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang