26 - Danger!

13 4 0
                                    

Violy sudah siap dan bergegas ke luar kamar, tetapi langkahnya terhenti oleh Zaren yang kembali menariknya ke dalam kamar, wajah pemuda itu tampak tegang dan serius.

"Ada apa?" tanya Violy.

"Apa yang kamu lakukan selama izin tiga hari? Kenapa kamu bisa bertemu dengan anggota yang sudah divonis mati kala itu?" Bukannya menjawab, Zaren malah bertanya balik.

Gadis itu melirik jam dinding di kamarnya, lalu menceritakan semuanya pada Zaren. Pemuda itu mendengarkan dengan saksama, walau sesekali tebelalak atas kenyataan yang tak diketahuinya pula.

"Jadi, Ibunda Gelca adalah ibu dari anak Aldo pula?" tanya Zaren.

Violy mengangguk cepat. "Aku harus mencari anak itu, sebelum Aldo mengetahuinya."

"Kenapa kamu tidak mengatakannya sejak awal? Aku bisa membantumu dari sini!" omel Zaren.

Violy menghela napas panjang, ia tahu bahwa pemuda itu akan berkata seperti ini. "Sekarang Kakak sudah tahu, jadi bantu aku dan segera temui anak itu. Siapa pun dia, tolong jangan katakan pada yang lain demi keselamatannya."

Zaren mengangguk cepat. Setelah pembicaraan singkat itu selesai, keduanya ke luar dari kamar tersebut menuju ruang kumpul. Ternyata, sudah banyak yang berkumpul di sana, Violy dan Zaren pun mengambil posisi di tempat masing-masing. Orang pertama yang dicari Violy adalah Dara, tetapi gadis itu tak terlihat.

"Apa dia sudah pergi? Tidak seperti biasanya!" batin Violy.

Tatapannya menelusuri ruangan tersebut, sampai tatapan itu jatuh pada keempat pemuda yang berkumpul menjadi satu. Violy langsung mendekati mereka untuk menanyakan keberadaan Dara.

"Di mana Dara?" tanya Violy.

Heiry menatap sekitarnya, memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Aku tidak melihatnya sejak pagi, tapi lokasinya masih berada di sekitar markas."

"Baiklah, tetap awasi anak itu apa pun yang terjadi!" pinta Violy yang ditanggapi pemuda itu dengan anggukan.

Violy kembali ke tempatnya, tepat saat anggota inti yang lain mulai berdatangan. Namun, seketika ponsel gadis itu berdering dengan keras, notifikasi yang tak biasa ia dapatkan. Tentunya hal tersebut menarik perhatian yang lain, begitu pula anggota inti yang sudah ada di ruangan tersebut.

"Apa ini?" tanya Violy pada Zaren.

Tiba-tiba ponsel milik Heiry dan Zano juga berdering keras, sama seperti yang terjadi pada Violy. Ketiganya saling bertukar pandang, Arkasa yang mengetahui hal tersebut pun langsung membuka laptopnya dan mematikan suara tersebut.

"Apa yang terjadi, Arkasa?" tanya Violy.

"Tunggu, ini sama seperti saat kamu diculik oleh penembak bayaran itu!" seru Arkasa.

Seketika sosok Dara hadir dalam pikiran Violy. "Gawat! Dara!"

Dengan cepat dan tanpa menunggu izin dari siapa pun, gadis itu meninggalkan ruang kumpul. Ditariknya kunci motor milik Ibraka yang ada di atas meja, ia tak memedulikan Zaren yang terus memanggil namanya.

...

Violy berhasil melarikan diri dari markas karena motor Ibraka terparkir di dekat gerbang, bahkan gerbang pun sedang dibuka karena pasokan pangan datang. Saat ini gadis itu memasuki jalan yang seingatnya pernah ia lalui, ketika melarikan diri dari penculikan tersebut. Violy tahu, tempatnya diculik bukan di dekat makam, itu artinya mereka memiliki dua tempat atau lebih.

Kendaraan roda dua itu membawanya menelusuri hutan belantara dengan pepohonan yang tinggi dan rumput liar berduri. Namun, tiba-tiba seseorang memanah ban motornya hingga meletus dan kempis. Violy langsung turun dari mobil dan memperhatikan sekitarnya.

"Aku seperti mengenal anak panah ini!" batin Violy.

Lama gadis itu terdiam, sampai ia merasakan kehadiran seseorang dari belakangnya. Tepat ketika sosok tersebut hendak memukulnya, Violy langsung mengelak dan menjulurkan belatinya. Betapa terkejutnya Violy, mendapati sosok yang dianggap telah gugur selama ini.

"Jadi, kamu yang bernama Violy!" cetus pria itu.

"Hai ... Aldo Lewis!"

Violy langsung menyayat lengan pria itu dan menendang dadanya. Aldo tersungkur ke belakang dan menatap sayatan yang diberikan oleh Violy, seketika wajahnya memerah.

"Sial! Kamu selalu ikut mengacaukan rencanaku!" pekik pria itu yang langsung menyerang Violy.

Pertarungan itu pun terjadi dengan sengit. Violy berusaha menghindari anak panah yang digunakan Aldo sebagai senjatanya, sedangkan gadis itu memakai belatinya. Pukulan demi pukulan dilayangkan Violy pada wajah dan tubuh pria itu.

Bugh!

Satu pukulan kembali mendarat di tulang kering pria itu. Ketika Violy hendak melayangkan pukulan lagi, ucapan Aldo membuatnya terhenti.

"Aku akan melukai orang tuamu!" ancam Aldo.

"Jika kamu melukainya, maka aku sendiri yang akan menghabisimu!" teriak Violy.

Pria itu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sesuatu pada Violy. Terdapat gambar yang menunjukkan rumah orang tuanya di sana dan beberapa pria bertubuh tegap yang berjaga di depan rumah tersebut, seakan mereka ada bagian dari kepolisian.

"Ayahku tidak akan terkecoh oleh kalian!" teriak Violy.

"Benarkah, bagaimana dengan ini?"

Kali ini gambar itu menunjukkan sosok Dara yang terikat di kursi dengan wajah penuh lebam. Pria itu kembali menggeser layar ponselnya, terdapat foto Firany dengan Reino yang sedang berdiri di halaman rumah mereka.

"Beberapa orang suruhanku berhasil menyelinap di tempat mereka, bagaimana?" tanya Aldo.

Violy hanya diam, mencoba menahan emosi yang sewaktu-waktu bisa membahayakan dirinya sendiri.

"Aku akan melepaskan mereka, jika kamu dan kakakmu itu berhenti ikut campur!" tawar Aldo.

"Apa yang kamu inginkan, Aldo?!" tanya Violy.

"Kehancuran Devga, beserta anggotanya!" jawab pria itu dengan lantang.

Violy tertawa kecil. "Bukankah kamu tahu bahwa iblis tidak pantas di dunia ini? Mereka lebih pantas di neraka!"

Kemarahan gadis itu tak bisa terbendung lagi, ketika hendak melayangkan serangan, tiba-tiba seseorang menusuk sesuatu ke lehernya, Violy bisa merasakan dengan jelas bahwa itu adalah suntikan yang sudah diberi obat bius karena semakin lama penglihatannya semakin memudar. Dalam hitungan detik, penglihatannya berubah menjadi gelap dan tubuhnya jatuh ke tanah.

"Bahkan, gadis hebat sepertimu bisa dikelabui!"

...

Zaren mengendarai mobilnya di tengah kemacetan, ia kehilangan jejak sang adik. Jantungnya berdegup kencang, pikirannya melayang, tubuhnya terus bergerak gusar. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menandakan panggilan masuk dari sang ayah, dengan cepat pemuda itu menjawabnya.

"Halo, Ayah!"

"Agzar, banyak orang tak dikenal di depan rumah! Mereka menggunakan pakaian polisi, tapi Ayah tidak mengenal mereka!"

Zaren terdiam, tidak mungkin sang ayah tidak mengenal temannya sendiri.

"Ayah sudah bertanya pada pamanmu, kepolisian tidak mengirim siapa pun ke rumah!"

"Dengar, Ayah, tunggu aku dan jangan ke luar rumah! Aku akan segera ke sana!"

"Baiklah, berhati-hatilah, Nak!"

Panggilan itu berakhir dan Zaren melempar ponselnya ke kursi di sebelahnya. "Sial!"

Pemuda itu tak tahu harus bagaimana, satu sisi Violy dalam bahaya, tetapi di sisi lain orang tuanya membutuhkannya. Namun, dengan berat akhirnya Zaren memutar arah mobilnya menuju kediaman orang tuanya.

"Maafkan aku, Violy! Kuharap, kamu baik-baik saja!"

***
To Be Continue
>>>

MALIGNITY : Encounter The Evil (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang