Chapter 20 - Bersama Raja

289 29 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



“Ayo masuk.”
 
Raja keluar lebih dulu sedangkan Dahayu menggerutu di dalam mobil. Pria itu sudah membuang waktunya hanya untuk di bawa ke rumahnya. Benar-benar membuat kesal. Mau tak mau Dahayu ikut turun dan masuk ke rumah Raja.
 
Raja membawa Dahayu ke ruang tamu. Ia memanggil salah satu asisten rumah tangga yang ada di rumah.
 
“Mba Elaa,” teriak Raja dan tak berselang lama seorang wanita berusia sekitar 30-an datang nenghampiri.
 
“Ada apa, Den Raja?” tanya Ela menatap Raja dan sesekali melirik pada gadis berseragam SMA yang duduk di sofa.
 
“Masak apa hari ini, Mba?”
 
“Aduh maaf, Den. Karena kemarin malam Nyonya bilang hari ini tidak usah masak, jadi Mbok Asih baru belanja ke pasar tadi. Bahan makanan lagi kosong, Den,” jelas Ela.
 
“Cemilan ada?”
 
“Ada, Den.”
 
“Oke, bawa ke sini beberapa. Sama es jeruk dua dan air putihnya satu.”
 
“Baik, Den.”
 
Sepeninggal Mba Ela ke dapur, Raja ikut mendudukkan dirinya ke sofa yang berhadapan dengan Dahayu. Ia melepas jas menyisakan kemeja putihnya.
 
“Mau makan siang apa? Kita go-food aja. Gue bayarin.”
 
“Bebas pesan apa aja?”
 
“Iya mau apa?”
 
Dahayu yang tadi masih sedikit kesal mendadak luluh. Dia berpikir makanan apa yang akan ia makan. Kebetulan juga sudah masuk jam makan siang.
 
“Gue mau nasi goreng ati ampela pedas, ayam richeese 1 ekor, seblak, sama gorengan.”
 
Raja yang sedang membuka aplikasi layanan pesan antar itu tercengang menatap Dahayu. Sejak kapan porsi makan gadis itu banyak?
 
“Lo yakin habis semua?” tanya Raja memastikan.
 
“Iya. Jangan berpikir lo mau minta yak. Pesan sendiri buat lo.”
 
Makin tercengang Raja dibuatnya. Bukankah yang membayar di sini adalah Raja? Tetapi kenapa gadis itu seolah-olah ia membayar sendiri. Tak mau memperpanjang perdebatan dia langsung memesan makanan itu.
 
Ela datang dari dapur dengan membawa nampan berisi es jeruk dan air putih. Di belakangnya ada lagi wanita yang mungkin seumurannya membawa tiga toples makanan ringan.
 
“Terima kasih, Mba.”
 
“Sama-sama, Den.”
 
Setelah meletakkan itu semua ke atas meja mereka berdua segera pergi dari sana meninggalkan Raja dan Dahayu.
 
Dering telepon membuat Dahayu membuka tasnya. Ia melihat nama penelepon adalah Nata. Dia letakan ponselnya di atas meja membiarkan telepon itu terus berdering hingga mati sendiri.
 
Raja melirik ponsel yang sudah berhenti bergetar itu. Dia melihat nama Nata di sana. Baru saja Raja ingin bicara, ponsel itu kembali berdering dengan penelepon yang sama dan lagi Dahayu tidak mengangkat hingga dering telepon itu mati.
 
“Kenapa gak diangkat?”
 
“Malas.”
 
Dahayu mengambil es jeruk dan meneguknya. Ponselnya kembali berdering dan kini tertera nama Rafi di sana membuat Raja mengernyit. Melihat nama si penelepon Dahayu mengangkat panggilan itu. Semua tindakan gadis itu tidak luput dari pandangan Raja.
 
“Kenapa?”
 
“Nata nanyain lo mulu di gue.”
 
“Diangkat?”
 
Dahayu menjauhkan ponselnya tatkala mendengar suara berisik di seberang.
 
“Dahayu lo di mana? Izin kenapa lo? Gue telepon kenapa gak diangkat?”
 
“Berisik, Nat. Gue di rumah Raja.”
 
“Nga—“
 
Tut.
 
Dahayu mematikan sambungan telepon itu tanpa mendengar sahutan Nata. Ponselnya kembali berdering dari penelepon yang sama. Ia langsung mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas meja.
 
Raja ingin bersuara, tetapi ia urungkan saat ponsel di saku celananya berdering. Ia mengangkat panggilan itu yang berasal dari Nata.
 
“Hallo. Kenapa, Nat?”
 
“Dahayu beneran di tempat lo?”
 
“Iya.”
 
“Kok bisa Dahayu sama lo? Bukannya lo ada acara keluarga?”
 
Nata terdiam sejenak, ia menatap pada Dahayu yang sedang memakan kacang koro kulit yang berada di dalam salah satu toples yang dibawa asisten rumah tangga tadi.
 
“Gue pulang duluan, kebetulan ketemu Dahayu.”
 
“Ketemu di mana?”
 
“Lo kenapa deh, Nat?”
 
“Gue cuma nanya.”
 
“Datang aja ke rumah nanti ajak yang lain, gue sama Dahayu mau makan siang dulu.”
 
“Hm. Oke, Ja.”
 
***
 
Satu jam menunggu akhirnya makanan yang mereka pesan akhirnya datang. Selama menunggu Dahayu sudah menghabiskan satu toples kacang koro kulit.
 
Dahayu menurunkan toples-toples yang berada di atas meja ke lantai agar makanan yang dibawa Raja muat ditaruh di sana.
 
Raja menyerahkan semua kantong plastik berisi pesanan mereka kepada Dahayu, ia pamit pergi ke dapur untuk mengambil piring dan sendok.
 
Saat Raja kembali semua makanan sudah tertata rapi di atas meja.
 
“Piring, Ja.”
 
Raja menyerahkan empat piring, satu mangkok, dan dua sendok kepada gadis itu. Dahayu mengambil dengan senang hati. Ia menaruhnya di atas meja.
 
Dahayu mengambil bungkus nasi goreng dan membukanya. Itu nasi goreng seafood, ia meletakkan bungkus nasi goreng itu ke atas piring dan menyerahkannya kepada Raja.
 
Dahayu berlanjut ke plastik berisi gorengan. Ia menaruh semua gorengan itu ke piring dan menaruh sambalnya ke piring satunya. Gadis itu membuka plastik berisi seblak ke dalam mangkok, nasi goreng ati ampelanya ke atas piring, dan membuka kotak ayam richeese.
 
Kini meja ruang tamu itu penuh oleh makanan.
“Ayo makan, Ja.”
 
Raja mengangguk dan menatap pada Dahayu yang memakan seblaknya lebih dahulu. Gadis itu juga mencomot gorengan dan memakannya dengan lahap. Raja mengambil ponsel miliknya yang berada di lantai dan memotret diam-diam Dahayu yang sedang makan.
 
Dia mengirim foto itu ke grup chat yang berisi dirinya, Kean, Nata, Juan, dan Kelvi. Selepas mengirim ia menaruh ponselnya kembali ke lantai dan mulai memakan kembali nasi gorengnya.
 
“Lo ngapain di minimarket daerah sana, Yu?”
 
“Jenguk teman.”
 
“Siapa?”
 
“Lo juga gak bakalan tahu.”
 
Dahayu menjawab pertanyaan Raja tanpa menatap pria itu. Dia fokus memakan seblaknya. Sesekali menyendok nasi gorengnya dan dicampur ke seblak. Raja yang melihat itu dibuat kembali tercengang akan tingkah laku Dahayu.
 
“Btw ingatan lo udah balik?”
 
“Udah, tapi mungkin gak semua.”
 
Raja mengangguk dan fokus melanjutkan makannya. Dahayu sudah menghabiskan seblaknya dan lanjut ke nasi goreng ati ampelanya.
 
***
 
“Anjir. Kalian udah pada buka grup gak?” tanya Kelvi menggebu-gebu.
 
“Belom. Mang kenapa dah, heboh benar lo,” jawab Juan sembari meminum es tehnya.
 
“Raja ngirim Dahayu lagi makan banyak di rumah tuh anak,” sahut Nata yang sejak tadi diam. Entah mengapa ia merasa tidak bersemangat.
 
“Serius lo?” tanya Kean kaget dan segera mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Dia memang belum ada membuka ponselnya.
 
“Anjir. Bukannya Dahayu tadi sekolah barengan gue. Dia gak masuk, Nat?” tanya Kean menatap pada Nata menuntut penjelasan.
 
“Gak. Dia minta diizinin sama si Rafi.”
 
“Kenapa lo gak bilang dari tadi pagi anjir. Pantes aja gue nyampe sekolah dia belum nyampe tadi.”
 
Nata hanya menggedikkan bahunya membuat Kean kesal kepada temannya itu.
 
“Nat! Ck. Anak itu kenapa makin berulah. Pulang sekolah kita ke tempat Raja.”
 
Juan, Kelvi, dan Nata mengangguk menyetujui ajakan Kean.
 
***
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Jiwa yang TersesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang