Chapter 23 - Bersama Kalinata

236 19 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Selepas magrib semua orang bubar dari rumah Leo. Mereka sudah memutuskan akan menampilkan musik dan mendirikan stand makanan saja.
 
Dahayu bersama Nata sedang dalam perjalanan pulang, tetapi gadis itu mengajak Nata untuk mampir makan malam dulu. Pria itu tentu saja mengiyakan dan menanyakan Dahayu ingin makan apa. Gadis dengan surai pendek itu mengatakan ingin makan mie aceh. Nata mengangguk dan berbelok memutar arah menuju Jalan Sabang.
 
Nata mengajak ke sana karena tidak terlalu jauh dari posisinya dan juga banyak makanan di sana, siapa yang tahu Dahayu berubah pikiran untuk makan yang lain.
 
Ketika mereka sampai di sana sudah mulai ramai orang yang jalan-jalan berburu kuliner.
 
“Tetap ke mie aceh?” tanya Nata memastikan.
 
“Iya.”
 
Nata segera mengajak Dahayu ke gerobak mie aceh, mereka duduk di kursi yang tersedia.
 
“Gue mau mie aceh goreng basahnya, Nat. Minumnya samaain aja. Jangan lupa air putihnya.”
 
“Oke.”
 
Nata menaruh ponselnya di atas meja dan beranjak ke abang-abang yang jualan. Ia menyampaikan pesannya dan berbalik menuju Dahayu.
 
“Habis ini mau ke mana, Yu?” tanya Nata agar mereka tidak hanya diam-diam saja.
 
“Pulang, sih. Gue agak ngantuk juga.”
 
Nata mengangguk mendengar jawaban gadis itu, ia memerhatikan sekeliling yang makin ramai saja orang berdatangan untuk berburu kuliner.
 
Tak berselang lama pesanan mereka datang dan segera saja mereka menyantapnya. Lagi enak-enaknya makan ponsel Dahayu berdering, gadis itu menghentikan kegiatan menyuapnya dan mengambil ponselnya yang berada di dalam tas.
 
“Kenapa, Kean?”
 
“…….”
 
“Lagi makan sama Kean.”
 
“………..”
 
“Jalan Sabang. Kenapa, sih?”
 
Nata menatap Dahayu yang terlihat jengkel sekali menjawab pertanyaan lawan bicaranya. Pria itu hanya diam mengamati.
 
“………”
 
“Ck. Beli sendiri.”
 
“……..”
 
“Iya, iya.”
 
Dahayu langsung mematikan secara sepihak panggilan telepon itu, ia menaruh ponselnya di atas meja dan melanjutkan makannya.
 
“Kenapa?” tanya Nata penasaran.
 
“Kean minta belikan sate, katanya disuruh Mamah. Gue yakin itu alasan dia aja. Ck.”
 
Nata tersenyum menatap gadis itu yang terlihat kesal.
“Yaudah, nanti sebelum pulang kita mampir ke gerobak sate dulu. Di sini ads juga kok yang jualan sate.”
 
“Hm.”
 
***
 
Di stang motor ada sebungkus sate ayam milik Dahayu. Mereka pulang dari Jalan Sabang sekitar jam setengah sembilan dan sepertinya Dahayu tidak berbohong ketika ia berkata bahwa dirinya agak mengantuk.
 
Nata mepet ke pinggir jalan dan menghentikan sepeda motornya, karena helm Dahayu yang beberapa kali terantuk helmnya.
 
“Kenapa, Nat?” tanya Dahayu yang sedikit menguap.
 
“Kedua tangan lo majuin sini.”
 
“Buat apaan?” tanya Dahayu tetapi tak urung mengulurkan kedua tangannya ke depan. Gadis itu sedikit terkejut ketika Nata menarik kedua tangannya dan meletakan kedua tangan itu ke perutnya. Sekarang Dahayu memeluk pria itu.
 
“Gak usah protes. Gue gak mau diterkam kalau lo jatuh. Sekarang lo bisa tidur kalau emang udah gak tahan.”
 
Tanpa mendengar jawaban dari Dahayu, ia langsung melajukan kembali sepeda motornya. Dahayu hanya pasrah dan mengeratkan pelukannya serta menyenderkan kepalanya ke punggung Nata.
 
Nata yakin gadis itu pasti sudah tertidur, dia memelankan laju motornya dan sesekali memegang tangan halus gadis itu yang melingkar di perutnya.
 
Dia tersenyum dan berusaha memastikan gadis itu aman dalam boncengannya.
 
***
 
Nata meminggirkan motornya dan mengambil ponselnya yang terus berdering. Ternyata yang menelepon adalah Kean, kakak dari Dahayu.
 
“Kenapa, Yan?”
 
“Kalian di mana? Gue telepon Dahayu gak masuk.”
 
“Udah di jalan pulang. Bentar lagi nyampe.”
 
“Oh. Oke.”
 
Nata menatap ponselnya yang sudah tak terhubung dengan Kean. Dia menggeleng tak percaya akan kelakukan temannya itu. Pria itu menelepon terus menerus hanya untuk menanyakan itu?
 
Nata melirik Dahayu dari kaca spion, gadis itu tak terusik akan dirinya yang baru saja berteleponan dengan Kean. Padahal suaranya cukup keras, karena lalu lalang kendaraan lain yang cukup ramai.
 
Ia kembali melanjutkan jalannya dengan kecepatan yang standar.
 
***
 
Nata sudah berada di depan rumah Dahayu yang pintu gerbangnya tertutup. Ia ingin membangunkan Dahayu, tetapi urung karena di arah berlawanan ada sebuah mobil dengan lampu yang menyorot ke dirinya. Ia menghalau sinar itu dengan kedua tangannya hingga silau itu hilang. Seseorang keluar dari pintu mengemudi, pria dewasa dengan kemeja putih yang sedikit berantakan.
 
Kalau Nata tidak salah ingat itu adalah Rajendra, salah satu kakak dari Kean dan Dahayu. Dia pernah beberapa kali melihat pria itu ketika main ke rumah Kean.
 
***
 
Rajendra mendekat kepada pria yang sedikit mencurigakan berhenti di depan gerbang rumahnya.
 
“Siapa?” tanyanya tanpa basa basi. Ia melirik seseorang di belakang yang bersender dan merasa familiar dengan helm yang dikenakan.
 
Rajendra mengalihkan atensinya kembali kepada pengemudi motor yang melepas helmnya. Ternyata masih muda dan mungkin sepantaran adik-adiknya.
 
“Saya Kalinata, Kak. Teman Kean.”
 
Rajendra menjabat tangan Nata yang terulur kepadanya.
“Oh. Mau ketemu Kean?”
 
“Enggak, Kak.”
 
“Terus?”
 
Rajendra menatap penuh selidik membuat Nata meneguk salivanya pelan.
 
“I-ini kak mau ngantar pulang Dahayu.”
 
“Apa? Dahayu?”
 
Rajendra heboh dan segera melepaskan kedua tangan yang melingkar di pinggang Nata ketika ia menyadari itu.
 
“Lo apain adik gue?”
 
“Dia ti—”
 
“Engh, berisik. Udah nyampe ya?”
 
Rajendra yang memegang Dahayu membantu gadis itu turun dari motor Nata.
 
“Kamu gak papa dek? Teman Kean ini gak ngapa-ngapain kamu, kan?” tanya Rajendra yang mendapat tatapan tidak terima dari Nata, tetapi pria itu tidak memedulikannya.
 
“Gak, Kak. Aku cuman ngantuk dan ketiduran.” Dahayu menguap di balik helmnya. Ia menoleh pada Nata, “Lo boleh pulang duluan, Nat. Makasih ya.”
 
“Oke, Yu. Ini sate lo.”
 
Nata menyerahkan kantong plastik berisi bungkus sate lalu berpamitan pada Rajendra dan Dahayu.
 
“Kamu dari mana kok baru pulang? Sama cowok lagi.”
 
“Dari rumah teman. Hoam. Aku masih ngantuk.”
 
“Oke oke. Kamu masuk dalam mobil sana.”
 
Dahayu mengangguk dan segera memasuki mobil sang kakak. Ia sempat mendengar kakaknya itu menelepon satpam rumah untuk minta dibukakan gerbang. Sepertinya pak satpam lagi tidak berada di pos tadi.
 
***
 
Rajendra keluar lebih dahulu, ia mengitari mobil dan membukan pintu untuk Dahayu. Adiknya itu sudah melepas helmnya yang ia taruh di kursi belakang.
 
“Ngantuk banget ya?” tanya Rajendra yang melihat adiknya seperti enggan turun dari mobil dan terus menguap.
 
“Mau kakak gendong?”
 
“Boleh.”
 
Rajendra membelakangi Dahayu dan membungkuk. Dia dapat merasakan adiknya itu menemplok ke punggungnya dan kedua tangan gadis itu melingkar di lehernya.
 
“Anterin ke kamar langsung.” Gadis itu mengeratkan kalungan tangannya di leher sang kakak dan kembali tertidur.
 
***
 
 
 
 
 

Jiwa yang TersesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang