Part 16

45 11 0
                                    

Jevan menatap tajam punggung cowok berjaket hitam yang kini ada di depan rumahnya—sedang bersama Kalea. Tadi, saat Jevan hendak pulang ke rumah, ia melihat cowok dengan motor hitam dan jaket yang sangat Jevan kenali. Bisa Jevan duga bahwa cowok itu adalah Galen, musuhnya. Dan bisa Jevan duga bahwa Galen dan Kalea tengah melakukan pendekatan atau yang biasa dibilang first date.

Jevan menggenggam kuat pedal gas motornya. Merasa kesal setengah mati karena Kalea tidak ingin mendengarkan perkataannya.

Sial, makinya kesal.

Lalu Jevan meminggirkan kendaraannya hingga tak terlihat, menunggu cowok itu berbalik arah dan keluar dari perumahan yang ia tempati. Terbesit di benak Jevan untuk menghabisi cowok itu. Setelah menunggu tiga menit, motor yang dikendarai Galen pun berbalik arah untuk keluar dari perumahan. Jevan pun segera mengikutinya.

Galen menatap spion motornya. Motor dan jaket berwarna merah sudah menjadi ciri khas seseorang yang ia kenali. Jevan Sanjaya. Seseorang yang terus saja mencari-cari masalah dengannya dan Stargaze. Ia bahkan tidak tau alasan dibalik kebencian Jevan terhadapnya.

Galen menarik pedal gas motornya dengan kencang, mencoba lari dari Jevan yang terus mengikutinya. Hari ini ia sedang senang, maka dari itu, ia tidak ingin senangnya diganggu oleh siapa pun. Akan tetapi, Jevan tetaplah Jevan. Sekalinya sudah menargetkan seseorang, maka ia harus mendapatkannya dan menyerangnya berkali-kali.
Maka dari itu, untuk memuaskan ambisinya, Jevan menarik pedal gas dengan sangat kencang—melebihi Galen dan mendahului motor pemuda itu, lalu berhenti di hadapannya.

Melihat Jevan yang tiba-tiba berhenti di hadapannya membuat Galen reflek menarik rem-nya kuat-kuat—menghindari terjadinya kecelakaan. Di balik helm full face-nya, Galen menatap tajam Jevan yang sudah turun dari motor dan berjalan menghampirinya.

Jevan menarik jaket yang Galen kenakan—menariknya untuk turun dari motor cowok itu.

"Turun," titahnya dengan kasar.

Galen menghentak kasar kedua tangan Jevan yang berada di sekitar lehernya. "Lepas, anjing!"

Keduanya bersitajam. Kedua tangan Galen dan Jevan sama-sama mengepal. Keduanya sama-sama dalam keadaan emosi yang membuncah. Galen yang tidak suka diganggu, dan Jevan yang tidak suka Galen mendekati Kalea.

Galen menatap Jevan tak kalah tajam. Ia benar-benar muak dengan cowok di hadapannya ini. Terakhir kali mereka bertemu itu beberapa hari yang lalu, saat Jevan memintanya untuk balapan kembali. Dan Galen menyetujuinya dengan syarat jika ia menang, Jevan tidak boleh menganggu dirinya dan teman-temannya. Tapi sekarang? Cowok itu justru ada di hadapannya. Menganggu kesenangannya.

Galen melayangkan satu pukulan di wajah Jevan, yang dibalas pukulan juga oleh Jevan. Keduanya saling mukul-memukul. Bahkan wajah tampan keduanya kini sudah terlihat bercak merah dan biru yang menyatu.

"Lo ngelanggar janji lo, Jevan." Galen berucap dengan sedikit terengah-engah.

"Apa yang gue lakuin sekarang nggak ada hubungannya dengan perjanjian kita," ucap Jevan dengan tegas.

Galen mengernyit. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun dengannya. "To the point," ujarnya. Galen terlalu malas untuk berbasa-basi.

Jevan tersenyum sinis seraya berkata, "Jauhin Kalea," pintanya.

"Sorry?"

"Jauhin Kalea." Jevan berucap dengan penuh penegasan di setiap katanya.

Galen terkekeh, "Urusannya sama lo apa?"

Melihat wajah Galen yang seperti menantangnya membuat emosi Jevan semakin meninggi dan melayangkan satu pukulan di wajah Galen.

"Gue bilang jauhin Kalea, sialan!" teriaknya.

Galen terkekeh seraya mengusap ujung bibirnya yang terasa kebas, "Kenapa? Suka lo sama Kalea?"

"Bukan urusan lo! Intinya, jauhin Kalea."

"Kenapa, hm? Takut kalah saing?"

Perkataan Galen membuat Jevan mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih.

"Jevan," panggilnya seraya tersenyum miring, "lo memang akan selalu kalah dari gue." Galen lantas menepuk-nepuk pundak Jevan dan berjalan tertatih ke arah motornya.

Galen tersenyum miring melihat keterdiaman Jevan. Apa yang diucapkan Galen memang benar. Sejak dulu, Jevan selalu kalah telak darinya. Maka tak heran jika Jevan seringkali membuat ulah—menunjukkan dirinya seolah lebih hebat dari Galen.

Galen lantas menyalakan mesin motornya dan pergi dari sana meninggalkan Jevan.

*****

"Kamu gila?"

Satu pertanyaan yang mampu membuat Kalea sedikit kesal.

"Papa! Kok ngatain aku gila, sih!?"

Ardian terkekeh melihat wajah Kalea yang cemberut. Sungguh menggemaskan sekali putrinya yang satu ini. "Ya lagian kamu senyum-senyum terus sejak masuk rumah," katanya dengan menggoda. "Ada apa sih? Cerita dong ke Papa," ujarnya seraya mendekatkan wajahnya ke samping wajah Kalea.

"Nggak ada apa-apa, kok!" serunya. Kalea tidak ingin Papa nya ini mengetahui alasan dibalik sebuah senyuman yang terbit di bibirnya.

Ardian mengangguk. "Gimana first date-nya? Lancar, nggak?" tanyanya dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

Kedua netra Kalea membola. Tangannya refleks memukul pelan pundak Ardian. "Papa kok—!?"

Ardian tertawa. "Papa tau kalau tadi kamu jalan sama Galen," katanya. Sedetik kemudian wajahnya menatap serius wajah Kalea. "Kamu di kasih makan kan sama dia?"

"Ih Papa apaan sih!"

"Nggak usah malu-malu gitu, lah. Biasanya juga malu-maluin."

"PAPA!." Kalea merasa tidak suka dengan ucapan papanya yang terkesan nggak jelas baginya.

Ardian lantas memosisikan tubuhnya menghadap Kalea. "Tapi, serius. Kamu di kasih makan, kan?"

Dengan malu-malu Kalea berkata, "Y-ya d-dikasih, lah!"

"Syukur, deh."

"Lagipula aku juga ogah ya kalo makan angin doang."

Ardian mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Ia tau bahwa cowok jaman sekarang banyak yang tidak modal saat mengajak cewek berkencan. Tapi syukurlah jika anak gadisnya itu tidak diperlakukan seperti itu.

"Jadi kamu lagi dekat sama Galen?" tanyanya pada Kalea.

Kalea mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau," jawabnya.

"Lho, kok nggak tau?"

"Ya emang nggak tau."

"Kalau cowok udah berani ngajak cewek nge-date, itu tandanya dia tertarik sama cewek itu," jelasnya.

Kalea menoleh, keningnya berkerut saat mendengar perkataan Ardian. "Emang gitu?" tanyanya tak percaya.

Ardian mengangguk. "Kalau nggak tertarik, ngapain juga dia ngajak kamu jalan? Iya, toh?"

Kalea terdiam. Otaknya berusaha mencerna semua perkataan papanya. Apa benar jika Galen tertarik dengannya? Apa benar jika Galen menyukai dirinya?

Berbagai pertanyaan perlahan-lahan memenuhi kepalanya. Sungguh, Kalea merasa frustasi saat ini. Terlebih ketika ia menyadari bahwa ... jantungnya berdetak 2x lebih cepat dari biasanya saat bersama Galen. Apa itu tandanya ... ia jatuh cinta?



Bersambung...




Jakarta, 10 Januari 2024

GALENDRA [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang