part 11

70 6 0
                                    

Kepergian Ratna dari dapur utama membuat Kirana terdiam, tanpa sadar seseorang dari arah lain mendengar semua percakapan itu, senyumannya mengembang dengan tulus, sebelum akhirnya ia pergi pula.

"Sumarni, pergilah ambil bahan makanan, aku akan memasak makanan untuk Jaka, ah, maksudku untuk suamiku." Kata Kirana.

Senyuman Sumarni mengembang menatap betapa baiknya Kirana ketika membela kehormatan orang lain.

"Baik ayu."

"Terimakasih Sumarni." Ucapan dan tindakan Kirana mengingatkan Sumarni pada ibu Kirana, alangkah anggunnya ibu Kirana pada masa itu, ia tersenyum karna merawat Kirana adalah hal yang patut ia syukuri.

Masalahnya sekarang Kirana berhadapan dengan tungku dan juga perapian dan ia tidak bisa menggunakan hal hal seperti ini. Benarkah orang zaman dulu memasakan makanan untuk suami tercintanya? kirana benar benar termakan omongannya sendiri.

"Baiklah ayo mulai saja." Tekad bulatnya sudah menggebu gebu, dia akan berusaha semaksimal mungkin. Bermodal pengetahuan sebagai anak pramuka, Kirana mulai mengatur perapian dengan lihai, ia menuangkan sedikit minyak kelapa kesana.

Ia memasak sesuatu yang enak, kini ia menatap kearah Sumarni. Dan kemudian menambahkan perbawangan kesana, ada kangkung disana Kirana akan masak cak kangkung saja yang sederhana dan ia juga akan memasak ayam goreng karna beberapa emban tadi sudah mencabut bulu ayam.

"Apa yang anda buat ayu?" Tanya Sumarni dengan telaten.

"Hanya kangkung saja." Kata Kirana, walau ini zaman Majapahit pelaratan masak sudah berkembang walau benjana yang diciptakan dari tanah liat yang panasnya lama.

"Apa nasinya sudah siap?" Kirana mengamati beberapa emban yang tengah berdiri di daerah tungku nasi yang besar.

Dengan senyum yang mengembang Kirana mengangguk ngangguk melihat ketelatenan mereka, sesekali Kirana memuji pekerjaan mereka baru setelah nya ia menyiapkan bumbu ayam goreng, Kirana menyiapkan kunyit, jahe, bawang merah, bawang putih, ketumbar dan juga garam disana. Sumarni membantu Kirana menumbuk bahan bahan itu, sementara itu Kirana mencark cari bahan lain, menumakan jeruk nipis disana ia melumuri ayam dengan jeruk nipis sedikit mengurangi amis dari ayam.

Ia menuangkan sebuah kendi untuk merebus ayam tersebut ditungku lain, walau saat ini wajahnya memiliki satu cemong karna bekas arang ia menikmati membuat makanan di dapur tradisional.

"Ini mengasikan." Batin Kirana sembari memasukan ayam kedalam guci air mendidih.

Sementara itu, dalam pakuwon, Jaka memasuki aula pakuwonnya dengan diikuti Dimas sang tangan kanan. Para pemangku desa telah duduk dikanan dan kiri sepanjang jalan Jaka menuju kearah tempat duduknya. Disana Jaka duduk setelah mereka memberikan salam penghormatan. Tanpa basa basi, Jaka kemudian menanyakan perihal apa kedatangan para pemangku desa merupakan orang orang yang terpilih untuk mengurus wilayah sang senopati sarwajala.

"Karna sudah ada pertemuan seperti ini, maka akan lebih baik jika kita mulai saja apa yang ingin dikatakan oleh kalian semua." Jiwa kepemimpinan Jaka terlihat disana, ia memimpin pelaksanaan ini dan akan mencatatnya sebelum melaporkan ini pada Gajah Mada dan juga Mpu Nala.

"Masyarakat saat ini telah dilanda kebingungan yang mulia, para bandit laut telah merampas semua ikan ikan yang kami jual!"

Salah seorang pemangku desa menghadap setelah mengatakan hal itu, ia menjelaskan bahwa para masyarakat di pesisir tengah risau karna beberapa bandit telah menyerang mereka.

Mendengar hal itu lantas Jaka membulatkan matanya, situasi Majapahit saat ini entah kenapa mengalami kemunduran, perebutan tahta terjadi secara halus walau Jaka sendiri tidak tau apa yang terjadi di pusat pakuwon utana sekarang, yang pasti semua para mentri pakiran kiran dibawah kekuasaan Majapahit telah berani melawan Gajah Mada bahkan Mpu Nala untuk menembus pertahanan istana.

Benar, Jaka diangkat sebagai Senopati Sarwajala menggantikan Laksamana Nala yang telah renta karna umur, perjalanan Jaka dimulai ketika ia menjadi pangkalan Armada Jawa Di posko 1. Ingatan Jaka kini dimulai pada saat yang sama ia bertemu dengan Laksamana Nala yang saat itu tengah melawan perompak di pesisir pantai.

Ia yang seorang anak remaja bangsawan yang tidak dianggap oleh keluarganya. Yang pasti ia merupakan seorang anak pemangku desa dipesisir tak jauh dari Wirabumi (salah satu wilayah pangkalan Armada Majapahit). Tat kala seorang anak remaja yang suka memanah namun telah dianak tirikan karna keluarganya telah tiada dan sebatang diri.

"Ayok ngger, ikutlah denganku, aku akan menjadikanmu kuat." Begitulah tawar Gajah Mada diikuti seringai Nala ketika melihat Jaka lah yang membantu memanah para perompak dipinggir laut.

Jaka mengikuti Laksamana Nala dan Gajah Mada dengan baik, menjadi murid mereka yang patuh serta mempelajari semua yang dibutuhkan sehingga ia bisa dipercaya oleh keduanya, ia pun ditempatkan pada Armada Jawa yang merupakan posko pertama.

Armada Jawa merupakan kekuatan terbesar Armada gugus kapal perang Majapahit karena tugasnya paling berat menjaga pusat kerajaan istana Majapahit sekaligus menguasai jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah Maluku yang dkuasai langsung oleh pemerintah pusat Majapahit.

"Yang terhomat!, sekarang apa yang harus kami lakukan!?" Teriak pemangku desa.

Jaka yang sedari tadi memikirkan nasib negaranya sadar dan kemudian berkata.

"Aku akan pergi ke pesisir untuk melihat dan membawa beberapa pasukan kesana, para perompak itu akan segera dibereskan."

Keputusan Jaka lantas mengakhiri perundingan hal ini, tugas senopati memang menjaga kemaanan negara. Kepergian Jaka dari aula kini menyisakan kepuasan bagi para pemangku desa. Kaki Jaka kini berjalan menuju ke ruangannya terhenti ketika ia melihat Kirana berjalan dari arah berlawanan dengan para emban.

"Ini sudah waktunya makan siang." Ucap Kirana dengan senyum, Jaka sempat terdiam sejenak ketika melihat Kirana.

Kekehan kecil Jaka keluarkan ketika ia melihat ada rona hitam tipis disalah satu pipi Kirana. Ia nampak imut namun menawan disaat yang bersamaan Jaka kembali merasakan debaran menyenangkan yang aneh. Melihat Jaka yang justru tertawa Kirana menjadi bingung.

Para emban juga menahan tawa mereka, sejujurnya tak sopan mengatakan bahwa ada rona hitam disaat Kirana asik membuat makanan tadi.

"Kenapa kau tertawa?"

Berhenti daru tawanya, Jaka mendekat kearah Kirana dan kemudian menghapus rona kehitaman itu. Dengan senyuman lembut Jaka berkata.

"Apa kau memasakan makanan untukku dinda?"

"Bagaimana kau bisa tau?" Tanya Kirana dengan raut wajah terkejut.

"Aku selalu tau apa yang dilakukan istriku yang menawan."

Kirana menatap kearah lain ketika ia tak mampu menatap tatapan tajam Jaka yang telah menembus pertahanannya dari lama.

"Baguslah kalau seperti itu, jadi, mau makan bersama?" Tawar Kirana dilanjutkan dengan senyuman Jaka tanda setuju.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RADEN JAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang