Chapter 25 - Ada yang Salah

217 22 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Acara pentas seni sudah selesai sekitar pukul 8 malam. Para guru memilih pulang setelah sudah mengambil penilaian. Kepala sekolah juga memberikan izin untuk para siswanya melanjutkan acara sampai jam 12 malam. Setelah itu semua orang harus meninggalkan area sekolah. Ada satpam yang akan menjaga kawasan sekolah dan mengawasi apa yang mereka lakukan.
 
Tentu saja semua orang senang. Mereka berkumpul di area panggung dan mulai bernyanyi. Sorak sorai para penonton menambah kesan yang ramai.
 
Stand-stand makanan masih berada di sana, menambah stok jualan mereka, karena orang-orang semakin ramai berdatangan. Apalagi banyak yang mengajak temannya yang berasal dari luar sekolah.
 
Dahayu menatap pada kerumunan manusia yang berada di sekitar panggung. Ia hanya menyaksikan dari tempatnya duduk, tidak mau beranjak. Ia memilih duduk di stand kelasnya daripada harus ikut bergabung di sana. Sesekali ia mengambil foto random.
 
Rata-rata para cewek menggunakan dress, namun Dahayu memilih mengenakan suit pants highwaist berwarna hitam dan tank top hitam yang ia lapisi dengan jaket denim.
 
Stand milik kelasnya sudah tidak berjualan setelah semua sudah terjual habis. Mereka membiarkan stand tetap berdiri kokoh untuk dijadikan tempat nongkrong. Barang-barang jualan mereka sudah di tata di pojok, biar mereka besok mudah membereskan tempat ini.
 
“Kalian lapar gak?” tanya Cici yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya.
 
“Iya nih, gue juga lapar. Pada pesan makan gih.” Rafi yang sedang bermain game ikut menimbrung menjawab pertanyaan Cici. Ia bersama Zeik dan Niki memilih bermain game dan tinggal di stand daripada ikut berkerumun di area panggung seperti yang lain. Mereka cukup mendengar dan melihat dari sini saja.
 
“Pesan aja terserah kalian. Gue yang bayar.” Dahayu menimpali. Hal itu membuat teman sekelasnya yang ada di sana menatapnya tak percaya. Bahkan Rafi menghentikan permainannya.
 
“Serius? Apa aja nih?”
 
“Ck, iya. Buruan pesan sebelum gue berubah pikiran. Nih ponsel gue, Ci.” Dahayu menyerahkan ponselnya kepada Cici yang segera keluar dari dalam tenda stand menghampiri dirinya yang memang memilih duduk di luar tenda. Ia mengabaikan teman-temannya yang terdengar heboh.
 
“Buruan, Ci. Gue mau ayam bakar sama sate ayam,” seru Rafi membuat yang lain segera menyebutkan pilihan mereka.
 
“Lo pesan apa, Yu? Ini serius lo yang bayar, anak-anak pada banyak yang pesan,” tanya Cici yang mengkhawatirkan isi saldo temannya itu.
 
“Gue ayam geprek. Iya serius, gak papa. Buat yang lain pesankan juga. Jangan lupa kasih tahu di grup kelas suruh ke sini.”
 
“Oke. Gas gue pesan!”
 
Cici kembali masuk ke dalam tenda stand sembari membawa ponsel Dahayu dan kembali duduk di tempatnya semula. Ia fokus dengan ponsel Dahayu, mungkin sedang memilih makanan yang akan ia pesan.
 
“Tumbenan lo. Dalam rangka apa, nih?” tanya Jane yang sudah duduk di depan Dahayu dengan membawa kursinya ke luar.
 
“Duit gue gak kepake.”
 
“Hahahahaha.”
 
Dahayu melirik pada Jane yang tertawa lebar. Sedikit heran pada gadis itu, memangnya ada yang lucu dari ucapannya?
 
“Sorry. Lo berubah banget ya, Yu. Sejak lo amnesia lo banyak berubah.”
 
“Biasa aja.”
 
Jane tersenyum dan mengubah posisinya menghadap pada panggung yang sedang ada seseorang yang menyanyikan lagu yang sedang viral saat ini.
 
***
 
Beberapa abang ojol silih berganti keluar masuk di SMA Rajawali mengantarkan pesanan makanan. Baru saja abang ojol terakhir pergi meninggalkan area sekolah. Dahayu yakin itu menjadi pusat perhatian bagi siswa yang berada di sana tidak ikut ke area panggung.
 
Dahayu menatap pada makanan yang berjejer rapi dari ujung ke ujung di atas tikar yang memang di bawa teman sekelasnya. Mereka menyingkirkan meja jualan dan kursi-kursi menggantikannya dengan tikar lebar itu. Sebab jika menggunakan meja dan kursi tidak akan cukup dan muat.
 
“Anjir. Kalian mau pesta rakyat?” tanya Dahayu menatap pada bungkus makanan yang sangat banyak sekali. Ia tak marah pasal uang, hanya saja dia kaget ternyata banyak yang mereka pesan. Memang habis untuk satu kelas? Di kelasnya terdiri dari 22 orang. Sedangkan bungkus makanan lebih dari pada itu belum lagi ia melihat ada banyak gorengan.
 
“Hahaha mumpung diteraktir sultan. Kapan lagi, kan?”
 
Dahayu hanya menggeleng mendengar jawaban Rafi. Ia mengangguk tatkala teman-temannya mengucapkan terima kasih kepadanya sekali lagi.
 
“Yang lain udah pada di kasih tahu? Kok pada belum ke sini?” tanya Dahayu menatap pada Cici, Jane, Riani, Ninis, Resa, Ranti, Ica, Rafi, Zeik, dan Niki. Kebetulan Dahayu juga tidak membuka ponsel setelah Cici mengembalikan ponselnya.
 
“Eh iya lupa.” Cici menepuk jidatnya dan segera mengirim pesan di grup.
 
“Yang gak ngeread coba di telepon.”
 
Cici mengangguk dan memberitahu nama-nama yang belum membaca pesannya agar ditelepon yang lain. Ada nama Nata di deretan nama yang disebut Cici. Ia bergerak menjauh dan menghubungi pria itu.
 
Dahayu yakin Nata sedang bersama teman-temannya yang lain. Pria itu sudah menghilang sejak jam 7 sebelum acara pensi selesai. Pada dering pertama telepon itu sudah terangkat.
 
“Hallo. Di mana, Nat?”
 
“……..”
 
“Bisa ke stand kelas gak?”
 
“…….”
 
“Makan.”
 
“…….”
 
“Oke.”
 
Dahayu memutus sambungan telepon itu, katanya pria itu lima menit lagi akan segera ke sini. Teman-temannya yang lain ada yang sudah berdatangan dan mengucapkan terima kasih padanya. Sepertinya Cici yang memberitahu mereka bahwa ia yang teraktir.

***
 
Sudah satu jam berlalu sejak acara makan-makan tadi. Dahayu memutuskan ikut bersama Nata ketika pria itu mengajaknya untuk menemui Kean dengan yang lain. Mereka sedang ikut duduk di area panggung menonton acara musik yang suguhkan siswa-siswa yang lain untuk menghabiskan waktu yang ada.
 
Dahayu akan duduk di samping Raja, tetapi tiba-tiba saja Nata menggesernya membuat dia duduk di samping pria itu. Hal itu membuat Raja mengerutkan keningnya.
 
Dahayu tak ambil pusing, ia juga tadi sempat melirik Latisya yang duduk di sebelah Kean. Gadis itu tidak mengeluarkan suaranya sama sekali atas kehadiran Dahayu di sana.
 
Dahayu juga malas menyapa mereka dan menatap ke depan pada seorang kakak kelas yang sedang menyanyi.
 
“Permisi, Kak. Minumannya gratis.” Beberapa adik kelas menghampiri mereka dan memberikan cup es jeruk secara gratis. Nata mengambil cup yang disodorkan kepadanya dan memberikan pada Dahayu.
 
“Terima kasih, tapi gue gak bisa minum kalau gak ada air putihnya.”
 
Nata mau mengembalikan es jeruk itu, tetapi ternyata adik kelas itu memiliki satu air mineral botol.
 
“Kebetulan ini ada satu air mineral punyaku. Buat kakak saja.” Adik kelas itu memberikannya pada Dahayu dan pergi dari sana.
 
Ia meminum es jeruk tersebut dan menawarkan pada Nata yang ditolak pria itu. Semua terlihat normal dan biasa saja. Namun, Dahayu merasa ada yang salah dengan tubuhnya ketika ia selesai meminum air mineral.
 
Gadis bersurai pendek itu merasa detak jantungnya meningkat pesat, ia gelisah, cemas, dan matanya melebar tatkala makin menyadari situasi yang terjadi.
 
Dahayu segera beranjak dari duduknya dan berlari pergi secara tiba-tiba mengejutkan yang lain. Gadis itu mendengar suara Nata, Raja, dan kakaknya memanggil, tetapi ia hiraukan. Dikarenakan ia berlari tanpa memperhatikan sekitar membuat Dahayu menabrak seseorang. Ia membungkuk meminta maaf karena harus segera pergi dari sana.
 
Pria yang ditabrak Dahayu menatap kepergian gadis itu dalam diam.
 
***
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Jiwa yang TersesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang