Part 10

96 37 52
                                    

Seorang gadis dengan cardigan berwarna biru yang melekat di tubuhnya serta jepitan kecil yang berada di rambut kanannya itu berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah.

Hari ini Kalea tidak menggunakan kendaraan seperti biasanya, karena tengah ia servis di bengkel. Jadi, khusus hari ini ia ke sekolah menggunakan angkutan umum.

Bel masuk telah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Tetapi, Kalea berjalan dengan langkah yang pelan seolah tidak mempedulikan jika nanti akan mendapatkan sebuah hukuman dari Pak Iko.

Sedangkan di sisi lain, seorang satpam yang akrab disapa Mang Asep itu menatap takjub di depan gerbang pertama. Ya, di sekolah ini terdapat 2 gerbang. 1 gerbang utama yang akan selalu dibuka karena akses keluar-masuk kendaraan. Yang kedua, gerbang masuk murid-murid yang ada di sekolah. Jika ingin memasuki gerbang kedua, maka harus melewati gerbang dahulu.

"Neng, buruan jalannya!" seru Mang Asep kepada Kalea.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Kalea mendengarnya. Ia berdecak malas. "Sabar, Mang!" Kalea lantas sedikit mempercepat langkah kakinya. "Jalan cepat itu butuh tenaga yang banyak. Cape, tau!" lanjutnya lagi dengan wajah kesal.

Mang Asep menggelengkan kepalanya. "Ya siapa suruh telat?"

Kalea merotasikan kedua bola matanya. "Udah deh Mang, mana sini bukunya, mau saya isi," katanya seraya mengulurkan tangannya meminta buku yang harus diisi oleh murid-murid yang telat.

Mang Asep mengulurkan sebuah buku cokelat. "Nih, Neng. Isi yang benar," katanya.

Kalea pun menerima buku itu dan segera membukanya. Saat membuka lembaran buku, ia pun mencari halaman buku yang akan ia isi. Sepersekian detik kemudian, ia pun menemukannya.  Sesaat pandangannya menatap nama-nama yang telat hari ini.

Ari - Telat - 07.01

Lina -  Telat - 07.03

Jacob - Telat - 07.03

Aris - Telat - 07.03

Galendra - Telat - 07.7

Tunggu, sebentar! Galendra? Telat di jam 07.07? Kalea mengernyit kala membaca jam telat laki-laki itu.

Berarti dia masih ada di sini? pikirnya bertanya-tanya.

Melihat Kalea yang terdiam menatap buku tanpa mengisinya membuat Mang Asep bersuara, "Neng! Malah diam. Cepetan di isi terus masuk ke lapangan."

Suara Mang Asep dapat menyadarkan Kalea dari lamunannya. "Sabar, Mang!" Akhirnya Kalea pun segera mengisinya. Ia menatap sejenak pada arloji berwarna rose gold yang melingkar di pergelangan tangannya dan menuliskan nama beserta jam telatnya.

Kalea imoet - Telat dikit - 07.14.

Dikit, kan?

Setelah mengisi buku itu, Kalea pun segera berjalan menuju gerbang kedua. Nah, di gerbang ini yang membuat jantungnya berdegup tak karuan. Kalea mengira-ngira, siapa guru yang ada di balik pagar berwarna biru muda itu. Apakah pak Iko? bu Dena? Kalea harap dibalik pagar biru itu bukanlah keduanya. Jika benar, maka tamatlah riwayatnya.

Pak Iko dan Bu Dena. Kedua guru yang senang sekali menghukum murid-muridnya yang bandal. Jika guru lain menghukum dengan berdiri di tiang bendera, berbeda dengan kedua guru tersebut. Mereka lebih suka jika murid yang dapat hukuman membersihkan toilet dan gudang. Jadi, kedua guru itulah yang paling Kalea hindari karena ia sangat malas membersihkan toilet serta gudang yang kotor itu.

"Telat juga?"

Suara seorang cowok menginterupsi langkahnya. Tubuhnya menegang. Entah kenapa semenjak pertemuan di malam itu, tepatnya semenjak tangan kanan laki-laki itu dengan lembut mengelus puncak kepalanya—membuat hidupnya tidak tenang.

GALENDRA [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang