🌊
🌊Tidak sempat pembukaan seperti cerita lainnya, itu terlalu membuang waktu. Gadis itu reflek menunduk saat sendok sayur itu nyaris mengenai kepalanya.
"LILY! BALIK SEKARANG JUGA!" suara larangan itu justru membuat kaki Lily kian lincah melompat dan berlari, dengan tangan putihnya dia meraih pagar panti asuhan kasih ibu yang tertutup rapat itu.
"Lily!" suara itu lagi, memanggil gadis itu untuk kembali dan menghentikan langkahnya.
Terlambat, gadis itu sudah berhasil melompati gerbang yang dua kali lebih tinggi darinya, ia amat lincah.Ia menyeka keringat di dahinya lalu segera berlari sebelum orang-orang mengejar nya lebih jauh.
"Ah sialan! Kaki aku sakit" Gadis itu mengumpat pelan, ia segera berlari lebih cepat menepis kakinya yang terkilir.
Tidak sampai di sana, ternyata orang-orang itu mengejarnya, membuat Lily semakin panik. Ia segera mengambil langkah seribu untuk segera berlari. Persetan dengan kakinya yang nyeri.
Lily berlari ke sembarang arah, dia berakhir di sebuah rumah sakit yang tampak ramai sepertinya karena ini hari minggu membuat rumah sakit ramai akan penjengukan, beberala pasien beruntung tentu mendapatkan kesempatan untuk di besuk oleh keluarganya.
Lily tampak celingukan saat beberala perawat mulai menatapnya aneh, gadis itu pucat bukan karena sakit, itu memang warna natural bibirnya saat panik terutama, mungkin beberapa perawat mengiranya adalah pasien yang mencari keluarganya.
Setelah memberikan senyuman kikuk pada beberapa orang yang melihatnya aneh Gadis itu berinisiatif untuk masuk ke gedung rumah sakit yang cukup dekat dari tempatnya kabur itu, tempat yang selalu mengekangnya. Ia benci tempat itu.
Namun lagi-lagi tidak sampai di situ, suara sayup-sayup segerombolan orang yang mengejar Lily itu masih jelas terdengar membuat Lily semakin panik, ia segera mengambil langkah.
Lily masuk ke sebuah ruangan khusus perawat pintunya terbuka jadi gadis itu memilih masuk, awalnya hanya berniat bersembunyi namun Lily segera memutar otaknya setelah ia melihat seonggok seragam perawat tergeetak di atas meja di sana, ia mengambilnya, pasti salah seorang perawat yang ceroboh meninggalkan seragamnya di sana.
Kini pakaian gadis itu sudah seperti perawat, lengkap dengan nametag yang pastinya bukan namanya, ia segera keluar setelah merapikan maskernya dan mencepol rambut sepinggangnya.
Lily melihat sekeliling, tampaknya sudah aman. Gadis itu segera keluar dari tempat persembunyiannya dengan penampilan seorang perawat dengan nametag "Naura".
"Eh di sana kamu, Naura!" Seorang perawat lain segera menjegal tangannya saat ia hendak sedikit memeriksa keadaan.
"Kamu ngapain di sini? Ini jam makan siang dan kamu masih biarin pasien kamu di taman sendirian? Inget dia punya Alzheimer"Lily terkejut, ia segera menggeleng cepat. Namun perawat di depannya justru terlihat bingung. "Kamu geleng-geleng kenapa? Salah bantal?" Perawat ber-nametag "Siska" itu menatap Lily.
Gadis itu bergeming "ah lama, ayooo" terlambat, Lily alias Naura abal-abal itu segera di tarik oleh perawat tersebut.
"Noh pasien kamu, sedang duduk sendiri di taman"
Lily menatap ke arah seorang lelaki seumuran dia (sepertinya) sedang duduk di taman, menatap kosong kedepan.
Demi menyelamatkan penyamarannya yang entah bertujuan untuk apa, gadis itu segera berjalan ke arah lelaki itu, lalu duduk di kursi panjang dekat kursi roda nya.
"Halo" Lily menyapa riang, ia tersenyum di balik maskernya namun matanya cukup menjelaskan kalau ia tengah tersenyum.
"Kamu siapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Canvas Tanpa Warna [END]
Teen FictionSederhana, dia kehilangan warnanya dan aku kehilangan kisahku. (piinterest cover by: _blue_)