Semalaman mereka menyusun rencana untuk penyerangan ke markas Emerald dan Aldo dan pagi ini sudah siap dengan senjata dan perlengkapan masing-masing. Violy menatap Geyan yang berusaha mengenakan baju anti pelurunya, pemuda itu tampak bersemangat walau baru beberapa hari melewati masa kritisnya.
Tatapan Violy beralih pada Devga yang membantu Seira menyusun senjata di tubuhnya. Tanpa gadis itu sadari, Seira menatapnya sambil tersenyum tipis, dengan cepat Violy membalas senyuman itu. Lalu ia menatap Arland, pemuda itu sedang mengikat tali sepatunya dan ia langsung mendekatinya.
“Apa senjataku sudah lengkap?” tanya Violy sambil memutar tubuhnya di hadapan Arland.
Pemuda itu memicing, tak lama kemudian mengangguk. “Sudah lengkap!”
Gadis itu mengambil jaketnya yang tersampir di sofa, seketika tatapannya beralih pada Calma dan Gevan yang sedang menuruni anak tangga dengan pakaian rapi serta senjata lengkap.
“Apa kalian benar-benar akan ikut?” tanya Violy.
Keduanya mengangguk, lalu bergabung dengan anggota inti.
“Tentu saja, kami harus tetap ikut,” jawab Gevan.
Violy tersenyum lebar, akhirnya kedua sahabatnya itu bisa melewati masa sulit mereka. Tewasnya tiga anggota yang bersama Calma beberapa hari lalu, benar-benar membuat gadis itu terpuruk, bahkan sampai tidak ke luar kamar selama dua hari. Sedangkan, Gevan harus memulihkan tubuhnya yang terkena tembak di perut, hingga membuatnya sulit melakukan apa pun.
“Aku juga ikut!”
Suara itu membuat yang lain langsung menatap ke arahnya, dia adalah Arkasa yang gagah dan tampan. Kepergian Ibraka membuatnya diam seribu bahasa, bahkan tugasnya diambil alih oleh Heiry yang dibantu oleh dan beberapa anggota lain.
Namun, kehadiran pemuda itu membuat Violy terdiam, seketika gadis itu merasa sesak dengan jantung yang berdegup kencang. Arland yang menyadari itu pun merasa khawatir pada Violy, ia tahu benar bagaimana perasaan gadis di hadapannya itu.
“Baiklah, jika semua anggota sudah siap, waktunya kita berangkat!” kata Devga sambil menatap seluruh anggota inti.
Tatapan itu jatuh pada gadis di sebelah Arland, siapa lagi kalau bukan Violy. Gadis itu hanya tertunduk dan diam, berbeda dari sebelum Arkasa datang.
“Ingat posisi dan siapa saja tim kalian! Jangan ada yang terpisah, apa lagi gugur! Ingat pula satu hal, kita akan menghadapi musuh yang tidak biasa, jadi tetaplah berhati-hati!” ujar Devga.
“Siap!” sahut yang lain bersamaan.
.....
Mobil itu berhenti di tengah hutan, tempat yang sama saat penculikan Violy dan Dara kala itu. Satu persatu anggota ke luar dari mobil dengan senjata laras panjang mereka, lalu tim yang sudah dibentuk pun memiliki perubahan.
Devga berdampingan dengan Seira, Geyan menggantikan posisi Ibraka, Zaren tetap bersama Calma, Arland dengan Liany, dan Daren dengan Violy. Untuk tim yang bertugas di luar ada Arkasa dengan pasukannya yang bernama Andala, lalu Delta, Estella, dan pasukan Visus, terakhir Gevan, Vemi, dan pasukan Bena.
Ketiga pasukan itu langsung berpencar menuju titik yang sudah ditentukan dan menyerang dari kejauhan, sedangkan sisanya melakukan serangan langsung. Zaren dan Calma memimpin di depan, lalu Arland dan Liany berjaga di belakang, sedangkan Daren, Violy, Devga, Seira, dan Geyan bersiaga di antara keempatnya.
Pasukan Andala yang berjaga di titik utama langsung melemparkan bom ketika mendapat isyarat dari Devga melalui alat dengar yang digunakan masing-masing anggota. Setelah beberapa detik, giliran pasukan Bena yang melempar bom di bagian belakang markas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALIGNITY : Encounter The Evil (COMPLETED)
ActionGenre : Action - Thriller Tema : Mafia Blurb : Berhenti bukan berarti menyerah, tetapi amarahnya terus dipancing agar kembali ke dalam peperangan itu. Anggota yang kembali pada kehidupan masing-masing pun satu persatu datang dengan harapan tinggi. M...