Kirana menatap anak anak itu dengan riang, tak terasa awan putih yang awalnya terlihat sangat cerah itu perlahan lahan menghitam, waktu berjalan begitu cepat tak terasa sudah waktunya untuk anak anak itu pulang, para emban yang merupakan orang tua dari anak anak itu meragukan tatapan mereka ketika pertama kali melihat anak anak mereka bermain bersama dengan Kirana,
Dengan takut takut mengatakan permintaan maaf karna anak anak mereka sudah tidak sopan.
Dengan senyum Kirana menjawab kalau ia yang ingin bermain dengan anak anak itu, mau tidak mau para emban tidak bisa memarahi anak anak mereka, karna Kirana melarang mereka memarahi anak anak itu.
"Saya senang anda bisa tertawa lagi." Ketika Sumarni mengatakan itu, Kirana hanya bisa tersenyum simpul.
"Yaah, mau bagaimanapun aku juga harus menjalani hidup ini kan?"
"Benar itu ayu."
Tik.
Merasa air menetes dari atas, Kirana dikejutkan ketika air hujan tiba tiba saja turun tanpa kenal yang namanya jeda.
"Hujan! Ambilkan peneduh untuk ayu!" Seru Sumarni, Kirana juga ikut panik, ia berlari menjauh dari air hujan berteduh di pendopo dekat dengan taman sembari menunggu beberapa emba yang membawa payung.
Tanpa diduga hal yang mengejutkan terjadi ketika ia berlari, air hujan yang membuat jalanan setapak itu licin tanpa sadar membuat langkah Kirana terpleset.
"Aakh." Teriakan Kirana membuat Sumarni juga ikut panik, melihat Kirana yang tergeletak di tanah terpleset.
"Aduuh ayu! Bagaimana ini! Mengapa mereka sangat lama!"
"Ak, aku tidak apa apa Sumarni, tolong bantu aku berdiri."
Ketika Sumarni membantu Kirana berdiri, pria yang gagah itu sudah lebih dulu berjalan dengan beberapa pengawal yang memayunginya mendekat kearah Kirana yang masih tersungkur.
"Dinda." Panggilan yang tidak terasa asing membuat Kirana mendongak, Jaka telah berdiri tanpa menunggu lama ia sudah mengangkat Kirana yang tersungkur.
"Heeii!" Kirana sempat terkejut sehingga latah mengatakan itu, namun Jaka tidak bergeming dan tetap membawa Kirana digendongannya.
"Salam yang terhomat Senopati Sarwajala." Kata Sumarni memberi salam.
"Hentikan dulu hormat kalian, cepat siapkan pemandian untuk istriku mandi." Ketika Jaka mengatakan itu, para emban langsung bersegera bahkan lebih cepat dengan langkah kaki Jaka.
"Aku bisa jalan sendiri." Sungut Kirana, ia masih merasa kesal dengan Jaka yang memarahinya tadi pagi.
"Ini sedang hujan dinda, alangkah baiknya jika kau menurut."
"Apa maksudmu!?" Keluh Kirana.
"Aku sudah berjanji menjagamu, jika guru melihat kau terluka, itu tandanya aku telah melanggar janjiku."
Tak bisa mengatakan apapun, Kirana hanya bisa merangkulkan tangannya ke Jaka, lagipun kakinya juga masih terasa pegal sebaiknya ia menerima perlakuan Jaka ini dibandingkan harus menolaknya.
"Hey, apa tanganmu tidak pegal?"
"Apa dinda tidak tau pelajaran dasar seorang istri, apa dinda lupa harus memanggil dengan sebutan apa?"
"Ribet ih, tinggal jawab aja apa susah?"
"Dinda ringan seperti kapas."
"Kapas? Bukankah itu terlalu ringan?"
"Itulah yang kanda rasakan." Mendengar kata kanda keluar dari mulut Jaka, rasanya Kirana merinding mendengar itu.
Tak selang lama, benar saja Kirana dibawa ke tempat pemandian yang sudah disiapkan oleh para emban, tentu saja hanya Jaka yang berada disana, dengan sekali lirikan saja para emban sudah pergi dan para ksatria juga sudah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN JAKA
Historical FictionPertemuan itu? Akankah kehidupanku baik baik saja disini. Terdampar pada cerita tanpa ujung yang dibuat dengan latar belakang tanpa nama. Hanya aku yang ingin keluar, tetapi ternyata tidak semudah itu menghilangkan semuanya. Aku hanya diberi waktu...