Kirana dan juga Trianti kini selesai mengunjungi museum dengan membawa kamera, selain pintar Kirana juga pandai sekali dalam memotret dan melukis, sayangnya itu hanya sekedar hobi saja. Kirana tidak bisa menjadi seorang sejarawan karna ayah dan ibunya ingin dia menjadi seorang ahli gizi.
"Huuh, entah kenapa gue gak ngerasa healing disini." Lanjut Trianti, dia berjalan menuju ke parkiran bersama dengan Kirana.
"Tapi gue cukup menikmati sih."
"Ya elu, lah gue, gue makin pusing, dah ngapalin rumus sebanyak apapun gue gak paham sama sejarah juga."
"Lu seharusnya ambil jurusan sejarah kalau mau paham." Kata Kirana.
"Big noo ya njir, gue dah cape cape jadi ahli gizi mau semester akhir masa gue menyerah diakhir! Big noo sis."
Begitulah perbincangan keduanya tak luput dari pembahasan kampus, menaiki motor sesuai dengan keinginan neneknya Kirana dan juga Trianti mengunjungi salah satu kampung di Yogyakarta untuk melihat kondisi rumah kakeknya.
"Ini rumahnya kan Ran?" Tanya Trianti, dia heran bukankah rumah ini sudah lama tidak ditinggali mengapa rumah ini bisa sebersih ini.
"Iya bener kok ini rumahnya, bentar gue liat dulu kedalam."
Melihat Kirana seperti mencari cari seseorang Trianti kemudian bertanya.
"Mana sih?"
"Apa yang sedang kalian lakukan disini?" Suara serak khas suara orang tua terdengar dari belakang, Trianti dan Kirama refleks melihat kebelakang disana seseorang seumuran nenek Kirana berdiri tegak sembari menyembunyikan tangannya dibelakang punggungnya.
"Mbah Supardi? ini Kirana mbah!" Senyuman itu terukir karna Kirana menemukan orang ini, mbah supardi, adalah teman kakeknya yang menjaga dan merawat rumah ini seperti rumahnya sendiri.
Persahabatan itu bagai kepompong dan itu juga terjadi pada hubungan kakek Kirana dan supardi, Mbah Supardi sendiri telah menganggap Kirana sebagai cucunya sendiri, melihat Kirana yang sudah bertambah dewasa mbah Supardi merasa pangling.
"Ooh Cah ayu! Dah lama banget ndak dateng kesini? Bagaimana kabar mbah utimu Cah ayu?" Riang mbah Supardi, setelah Kirana dan Trianti menyalaminya.
"Baik mbah, tadi mbah uti titip salam katanya maturnuwun sudah menjaga rumah mbah akung."
"Sami sami ndok, ndak usah berterimakasih, mbah juga tulus njaga rumah ini, rumahnya penuh kenangan ndok." Ucapnya.
"Heheh, iya Kirana kangen sama rumah ini juga mbah."
"Oh ya? Ayo masuk cah ayu, kita ngobrol didalam."
Masuklah Kirana dan Trianti disana, Kirana mengenalkan Trianti kepada Mbah Supardi, banyak sekali perbincamgan sebelum akhirnya Mbah Supardi undur diri karna waktu istirahatnya telah selesai.
"Mbah tinggal dulu yo ndok, Mbah harus kembali ke Kraton lagi, kalau kamu mau pulang nanti kuncinya titip saja dirumah mbah yo."
"Nggih mbah, nanti Kirana anterin kerumah mbah."
"Kalau begitu mbah pamit nggih."
Karna sedari tadi diam Trianti kemudian berkata.
"Ayok Ran, kita sedikit beresin beberapa debu terus lu katanya mau ambil barang kan, ambil sekarang Ran, biar kita ke Malioboronya gak terlalu lama." Kata Trianti.
"Ayo, ini mau tak ambil."
Kirana segera berjalan masuk kedalam kamar kakek dan neneknya, Trianti kemudian berjalan masuk dan membawa pembersih debu dan juga beberapa sapu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN JAKA
Historical FictionPertemuan itu? Akankah kehidupanku baik baik saja disini. Terdampar pada cerita tanpa ujung yang dibuat dengan latar belakang tanpa nama. Hanya aku yang ingin keluar, tetapi ternyata tidak semudah itu menghilangkan semuanya. Aku hanya diberi waktu...