Setiba Io di gubuk kayu tempat tinggalnya selama ini, entah masih bisa dibilang rumah atau tidak. Dilihat dari penyangga kayu yang menjadi penopang rumah itu mulai koyak sebab sudah terlalu tua.
"Nenek Io ulang bawa uang anyak..!!". Tak ada sautan yang membalas, semua itu sudah menjadi kebiasaan Io saat pulang akan memanggil sang Nenek.
"Ugh...Io lupa Nenek cudah pelgi". Baru teringat olehnya jika sang Nenek telah tiada.
Io mulai berjalan menuju lantai kayu dekat jendela, mendudukan dirinya dilantai lalu kedua tangan kecilnya mulai mengangkat kayu itu dan terlihat ada sebuah kaleng biskuit kecil didalamnya. Dibukanya perlahan, setelah berhasil Io mengambil uang hasil jual barang bekas hari ini, lalu dimasukkan kedalam kaleng itu dan kemudian ditutup lagi begitupun dengan kayu tadi.
Dirasa telah aman, Io mulai berjalan menuju kasur kapuk miliknya atau lebih tepat milik sang Nenek. Dibaringkan badannya di kasur, tidak lama mata biru itu mulai tertutup menyelam alam mimpi.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, Io pun mulai terbangun dari tidur karena merasa lapar yang mulai menyerang.
"Eum...Io lapal". Ucap Io yang masih belum sadar sepenuhnya, dilihat dari mata yang masih mengerjap menyesuaikan cahaya.
"Hihi..Io lupa tadi Aban Ian kacih Io loti cokat". Dengan segera Io beranjak menuju tas yang ia letakkan dekat tempat persembunyian uang miliknya.
Setelah mendapatkan roti nya, dengan tergesa-gesa Io membuka nya dan mulai memakan dengan pelan, karena takut akan tersedak.
"Eum..enyak Io cuka, acih Aban". Ujar Io senang bisa merasakan roti coklat yang baru pertama kali ia makan.
Mungkin saja Roti coklat akan menjadi makanan kesukaannya setelah ini.
Io tidak langsung menghabiskan roti itu, ia hanya memakan setengah saja dan setengahnya lagi akan dimakan saat pagi, sebagai sarapan sebelum berangkat mencari barang bekas besok.
.
.
.Keesokan paginya Io mulai terbangun dan bersiap-siap sebelum mencari barang bekas lagi.
Io memulai dengan sarapan roti yang ia sisakan kemarin malam. Dirasa sudah cukup mengganjal perutnya, Io pun langsung memakai tas ransel miliknya dan tidak lupa membawa karung kecil untuk mengisi botol-botol bekasnya nanti."Nenek Io na pelgi kelja dulu eum..!". Io tetap pamit walau tau, ucapannya itu tak akan pernah ada sautan.
Melambai kearah rumah kayu miliknya, sebagai tanda pamit pada sang rumah.
Kemudian Io melanjutkan jalannya sambil melihat kiri kanan, siapa tahu nanti Io akan mendapatkan beberapa botol disepanjang jalan.
Saat berjalan, Io berhenti disebuah tempat jualan bubur ayam, perut kecil nya terus saja berbunyi meminta makan. Ketika melihat orang-orang dewasa itu memakan bubur itu dengan lahapnya.
"Ugh.. Io uga mau mam bubul tu". Io terus membayangkan bagaimana rasa bubur itu, saat masuk dimulut nya nanti.
"Pasti enyak, ayak mam loti cemalin".
"Io halus cali botol na anyak-anyak, bial bica mam bubul..!". Io bertekat mencari banyak botol, lalu ditukar dan dibelikan ke bubur ayam itu.
Io pun tidak seggaja melihat ke arah warung disebelah penjual bubur tadi, terdapat beberapa pemuda yang sedang bersantai dengan masih menggunakan seragam sekolah. Sudah sangat jelas mereka sedang membolos dari sekolah.
Io mendekat dan menarik ujung baju salah satu pemuda itu.
Merasakan tarikan pada seragam bagian bawah nya pemuda itu pun, menunduk untuk melihat kebawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yulio
Short StoryYulio si kecil berusia 4th, tubuh kecil nya selalu ia bawah berkeliling ditengah terik panas matahari. Tidak ada kata lelah, yang ia tahu dirinya harus mengumpulkan barang bekas untuk dijadikan uang. Apa jadinya jika si kecil diangkat menjadi anggo...