Part 9

116 34 43
                                    

"Abis dari mana kamu Jevan?"

Satu pertanyaan meluncur begitu saja dari seorang pria paruh baya yang tengah duduk di ruang keluarga seraya menonton Televisi.

Jevan yang baru saja masuk ke dalam rumahnya pun berdecak kesal mendengar pertanyaan sang papa.

"Papa tanya kamu dari mana?"

Jevan menulikan pendengarannya. Kakinya terus melangkah menuju anak tangga hendak menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas.

"Berhenti kamu di situ!"

Suara perintah dari Papanya membuat langkah kakinya terhenti. Kalau sudah mengeluarkan suara yang tegas, Jevan tidak bisa menghindar. Jevan lantas membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah papanya. Lalu Jevan mendaratkan bokongnya di sofa yang ada di sebelah papanya.

"Ribut lagi?" tanya Ardi seraya menggelengkan kepalanya—menatap tak percaya ke arah anak laki-lakinya itu.

"Hm," balas Jevan cuek.

Ardi lantas memfokuskan pandangannya ke arah Jevan. "Kali ini apa masalahnya?"

"Kalah balapan."

Ardi berdecih, "Hanya karena kalah balapan kamu sampai ribut terus bonyok kayak gini?" tanyanya tak percaya.

Jevan menatap kesal ke arah Ardi, "Pa, dia curang! Dia nutup jalur overtaking aku!" jelasnya merasa tidak terima diremehkan oleh papa-nya.

Ardi mengerutkan keningnya, "Memangnya ada larangan nggak boleh nutup jalur overtaking dalam balapan?"

Satu pertanyaan dari Ardi membuat Jevan kesal. Pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang diajukan oleh lawan mainnya saat balapan tadi, Galen.

"Ada?" tanyanya lagi.

Jevan menggeleng. Bibirnya mengerucut sebal. "Nggak ada," jawabnya pelan.

"Nah, ya udah!" Ardi lantas menatap lekat mata Jevan. "Kamu itu harus terima kekalahanmu, Jev. Itu bukti bahwa kamu seseorang yang profesional. Lagipula menang atau kalah itu hal yang wajar dalam pertandingan." Jawabnya seraya menepuk pelan pundak Jevan.

"Tapi, Pa, Jevan nggak terima kalau kalah terus-terusan dari Stargaze," kesalnya.

Ardi menghela napas pasrah, "Ya tandanya kamu harus banyak belajar," katanya seraya mengambil remot Televisi untuk mengganti channel. "Lagian, balapan kok ilegal. Mana seru? Balapan tuh secara legal dong, di sirkuit, contohnya."

Jevan hanya mendengus kesal mendengar perkataan Ardi. Sedetik kemudian, Jevan teringat akan sesuatu. Dilihatnya ke seluruh rumah yang terlihat sepi, tak seperti biasanya yang ramai akan kekacauan yang dilakukan oleh seseorang. 

"Kalea mana, Pa?" Pertanyaan dari Jevan itu membuat Ardi tersadar.

Ardi menepuk pelan pundaknya, melupakan sesuatu. "Aduh! Papa lupa, Jev," ucapnya. Ardi lantas mengambil ponselnya yang ada di atas meja dan menghubungi nomor yang tersimpan di ponselnya dengan nama 'Kalea cantik🫶🏻'.

"Lupa kenapa?" tanya Jevan tidak mengerti.

Jevan memperhatikan sang Papa yang tengah sibuk menghubungi adiknya. Ada raut kekhawatiran di wajah Ardi. Bisa Jevan duga, adik perempuannya itu pasti sedang berada di luar rumah.

"Kenapa sih, Pa?" tanya Jevan sekali lagi.

Ardi menghela napas kasar kala berbunyi sebuah notif dari ponselnya. "Tadi Kalea nyariin kamu ke sana, Jev," jelasnya. Hal itu sontak membuat Jevan khawatir.

Jevan tercengang. Ia lantas membetulkan posisi duduknya menghadap Ardi. "Ngapain!?"

"Tadi Papa suruh cari kamu ter—"

GALENDRA [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang