20

24K 1.6K 70
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Tiga hari telah berlalu. Sekarang waktunya keluarga Mahardika untuk kembali ke kota. Di mana itu adalah tempat tinggal mereka. Tak terasa tiga hari begitu cepat berlalu. Arya, Helia dan Rafa mengemasi barang-barang mereka. Malam ini mereka akan kembali dengan menaiki bus.

Rafa? Bukankah kemarin dirinya bertekad penuh untuk tinggal menetap di desa ini? Kenapa sekarang ia mengemasi barangnya juga.

Flashback

Saat itu Rafa mencari kontak Vano. Mengetik nama Vano di pencarian dan segera menelponnya. Dalam hitungan detik, abangnya itu sudah mengangkatnya. Tiba-tiba ia merasa gugup. Tidak menyangka abangnya akan menjawab panggilannya secepat ini.

"Hm?" Deheman Vano mengawali percakapan.

"Bang Vano," panggil Rafa.

"Rafa? Sudah puas bermain?" tanya Vano terkesan menyindir.

Rafa membulatkan matanya. Bagaimana bisa abangnya itu mengetahui jika ia tadi bermain dengan teman-temannya. "Abang tau?" tanya Rafa memastikan.

"Ya, bagaimana? Senang bermain di sana?" Vano dengan suara dinginnya bertanya pada Rafa.

"Seru," Rafa menjawabnya dengan semangat tanpa tau Vano di sana mengepalkan tangannya dengan erat. Mendengar adiknya lebih senang di sana, membuat Vano tidak senang.

"Bermain sama siapa?" Geraman Vano semakin terdengar.

"Sama Gilang dan Bayu. Mereka teman baru Rafa, mereka juga baik. Rafa jadi betah di sini," jawab Rafa dengan polos. Senyumnya terbit ketika menceritakan betapa senangnya ia di sini.

Senyumannya hilang kini berganti dengan kerutan dalam di dahinya. Ia samar-samar mendengar suara benda dibanting. Tapi entah, suara itu samar-samar.

"Abang?" panggil Rafa lagi memastikan jika telepon abangnya masih tersambung.

"Sudah? Abang memiliki urusan sekarang, abang tutup dulu." Vano akan menutup sambungan telepon ini karena ia akan menuntaskan emosinya dengan menyiksa Toni. Mereka belum melepaskan Toni saat ini, jelas emosi semua abang Rafa belum surut karena Rafa belum kembali ke sini.

Belum sempat Vano memutus sambungan telepon secara sepihak. Rafa dengan cepat mencegahnya. Tujuan Rafa menelpon Vano belum tuntas.

"Tunggu abang. Rafa belum selesai berbicara," cegah Rafa dengan raut muka panik. Tujuannya menelpon abangnya belum ia sampaikan.

"Ada apa?" tanya Vano dari seberang sana.

Sebelum Rafa menjawabnya, ia menyemangatinya dalam hati. "Rafa mau pamit," Akhirnya tujuannya sudah ia sampaikan. Sekarang tinggal menunggu respon abangnya.

Rafa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang