Sudah lima hari berlalu, kondisi Steve pun kian membaik, semua ini berkat Jake dan Jay yang selalu berjaga siang-malam untuk sahabat mereka. Masa-masa kritis pun telah dilewati dengan baik oleh Steve.
Kemarin malam saat Jake dan Jay tengah asik bernyanyi sambil mendendangkan meja, Steve terbangun. "Berisik..." ucapnya setengah berbisik.
Jay berhenti, menatap Jake dengan penuh rasa takut. "Eh, eh, stop! Lu denger ngga ada yang ngomong tadi?" Tanya Jay ketakutan, lelaki itu juga langsung mendempetkan duduknya ke arah Jake sembari memperhatikan sekeliling ruangan.
"Ngga, salah denger kali lu!" Sahut Jake yang tidak merasa mendengar suara apapun kecuali mereka berdua.
"Bangsat..." lirih Steve.
Jake dan Jay yang masih tidak sadar sontak langsung berpelukan saat kembali mendengar suara yang mereka kira adalah hantu. "Anjing! Beneran! Gua denger!" Seru Jake heboh.
"Apa jangan-jangan arwah si Steve lagi nyoba komunikasi sama kita?" Jay dengan pikiran randomnya mencoba untuk berpikiran positif.
Jake pun dengan bodohnya percaya dengan apa yang Jay katakan. Seperti si bodoh dan si bodoh lainnya, kedua lelaki itu mencoba untuk berkomunikasi suara yang merrka kira adalah arwah Steve.
Steve yang masih terkulai lemas di atas kasur hanya bisa menghela nafas. Batinnya benar-benar bergejolak, ingin sekali memarahi kebodohan dua sahabatnya itu. Tidak ingin membiarkan kedua sahabatnya menjadi semakin bodoh, Steve dengan sekuat tenaga mengangkat tangan dan melambaikannya kepada Jake serta Jay sambil berucap, "gua udah bangun tolol..."
Melihat adanya pergerakan dari Steve, Jake yang duluan melihat lambaian tangan Steve langsung menghampiri sahabatnya. "Bjir! Berhasil cara lu Jay! Arwahnya beneran balik nih!" Seru Jake heboh.
Jay dengan bangganya berkata. "Iyalah! Ngga sia-sia kan gua nontonin Jurnalrisa! Temen kita jadi cepet bangunnya,"
Steve yang masih terbaring lemas ingin rasanya memukuli belakang kepala dua lelaki ini, namun apa daya, dirinya masih begitu lemah. Untungnya, Jake masih tetap berpikir normal dengan memeriksa keadaan Steve menggunakan alat-alay seadanya untuk memastikan jika sahabatnya benar-benar sudah sadar.
"Syukurlah, akhirnya sadar juga lu!" Ucap Jake haru.
"Abis ini kalo lu berbuat kebodohan lagi, gua bener-bener bakal buat lu sengsara Steve!" Omel Jay.
"Iya.. iya.. gua baru bangun udah diomelin aja gua,"
"Ya udah, pulihin diri lu dulu dah. Udah malem juga ini, gua bisa sama Jake tidur dulu,"
Steve hanya menganggukkan kepala dan kembali tertidur, begitupun dengan duo J. Akhirnya setelah seminggu mereka bisa tidur dengan nyenyak untuk sesaat.
•••
Steve POV
Selama beberapa hari lalu aku berada dalam kondisi koma, kejadian akan hari dimana aku mendatangi butik Ghea dan semua yang terjadi terus membebani pikiranku.
Ketika aku ingin pergi dari butik Ghea palsu itu, aku mengunjungi kantor ayah. Aku teringat dengan semua yang diceritakan oleh Jay dan Jake, maka dari itu aku ingin bertanya langsung pada ayah. Aku masih tidak percaya kalau ayah hanya menjadikan kami sebagai tumbal. Dia selalu baik, walaupun didikannya sangat keras, tapi aku dapat merasakan kasih sayangnya yang tulus. Tidak ada yang lebih mengenal ayah selain diriku karena sejak kecil ayah sering mengunjungi panti asuhan ku dan menjadi donatur terbesar di sana.
Sudah lama sekali aku tidak menginjakkan kaki di kantor ayah. Tidak ada yang berubah, semua karyawan sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Memasuki area lift, aku mendengar sebuah pembicaraan yang cukup mengejutkan dari para karyawan ayah.
"Jadi bener rumor tentang grup baru yang akan jadi tumbal itu?" Ujar salah seorang pria yang terlihat sepantaran denganku.
"Begitulah. Perusahaan lagi dalam kondisi yang ngga bagus. Grup lama juga masih pada aktif dan lebih bisa di andalkan. Mau ngga mau harus ada yang ditumbalkan," jawab pria lainnya yang terlihat lebih tua.
"Tapi mereka masih muda, mereka masih butuh proses,"
"Disini potensi dan keuntungan nyata lebih diutamakan daripada proses dan perkembangan. Dan lagian memang grup itu katanya dipersiapkan hanya untuk dijadikan tumbal jika perusahaan mengalami hal yang buruk,"
Ting
Pintu lift terbuka, kedua pria itu keluar hingga menyisakan diriku sendiri dengan lift menuju ke ruangan ayah.
Pikiranku menjadi kalut. Tak kuasa aku menahan amarah atas apa yang sedang terjadi. Jadi semua ini memang telah direncanakan oleh ayah? Kenapa?
Lift kembali terbuka di lantai ruangan ayah berada.
"Steve?" Seru ayah terlihat cukup terkejut dengan kedatanganku.
Entah dorongan darimana aku langsung meninju wajah ayah. Saat ini aku benar-benar marah, bagaimana bisa dia melakukan hal sekeji ini padaku dan kedua sahabatku? Apa salah kami?
Ayah terjatuh ke lantai karena tinjuku yang cukup kencang. Para bodyguard ayah pun langsung menarik tubuhku dan hendak memukulku jika saja ayah tidak menyuruh mereka untuk berhenti.
Dapat ku lihat sudut bibir ayah mengeluarkan darah. "Ayo bicara diruangan saya," ucapnya dengan begitu tenang.
Kedua bodyguard ayah langsung melepaskan cengkraman mereka pada kedua bahuku dan mengikuti ayah menuju ruangannya.
"Apa yang mau kamu bicarakan Steve?" Tanya ayah setelah para bodyguard ayah keluar dari ruangan.
"Apa maksud ayah? Kenapa ayah seperti ini sama kami?" Tanyaku dengan emosi yang ku tahan.
Ayah tersenyum penuh makna. Ia menyilangkan kedua kakinya, kemudian menatapku lurus. "Kamu udah paham dengan semuanya?"
"Bukan cuman aku! Jay dan Jake juga curiga dengan kondisi ini! Ayah pikir kita sebodoh itu?!"
"Steve, anakku.."
Cih, aku benci mendengar panggilan itu dari mulutnya saat ini.
"Apa yang sedang kalian curigai memang benar. Ayah sengaja membentuk grup ini untuk dijadikan senjata sekaligus tumbal jika perusahaan mengalami hal buruk. Cara kerja kalian berbeda dengan grup yang telah ayah buat sebelumnya. Sejujurnya, ayah tidak mau memasukkan kamu kedalam tim ini, tapi ayah yakin kamu tidak akan mau. Ayah menghormati pilihan kamu karena ayah sayang banget sama kamu. Ayah udah anggep kamu dan Ghea seperti anak ayah sendiri..."
"Steve, semua yang ayah lakukan saat ini demi kebaikan kamu dan almarhumah Ghea. Kalau kamu sayang Ghea, kamu percaya sama ayah. Jadilah mata-mata ayah,"
Ngga! Aku tahu keluarga kedua sahabatku jauh dari kata baik, tapi tidak dengan mereka. Jay dan Jake adalah teman yang sangat berharga untukku. Aku tidak bisa lagi kehilangan mereka.
"It's never happened!" Jawabku dengan penuh tekanan, kemudian pergi meninggalkan ayah. Namun, tepat saat di depan pintu keluar ayah kembali berkata. "Ayah kasih kamu kesempatan sekali lagi. Kalau kamu keluar dari pintu itu dengan jawaban yang sama. Horrible things will comes to you and your friends," ancaman itu tidak menggentarkan diriku.
Kini aku mengetahui kebenarannya. Aku hanya perlu membuat rencana sendiri untuk melindungi kedua sahabatku.

KAMU SEDANG MEMBACA
B-SIDE || [COMPLETED]
Mistero / ThrillerMereka bukan siapa-siapa. Hanya anak-anak yang tumbuh dalam dunia yang udah lama dipoles dari satu sisi: A-side. Rapi, penuh janji, tapi penuh kepalsuan. Tapi kebenaran nggak pernah diam. Ia tumbuh dengan pelan, sunyi, tapi pasti, tapi berada di sis...