Aku melangkah masuk dengan perlahan agar semua orang yang berada dirumah ini tidak bangun. Setelah makan malam dirumah Gio dan menunggu hujan reda . Setelah hujan reda aku dan Vio memutuskan pulang. Niatnya aku ingin menginap dirumah Vio cuman, setelah aku pikir-pikir aku tidak mau kalo nanti aku nambah masalah.
"Jam 10 kemana aja kamu hah?"
Deg
Huh.. Lain kali aku harus mengikuti Vio untuk menginap dirumahnya. Dan tidak mau mengikuti logika ku yang.
"Kemana aku apa pedulinya sama papa?" tanya ku dengan wajah datar ku.
" Biru kamu.."
"Sudah ku bilang berapa kali si kalo aku benci dengan panggilan itu." potong ku lalu pergi menuju kamar ku
Aku memasuki kamar ku dan menutup pintu ke dengan cukup keras. Aku sudah tidak tahan dengan sikap papa yang selalu melarang ku ini itu. Tanpa sadar air mata ku sudah menetes satu demi satu. Aku kalah oleh keadaan untuk kesekian kalinya.
Kapan aku merasakan kebahagian? Kapan?. Apa aku tidak pantas mendapat kebahagian?.
Kerena sudah sangat lelah aku tidak menganti baju ku terlebih dahulu. Aku memilih langsung tidur untuk melupakan semua yang terjadi. Hanya sementara tentunya.
*****
" Kir, lo baik kan?" tanya Vio Khawatir.
Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan senyuman. Aku tahu Vio cemas dengan keadaan ku tadi pagi yang seperti mayat hidup. Tapi aku bisa menenangkannya lewat senyuman ku. Dengan senyum Vio mengerti kalau saat ini aku tidak ingin ditanyakan apa-apa.
" gua baik ko, tambah baik kalo lo sama Gio akur," aku mengalihkan pembicaraan ku. Dan membuat semburat merah muncul di pipi mulus Vio.
"Sakira, rese lo," Seru nya kesal seraya memukul bahu ku pelan. Salah tingkah rupanya.
Aku bahagia mempunyai sahabat seperti Vio yang selalu mengerti keadaan ku tanpa aku beri tahu. Tanpa sengaja aku melihat Agra menatap ku tatapan yang sulit ku artikan dan tanpa sadar aku terjebak olehnya karna aku sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangan ku kemana pun.
Seakan tersadar aku langsung segera mengalihkan pandangan ku keluar kelas. Aku bingung kenapa aku bisa sekecewa itu ketika tau Agra adalah langit. Apa karena Arga selalu membuat ku emosi? Ah kurasa tak masuk akal alasan itu.
Ya langit dia teman yang menjadi sahabat ku bahkan menjadi cinta pertama ku,Entah sejak kapan ia menjadi cinta pertamaku. Dan sekarang dia ada dihadapan ku menatap ku aku seakan tidak peduli.
" hello Kira sadar kan? ," ucap Via seraya mengoyangkan tangan kedepan mukaku
"Sadar ish, jadi gimana lo sama si Irlan itu?," tanyaku mengalihkan pembicaran dan mengalihkan pandangan ku dari Arga.
" biasa aja, ," jawabnya singkat aku hanya mengangkat bahu acuh.
Lalu aku melirik Kearah nya lagi, tetapi aku malah melihatnya sedang bercanda dengan Aldo—teman sebangkunya.
Aku selalu berfikir aku yang jahat atau Arga?. Ya Arga lah! Kenapa dia gak langsung temui aku waktu kembali.
****
"Mendingan lo kekanti, ga baik buat lo nantinya, "
Aku tahu siapa yang bicara aku tidak peduli aku terus mencatat tugas yang diberikan oleh wali kelas ku. Gara-gara terus memikirkan nya tugas ku jadi terbengkalai. Dan disini lah aku berhadapan dengan catatan dan tugas yang ada didepan ku.
"Lo punya penyakit magh blu, nanti kalo magh lo kambuh gimana?," ujarnya lagi. Dia masih mencoba merayu ku Tetapi, aku masih terus mencatat tidak menangapi nya.
" Gua yang ngerjain dan lo kekantin," itu bukan sebuah peryataan melainkan perintah yang tidak bisa di bantah aku hanya mendengus kesal ketika buku catatan yang tadi aku pegang sudah berada ditangannya.
" apaan si, sini ish ," ujar ku seraya merebut bukanya tapi gagal karna tinggi nya dan tinggi ku berbeda.huh aku benci pendek kalau sedang keaadan terdesak seperti ini.
" Biar gua yang kerjain lo kekantin," perintanya lagi kini dengan suara tegasnya.
" apa peduli lo? Bahkan kita ga pernah deket ARGA," ujar ku menekan namanya. Tentunya dengan masih mencoba merebut buku catatan ku.
" blu .."
"Jangan panggil gua dengan sebutan itu," potong ku cepat. Karena entah kenapa sekarang aku kesal setiap dia memanggil nama itu.
"Gua gak akan berhenti manggil nama itu seperti gua gak pernah berhenti mencintai lo blu," ujarnya
Tubuh ku seakan bereaksi ketika dia mengucapakan nya. Seakan satu kata itu adalah kunci. Aku berhenti dari acara merebut buku tepat ketika mukaku dan mukannya berdekatan kami saling pandang bahkan aku bisa merasakan nafasnya. Sejak kapan dia mencintai ku?.
"Gua punya alesan kenapa gua pergi dan kenapa gua dateng tanpa kasih tau lo," Ujarnya lalu perlahan mukanya medekat.
Aku merasakannya. Merasakan apa itu ciuman pertama dengan cinta pertama ku. Seketika tubuh ku menegang walau hanya menempel selama 5 detik aku merasakan sensasi yang tidak bisa tebak. Ciuman itu entah kenapa aku mengartikan ciuman kerinduan. Apa dirinya sama rindunya denga ku?.
"Sekarang makan ya," perintanya lembut. Membuat ku tersentak dari segala fikiran yang ada di otak ku ini. Tetapi,lagi-lagi aku menatap wajahnya yang tersenyum lembut kepada ku.
" Arga!!!,"
Teriakan itu berhasil menyadar kan ku. Di pintu kelas aku melihat Gio dan Vio berdiri melihat ku dengan tatapan tidak percaya. Jangan billang meraka..
"Lo berdua? Mesum dikelas," jerit Vio membuat ku reflek berlari membekap mulut nya.
"Gua udah coba buat ajak Vio pergi pas liat lo berdua nempelin bibir kalian berdu... Aw akir sakit," aku menginjak kaki nya Gio karna ucapanya yang terlalu Vulgar menurutku. Oh mati saja aku.
"Gua ga berbuat mesum, cuman berbuat hal yang wajar sama orang yang gua sayangin. Gak akan gua lukain lah orang yang gua sayangi." Ucap Agra lalu berlalu meninggal kan kami bertiga. Aku melirik Gio dan Vio bersamaan yang tengah dibuat melongo tak percaya akan ucapan Langit— Arga maksud. Alah siapaun itu namanya.
" Kir, gimana perasaan lo? ," tanya Gio setelah berhasil menormalkan keterkejutannya.
" perasaan gua? ," Aku mengulangi pertayaan Gio. Gio hanya mengaguk
Aku bingung menjelaskanya bahkan aku tidak tau apa yang aku rasakan aku hanya mengendikan bahu lalu kembali ketempat duduk ku melanjut kan catatan ku.
" sakira?," Kini yang memanggil ku Vio.
" kalo lo nanya- nanya nanti dulu deh gua lagi sibuk nyatet," kataku langsung. Vio hanya mendengus kesal akan respon ku.
Gue mencintai lo.
Sepenggal kata itu membuat ku tidak fokus dengan semuanya. dia dan aku saling mencintai? Sejak kapan?. Aku saja bingung sejak kapan aku mencintainya. Padahal kita hanya berteman sampai umur sebelas tahun. Dan sejak itu papa menjauh kan ku dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Teen Fictionketika takdir menyatukan cinta kembali?apakah sesempurna itu untuk mereka kembali?