Jendral tau dirinya bukan satu-satunya orang yang menderita di dunia tapi kenapa tuhan seperti tidak adil pada dirinya, bukannya tidak bersyukur tapi tuhan menempatkan dirinya dalam keluarga yang harus akan kesempurnaan jendral muak
Tapi jendral sa...
Malam ini tepat pada pukul sebelas malam Jendral menatap langit malam dari teras rumahnya dua jam yang lalu Jendral baru sampai di rumah, pulang dari kediaman kembar Derena dan seperti biasanya pula mendapati rumahnya kosong seperti tak berpenghuni.
Pulang dan rumah dua kata yang belum bisa Jendral pahami maknanya, jika pulang hanya sekedar kembali pada bangunan yang selalu di kata rumah lalu kenapa Jendral masih merasa kosong dan sepi di setiap waktunya, hatinya tak pernah kunjung merasakan hangat jika kakinya melangkah pada rumah yang orang kata megah itu
Sunyi dan sepi tak ada kehangatan yang Jendral dapat, ruang tamu yang tak pernah lagi terdengar bising serta meja makan yang sudah tak pernah terasa hangat. Jendral lelah sungguh, lelah dengan kesunyian dan takut akan kesendirian, Jendral tak tau harus menyalahkan siapa atas hidupnya merasa tidak adil jika melihat orang lain dengan gampangnya memamerkan keluarga bahkan di tengah ramainya kota tak ada rasa malu sama sekali saling bergandengan dengan ayahnya atau di suapi makan oleh sang ibu atau atau saling kejar bersama saudaranya, jika boleh jujur Jendral juga ingin tapi terasa mustahil
Malam ini bintang bersinar terang di temani bulan yang terlihat indah bahkan ketika sebagian dari dirinya tidak terkena cahaya menjadikannya indah dengan bentuk sabit nya
Semilir angin malam seakan memeluk Jendral membaringkan rasa nyaman menenangkannya dari pikiran-pikiran yang tak pernah hengkang dari kepalanya
"Kayanya enak ya jadi bulan, bersinar terang selalu di kelilingi bintang-bintang dan menjadi yang terbesar di antara mereka" gumam Jendral, matanya tak lepas dari bulan dan bintang yang di lihatnya
"Engga juga kayanya, bulan itu ga pernah bisa bersinar sendiri dia selalu butuh cahaya dari matahari sedangkan bintang dia juga bukan kecil tapi cuman jauh dari bumi bahkan mungkin jika di bandingkan ukuran bintang jauh lebih besar dari bumi? Contoh nya matahari dia termasuk kedalam bintang, kenapa lo mau jadi bulan? Padahal jauh lebih enak bintang "
Jendral mengalihkan pandanganya pada suara yang tiba-tiba terdengar di sampingnya, kakaknya Jefri Rasyad tengah berdiri di samping menenteng helm merah kebanggaan nya
Mata itu saling bersitatap sebentar sebelum terputus dan Sling meninggalkan, Jefri yang langsung masuk ke dalam dan Jendral yang masih terus menatap bulan sabit di atas sana
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Abang, kasih dulu itu mainannya ke adek! " Teriak sang ibu setelah mendengar anak bungsunya menangis merengek meminta mainan yang kakak nya pegang
Dengan berat hati si kakak menyerahkan mainannya, mainan favorit nya robot yang bisa berjalan sendiri mainan yang dia beli sendiri dengan uang tabungannya, uang jajan yang selalu ia sisihkan dan uang pemberian tante-tante nya yang selalu ia simpan
Anak kecil itu berjalan keluar rumah kesal dengan adiknya yang merebut mainan, kesal dengan ibunya yang membela adiknya. Suasana hatinya tidak bagus sekarang dia kesal pada apapun yang dia lihat dan kesal pada apapun yang mendekat kakinya menendang-nendang angin tangannya mengepal erat tapi mulutnya tertutup menahan teriakan, takut sang ibu marah jika tahu dirinya marah
Anak kecil itu duduk di lantai teras rumah memandangi langit yang cerah seakan bercerita pada langit tentang kekesalan dirinya pada adiknya
Suara barang jatuh terdengar dari dalam, ia buru buru bangkit dan masuk ke dalam mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Tapi saat kaki kecilnya tiba otaknya mencoba memahami apa yang terjadi mata jernihnya hampir menitikkan air mata, mainan favorit nya tergeletak di lantai dengan beberapa bagian yang sudah tak di tempat awalnya berceceran di lantai, tangan robot miliknya patah dan adiknya mencoba untuk mengambil mainan itu di lantai, marah? Tentu.
Dia mengambil dengan kasar mainan itu terlihat sang adik tersentak
"Abang maaf, Ade ga sengaja. Jadi rusak"
Suara tangisan terdengar nyaring, linangan air mata terjatuh, mukanya memerah, dadanya naik turun sesak dengan mulut yang terbuka
Sang kakak masih mencerna apa yang terjadi, adiknya masih menangis padahal dirinya tidak melakukan apa-apa, sesaat airmata nya pun turun setelah di tegur sang ibu menyalahkan dirinya ketika sang adik menangis.
Di depan matanya ia lihat sang ibu dengan wajah panik, mencoba menenangkan sang adik yang mengais, dadanya naik turun nafasnya seperti tercekat tapi tak lama dari itu ibunya seperti memberi kan alat pada mulut adiknya, alat yang tak lebih besar dari kepalan tangan, anak itu tak tau situasi apa yang sedang terjadi sekarang yang dia ingat setelah kejadian itu dirinya menjadi tersangka utama dari kemarahan ibunya
Kenangan itu masih teringat jelas di benaknya, ketika ia harus menerima sangsi atas apa yang bukan salahnya.
" Kalo kehidupan kedua ada mending jadi cacing aja deh supaya ga se pusing manusia"
Bintang malam ini terlihat indah, bertaburan di langit malam seperti cat hitam yang di taburi Glitter, mata pemuda itu di manjakan oleh bintang. Meski angin malam serasa tidak bersahabat tapi ia merasa puas ketika melihat keindahan yang tuhan beri pada malam ini
————————————————————
Hallo hai semuaa.... Terima kasih sudah membaca 😚💕