Hal yang tak terduga terjadi keesokan harinya, demam Kirana naik membuat Jaka merasa bersalah, ia sadar ketika bangun dipagi hari melihat wajah Kirana yang memerah dan nafas yang tersenggal senggal membuat Jaka panik.
Ia memakaikan Kirana pakaian, kemudian memanggil pelayan untuk membawakan tabib ke pakuwonnya, saat ini tabib tengah membuat obat untuk Kirana yang tak kunjung membuka matanya.
Jaka selalu ada disamping Kirana, menemani sang istri dengan perasaan bersalah. Ia duduk disebelah istrinya tak segan mengusap beberapa kali kepala sang istri.
"Ayu akan segera sembuh jika meminum ramuan ini Yang mulia." Kata sang tabib memberikan sebuah nampan berisi cairan pekat.
"Kemarikan padaku." Kata Jaka, dia dibantu oleh Sumarni menyuapi Kirana dengan telaten.
"Sepertinya obatnya tidak bisa dicerna dengan baik yang mulia." Kata Sumarni, disana juga berdiri para emban yang menatap Kirana dengan sedih.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, Jaka meminum obat itu, kemudian dia salurankan obat itu ke bibir Kirana sehingga Kirana meminumnya.
Karna hal ini sangat tiba tiba, beberapa orang yang melihat adegan itu membalikan badannya. Mereka tidak menyangka Jaka akan melakukan hal itu, setelah Jaka melakukan hal itu dia menyuruh para emban untuk pergi karna ia yang akan merawat Kirana sendiri disana. Pertemuan dengan para brahmana (pemuka agama) pun ia batalkan karna istrinya sakit, para brahmana memaklumi hal itu.
"Kapan kau membuka matamu." Gumam Jaka masih mengusap dahi Kirana yang panas.
Sementara itu, Kirana dalam angannya melihat sesuatu yang mengejutkan, seorang anak kecil menuntunnya kesebuah jalan setapak penuh dengan bunga.
"Ibunda, aku sudah lama menantikan ini."
Suara dia yang imut, dan menggemaskan membuat Kirana menghangat, perasaan yang asing ia rasakan layaknya perasaan rindu.
"Kau siapa?" Tanya Kirana.
"Ibunda lupa kepadaku yah?" Raut wajah sedihnya juga membuat Kirana merasa bersalah.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Kirana.
"Aku sedih ibunda lupa kepadaku."
"Maaf." Hanya itu yang bisa Kirana ungkapkan, ia merasa bersalah diwaktu yang bersamaan.
"Tidak apa apa ibunda, ibunda tidak perlu meminta maaf, aku akan segera datang, aku harap ibunda akan menjagaku."
"Apa?"
Percuma, setelah anak kecil itu meninggalkan sebuah pertanyaan Kirana sudah tidak lagi melihatnya.
Ketika Kirana masih belum sadar, panggilan dari Dimas membuat Jaka sedikit terkejut.
"Apa? Guru datang?"
Benar, Mpu Khanakamuni datang dengan beberapa pelayan dengan sebuah kereta, Jaka langsung saja menatap Kirana ia sudah siap jika dihukum.
"Aku sudah menjelaskan situasinya kepada guru, akan lebih baik jika kau menemui dan menerangkan kembali."
Jaka mengangguk mendengar penjelasan Dimas, ia berjalan kearah sebuah bangunan dimana disana khusus dibuat untuk pertemuan.
Benar kata Dimas, ayah Kirana telah datang disana duduk disebuah alas dilapisi bantal menatap kearah datangnya Jaka.
"Saya menghadap yang suci Bahaduri guru."
"Sudah lama tidak bertemu Jak." Kata ayah Kirana itu, ia tampaknya raut wajah itu terlihat sedih, namun disaat bersamaan ada kelegaan didalamnya.
"Ada gerangan apa yang suci datang kemari?" Bagaimanapun juga, Jaka masih belum bisa terbiasa memanggil gurunya kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN JAKA
Historical FictionPertemuan itu? Akankah kehidupanku baik baik saja disini. Terdampar pada cerita tanpa ujung yang dibuat dengan latar belakang tanpa nama. Hanya aku yang ingin keluar, tetapi ternyata tidak semudah itu menghilangkan semuanya. Aku hanya diberi waktu...