25

19.1K 1.3K 36
                                    

"Maksud lo apa Van?" tanya Wildan seraya memegangi rahangnya yang terkena pukulan kuat dari Vano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maksud lo apa Van?" tanya Wildan seraya memegangi rahangnya yang terkena pukulan kuat dari Vano. Pukulan Vano tak main-main, rasa sakitnya masih terasa hingga saat ini. Dalam benak Wildan, apa salahnya? Kenapa temannya itu memukul dirinya?

Semenjak ia berteman dengan Vano. Ia tak pernah memiliki niatan untuk mencari masalah dengan Vano. Ia masih waras. Tapi sekarang ia tak sengaja membuat Vano marah. Apa gara-gara tadi ia menggebrak meja Vano dan membuat Vano terganggu? Tapi biasanya Vano memilih untuk tak peduli.

"Sabar sabar, inget temen sendiri." Zidan menahan tubuh Vano yang kentara sekali ingin menghajar  Wildan lagi. Temannya sendiri.

"Wil, sakit ya?" tanya Brian dengan wajah sok polos.

Sedangkan Wildan, hanya melirik tajam Brian yang menggodanya. Temannya itu, suka menggoda tanpa mengetahui situasi yang terjadi saat ini.

"Abang," cicit Rafa dengan menarik ujung seragam Vano.

"Duduk Rafa,"  perintah Vano dengan suara beratnya. Rafa tak boleh ikut campur masalah ini, karena ia sendiri yang akan membalas temannya itu. Seperti yang ia katakan tempo lalu. Siapa pun yang mengganggu atau mengusik adiknya, ia sendiri yang akan membalasnya sampai orang itu menyesali perbuatannya.

Namun guru tiba-tiba masuk ke dalam kelas. Sang guru mendekat pada kerumunan Vano. Melerai kerumunan itu dan menyuruh mereka untuk duduk di kursi masing-masing karena pembelajaran akan di mulai.

Vano mengarahkan Rafa untuk kembali ke tempat duduk mereka. Sebelum itu, Vano melemparkan tatapan tajamnya pada Wildan untuk memperingatinya agar tak  melakukan hal bodoh seperti itu lagi. Sungguh memuakkan. Jika Rafa sampai mengadu jika sekolah di sini tak menyenangkan, Vano akan menghajar secara membabi buta pada Wildan. Yang tadi hanya pemanasan saja. Ia akan tutup mata jika Wildan adalah temannya.

Wildan mendapati tatapan tajam itu mengarah padanya. Hawa merinding terasa melingkupi dirinya. Dan akhirnya ia mengusir seorang murid yang duduk di depan bangku Brian dan Zidan untuk segera pindah ke bangku paling depan. Karena hanya itu yang masih kosong, tentu Wildan tak ingin duduk di depan. Bukan dirinya sama sekali.

Rafa menghela napas beratnya, mungkin nanti ia akan meminta maaf. Jika berkenan, ia bersedia tukar tempat duduk.  Rafa melirik ke arah Vano yang menatap depan dengan tatapan datar. Sepertinya mood abangnya sedang buruk.

"Baik anak-anak, sebelum ibu memulai pembelajaran, ibu akan mengenalkan kalian dengan teman baru kalian. Rafa, maju sini,"  ujar sang guru pada Rafa.

Mendengar itu, Rafa menautkan jari-jarinya dengan sesekali menggigit bibirnya. Ia gugup, malu, tatapan semua murid tertuju padanya.

Rafa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang