13 - Deep Feeling

7 5 0
                                    

Kehadiran ketiga gadis itu langsung disambut oleh para anggota, terlebih pada Estella dan Vemi yang akhirnya bisa kembali berkumpul. Zaren dan Arland langsung menghampiri Violy dengan cemas, sedangkan Devga hanya memperhatikan dari jauh dan diam-diam menghela napas lega karena ketiganya dalam keadaan selamat.

"Tolong obati luka Violy!" seru Estella.

Semua mata tertuju pada gadis itu, Zaren pun langsung melihat kaki sang adik. Ada darah kering dan luka sayatan di pergelangan kaki kanannya, lalu Liany langsung beranjak mengambil kotak obat. Zaren dengan sabar memapah Violy menuju sofa agar lukanya bisa diobati.

"Sebelum kalian kembali, ponselku, Arland, Daren, dan Gevan mendapat peringatan, setelah satu jam lebih, tiba-tiba menampilkan sebuah lokasi," jelas Calma yang duduk di sebelah Violy.

"Jadi, jam tangan itu benar-benar terhubung ke ponsel kalian dan memberikan tanda peringatan?" tanya Violy membuat yang lain bingung.

"Apa maksudmu?" tanya Zaren.

"Saat aku di penjara bawah, seseorang yang tidak kuketahui tiba-tiba memberikan jam tangan yang belakangan ini sering kugunakan. Dia bilang, jam tangan itu terhubung pada lima anggota inti dan aku bisa memanfaatkannya, jika terjadi hal buruk," ungkap Violy.

Sontak penuturan gadis itu membuat yang lain bingung. "Lima orang? Kenapa hanya empat orang yang tersambung dengan jam tangan itu? Siapa satu orang lagi?"

Semua mata langsung tertuju pada Devga yang malah membalas dengan tatapan bingung.

"Mungkin, Catly," timpal Ageta.

Kali ini tatapan itu teralih pada Ageta yang tak sadar telah menyebutkan nama tersebut. "Kenapa? Ini hanya dugaanku saja. Kalian sendiri lihat, Devga tidak mendapatkan notifikasi itu, bukan? Lagi pula, Catly adalah anggota yang dekat dengan Violy."

"Tunggu! Apa kau mengenal orang itu, Vio?" tanya Delta.

"Tidak," jawab Violy, "tapi, dia juga yang membantuku melarikan diri."

Jawaban gadis itu sontak membuat yang lain terbelalak. Jangankan mereka, Violy saja bingung dan tidak mengenalnya.

"Apakah kamu pernah bertemu dengannya selama bergabung dengan Eaqles?" tanya Ibraka.

"Entahlah, aku belum pernah melihat wajahnya secara langsung. Dia memberikan jam tangan itu melalui celah kecil di pintu penjara, sehingga aku tidak bisa melihatnya," jawab Violy.

"Apa tidak ada ciri-ciri khusus? Apa lagi, dia yang membantumu tadi," tanya Ageta.

Violy mencoba mengingat ciri dari sosok misterius itu, tetapi ia tak bisa menemukannya. "Dia berjanji akan menemuiku di sini."

Kali ini mereka terdiam, bersamaan dengan Liany yang selesai mengobati luka Violy.

"Kalian harus istirahat, besok kita akan kembali diskusi di ruang inti!" seru Devga.

Mereka menanggapinya dengan anggukan, kemudian beranjak menuju kamar masing-masing.

...

Malam ini Violy memutuskan untuk tidur di kamar Zaren, yang ternyata berbeda dengan kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini Violy memutuskan untuk tidur di kamar Zaren, yang ternyata berbeda dengan kamarnya. Ruangan itu didominasi dengan warna cokelat dan hitam, cocok untuk pemuda seperti Zaren yang tidak menyukai warna-warna mencolok.

"Ada apa?" tanya Zaren begitu menyadari raut wajah adiknya tersebut.

"Ternyata, kamar anggota laki-laki berbeda dengan anggota perempuan, ya?" tanya Violy.

Pemuda itu tertawa mendengarnya, kemudian duduk di sofa kecil kamarnya. "Benar, tetapi kamarmu juga berbeda dengan anggota perempuan yang lain. Hanya kamarmu yang bernuansa serba putih dan mewah."

Sontak dahi Violy berkerut mendengarnya. "Benarkah?"

"Kurasa, Devga sengaja membedakannya," sahut Zaren.

Mendengar nama pemuda itu tiba-tiba membuat Violy memutar matanya malas, sedangkan Zaren hanya tersenyum kecil. pemuda itu tahu bahwa sang adik masih kecewa dengan sikap Devga.

"Kenapa kamu tetap berusaha menemukan mereka, padahal Devga tidak mengharapkan kita? Saat kamu tertembak, aku sudah menyatakan akan mundur," tanya Zaren penasaran.

Violy menatap sang kakak sebentar, lalu menghela napas panjang sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa tadi. "Ini bukan mengenai siapa yang memulai, tetapi siapa dan bagaimana mengakhirinya. Aku sudah terlanjur berada di sini, mengenal para anggota, dan terlibat dengan masalah mereka."

Zaren mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Ternyata yang dikatakan Arland benar, kamu begitu keras kepala dan pantang menyerah."

Mendengar ucapan Zaren membuat gadis itu mengerutkan dahinya. "Apa yang dibicarakan Arland mengenaiku? Apa dia mengetakan hal buruk?"

Pertanyaan itu membuat Zaren tertawa, kemudian ia mengacak rambut adiknya itu dengan penuh kasih sayang. "Dia selalu membicarakan hal-hal baik tentangmu, apa kalian memiliki hubungan istimewa? Bukankah, kamu dekat dengan Devga? Jangan seperti itu! Kamu harus memilih salah satu dari mereka."

Kali ini pemuda itu dihadiahi dengan pukulan di lengannya. "Jangan bicara yang aneh-aneh! Aku dekat dengan semua anggota, mereka orang-orang baik yang telah merawatku!"

"Benarkah? Bagaimana tanggapanmu dengan perkataan Devga hari itu?" tanya Zaren dengan wajah serius.

Violy mengedikan bahunya sambil menghela napas berat. "Aku tahu, ada beberapa anggota yang kecewa setelah mengetahui identitas asliku. Aku tidak bisa menyalahkan mereka, tapi tetap saja aku tidak bisa menerimanya, jika itu dikaitkan dengan masa lalu keluarga kita."

"Apa kamu sudah mengetahui yang sebenarnya, mengenai tuduhan yang dilayangkan pada kakek?" tanya Zaren.

Violy menggeleng cepat dengan dahi berkerut. "Tidak, bisa beri tahu?"

Pemuda itu menatapnya cukup lama, sampai akhirnya terdengar helaan napas berat. "Kakek tidak terbukti menembak Gustaf, peluru yang tertanam di tubuhnya bukan milik kakek. Surat pernyataan itu ke luar langsung dari tim forensik, tetapi kala itu, Roqles tidak percaya dan menuduh adanya ekrja sama antara kepolisian dengan tim forensik."

"Apa terjadi sesuatu yang begitu besar, sehingga mereka membenci keluarga kita?" tanya Violy penasaran.

Kali ini Zaren mengedikan bahunya. "Entahlah, aku masih belum berani bertanya pada ayah karena akan membuka masa lalu kelam itu."

Violy tersenyum tipis mendengarnya, ia juga ingin tahu, tetapi takut untuk menanyakannya pada Nofga atau Yofga. Tidak ada yang mau membuka luka lama, apa lagi jika menyangkut nyawa orang yang kita cintai.

"Satu hal yang kuketahui adalah mengenai kematian kakek," ujar Zaren.

"Apa itu?" tanya Violy.

"Setelah mengetahui Gustaf meninggal, kakek mengurung diri dan cuti selama satu bulan. Bahkan, setelah surat pernyataan itu ke luar, kakek tetap tidak peduli. Aku mengetahuinya dari bukur harian milik kakek yang disimpan oleh Paman Yofga," ungkap Zaren.

"Di mana buku itu?" tanya Violy.

"Ada di lemari rahasia Paman Yofga saat itu, tidak tahu sekarang," jawab Zaren.

...

Tanpa keduanya ketahui, ada yang mendengar percakapan mereka sejak tadi. Pintu kamar Zaren tak sepenuhnya tertutup, sehingga memudahkan siapa pun untuk mendengar percakapan itu.

"Bagaimana pun juga, aku tidak percaya, jika tidak membuktikannya sendiri! Namun ingatlah, Violy, sampai kapan pun aku tidak akan melepaskanmu dan akan selalu menjagamu!"

Rasa kecewa yang diungkapkannya kala itu, tak sedikit pun mengurangi perasaannya pada gadis tersebut. selain berutang banyak nyawa, dirinya merasa tak bisa melepaskan gadis itu begitu saja. Rasanya sudah terlalu dalam dan tak bisa diubah, tetapi egonya tak bisa bekerja sama. Kekecewaan yang hanya terucap di bibir, berbanding terbalik dengan apa yang ada di hatinya.

***
To be continue
>>>

MALIGNITY : Encounter The Evil (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang