" langit?," ujar ku lirih
mana mungkin Langit? dia bukan langit sama sekali bukan tidak ada kesamaan dia dengan langit. Oh aku melupakan tatapan mereka sama. Tapi? Kenapa semua ini membuat ku bingung.
"Lo bukan dia!," Bentakku dengan perlahan mundur dari hadapanya.
" ini gue blue langit," ujarnya mendekat dengan otomatis aku semakin memundurkan langkahku.
" gue enggak percaya," ujar ku dan pergi meninggalkannya.
Aku tidak peduli apa kata semua orang yang melihat keadaan ku seperti ini aku hanya megikuti kaki yang berlari meninggalkan kepahitan yang ku alami . kenapa semua ini terjadi
" kenapa lo baru kembali ?," pertanyaan itu terus berputar putar dikepala ku.
Aku terus berlari sampai pada akhirnya aku tidak kuat menompang tubuh ku. Aku meluruh kebawah menahan isakan yang sangat amat membuat ku sesak. Aku masih tidak percaya akan semua yang beberap detik lalu yang terjadi. Ia bukan langit! Seharusnya ia langsung datang kepadaku tanpa menunggu waktu sekarang.
*****
" ko kamu baru pulang sayang," tanya mama
Aku tidak menjawab dan berlari menuju kamar. Lalu mengkuncinya agar semua yang berada dirumah tidak menganggu ku.
" kenapa lo harus kembali dengan seorang yang gue benci ngit kenapa?," ujar ku dengan meremas foto masa kecil ku bersamanya.
" gue benci arga, tapi gue gak benci lo ngit," Ujar ku dengan isakan tangis yang menjadi.
tok tok tok
" biru kamu gak apa-apa kan?," ujar mama.
Aku tidak menanggapi ketukan pintu. Aku terus menangis sampai ketukan pintu mama yang membuat aku berhenti menangis. Akhirnya aku memutuskan keluar untuk menemui mama.
" aku gak apa-apa mah," ujar ku mencoba tenang.
" tapi mata kamu?," ujar mama mengelus muka ku. Sungguh aku sudah tidak tahan lagi
Aku memeluk erat tubuh mama aku tidak bisa menampung nya sendiri. aku hanya seorang munafik yang pura-pura tegar. Mama terus megelus punggung ku membuat ku tenang.
" Dia kembali mam," Ujar ku didalan pelukan mama.
Aku merasakan bahu mama menegang lalu kembali lagi. " Lalu? Bukan bagus?," Tanya Mama.
Aku mengeleng tak mampu mejawab semua pertanyaan mama. Dengan sabar mama masih menenangkan ku.
*****
Pagi ini bukan pagi yang aku suka suasana aneh dan canggung mendominasi presentasi ku di depan. Aku yang harus berpresentasi dengan dia. Lebih baik aku tidak tahu siapa dia sebenarnya dari pada aku harus tau.
Detik ini aku tahu kalo kejujuran bukan hal mudah untuk dipercayai tapi apa tanpa kejujurannya aku bisa tahu? Aku hanya ingin dia yang dulu bukan dia yang sekarang aku benci.
" sakira?," suara bu Malla mengagetkan ku
" ehh- iya bu?," jawab ku tergagap
" kamu sakit?," tanya bu malla dengan raut wajah cemas. Aku ingin menjawab tapi dia menjawabnya duluan.
" dia kecapean bu," ujar dia mencoba membuat alasan yang lpgis
Entah lah aku harus memanggilnya dirinya Agra atau Langit? Aku juga bingung kenapa dia tidak kasih tau sejak awal.
" engga ko bu," tegas ku. Membuat Ibu malla bingung.
" Yasudah presentasi kalian sudah selesai kan?," tanya bu malla. Aku dengan cepat mengangguk. Karena aku tidak mau berada disituasi yang aneh ini. Dan aku kembali ketempat duduk ku tanpa menoleh kearah Agra. Aku memutuskan memanggilnya Arga.
" lo kenapa deh?," tanya Vio. Ketika aku duduk disampingnya.
Kali ini aku hanya diam aku bingung harus jawab apa. Kenapa kejujuran harus menyakitkan? Kenapa bagi ku kejujuranya menyakitkan? Apa karna aku membenci Agra?tetapi,kenapa aku tidak bisa terima langit? Bukannya keduannya orang yang sama? Semua pertanyaan itu terus berkeliaran di kepala ku.
" woii!," teriak Vio mengagetkan ku dari lamunan.
" apaan si lo," omel ku kepadanya. Vio hanya menyengir tanpa dosa.
" Lah? Gue aneh deh sama lo," ujar vio aku hanya menatap nya bingung
" Aneh gimana?," tanya ku
"Ya aneh aja, lo dari tadi natap si Agra tapi tatapan lo kosong gitu,kaya lo punya masalah sama dia," jelas nya
"Dih apaansi lo," alih ku cepat. Membuat Vio memgerutkan Dahinya. Ingin rasanya aku mencakar mukanya kalau saja tidak ingat dia sahabat ku.
" Gu bakal cakar muka lo, kalau lo gak berhenti natal gue dengan tampang lo yang amat menyebalkan itu," Ancam ku membuat Vio mengerucutkan Bibirnya. Dan berhasil lah ancaman ku.
*****
Semua murid bersorak ria karna bel yang di tunggu tiba . Ya walaupun mereka harus berdesak-desakan di kantin untuk mendapatkan makanan yang mereka mau.
" Lo mau kekantin gak?," Tanya Vio.
Aku hanya menggelengkan kepala dan Vio pegi meninggal ku sendiriian dikelas. Setelah Vio pergi, aku mengambil ponsel ku.
" maaf, kalo kehadiran gue buat lo enggak tenang, ternyata semua udah berubah bukan seperti yang gue harap kan," Ujar yang suaranya ku kenal. Aku sedikit terkejut, lalu kembali mamainkan ponselku.
Aku merasakan ia berada dihadapanku. Tetapi, aku lagi-lagi tidak peduli dengan kehadirannya. Sampai ucapannya yanf membuat dada ku terasa nyeri.
" Panggil gue agra aja , langit udah mati," Ucapanya dengan tegas, lalu pergi meninggalkan ku yang masih terpaku akan ucapannya.
Tanpa sadar air mata ku sudah jatuh kepipiku. Aku langsung menghapusnya agar tidak ada yang melihat.
" Langit udah mati lama, tetapi dia tetap ada dihati gue," Gumam ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Teen Fictionketika takdir menyatukan cinta kembali?apakah sesempurna itu untuk mereka kembali?