8

5 1 0
                                    

Pagi ini , Ailis tengah membersihkan lorong depan kamar tuannya bersama dua rekannya. Sepertinya Sean hari ini tidak keluar dari kamarnya. Ailis pun tidak berani masuk sehingga tidak
membersihkan kamar milik Sean itu. Ketika mereka telah menyelesaikannya , Sean tak kunjung keluar juga. Ailis sedikit curiga , tak biasannya tuannya itu berdiam diri di kamar. Saat melewati pintu kamar, Ailis terkejut mendengar suara kaca
yang pecah dari dalam kamar. Ia langsung saja membuka pintu dan
masuk untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Ailis lebih dikejutkan lagi saat melihat keadaan Sean. Muka pucat dengan badan yang hampir jatuh karena sedang mengambil gelas yang pecah dari kasur itu membuat Ailis berlari kearahnya. Menahan tubuh Sean dan membantu Sean kembali keposisi tidur. "Tuan! Biar saya saja yang membereskannya."

Sean diam sambil memperhatikan Ailis yang sedang membersihkan pecahan-pecahan gelas yang ia tumpahkan itu. Ia merasa teramat pusing sejak bangun dari tidurnya. Terlebih wakilnya, Lexe , pergi menggantikannya ke rapat di kerajaan sebelah.

Setelah membersihkan gelas , Ailis datang membawa gelas berisi air yang baru dan memberikannya pada Sean. Ailis membantu Sean duduk. Setelah minum, Ailis tanpa sadar menempelkan tangannya ke dahi Sean.
"Astagah! Ini sangat panas! Bagaimana bisa tuan tidak memanggil orang! Saya akan ambil obat untuk tuan!" ucap Ailis panik. Selain mengambil obat , Ailis juga membawa bubur untuk tuannya itu. Ia tau Sean pasti belum memakan apapun.

"Tuan makan dulu buburnya , setelah itu baru minum obat." Sean memposisikan dirinya bersender di kepala ranjang. Ia sangat pusing saat hendak mengambil bubur. Ailis yang melihat itu langsung saja membantu Sean. Ia menyuapi tuannya pelan. Setelah buburnya habis, Ailis mengambil obat kemudian memberikannya untuk Sean minum. Setelah meminum obat, Ailis membantu Sean tidur lagi. "Tuan istirahat dulu, saya ambilkan kompres untuk tuan ya?"
"Hmm" guman Sean serak.

Ailis pergi mengambil kompres kemudian datang lagi dengan wadah berisi air hangat. Ailis membasahi handuk kecil itu ke dakam air hangat kemudian mengkompresnya lalu meletakannya pada dahi Sean.

Sean sedari tadi memperhatikan Ailis. Sudah lama ia tidak merasakan diperhatikkan seseoarng. Mungkin hanya bibi kepala dan Lexe, wakilnya sekaligus sehabatnya. Semua orang bahkan takut jika berhadapan langsung dengannya. Tapi gadis ini telah menarik perhatiannya. Ucapan serta sorotan matanya yang tulus membuat
sesuatu dalam dirinya merasa senang.

Setelah mengompers , Ailis beranjak pergi. Namun, suara Sean menghentikan langkahnya. "Siapa namamu?" tanya Sean lemah. "Saya Ailis, tuan." Sean tersenyum samar lalu mengucap terima kasih. Langsung
saja Ailis mengontrol wajahnya yang terkejut, lalu tersenyum dan
pergi.

AILISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang